Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian
Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian - Sudah menjadi tradisi orang NU, kalau ada keluarga
yang meninggal, malam harinya ada tamu-tamu yang bersilaturrahim, baik tetangga
dekat maupun jauh. Mereka ikut belasungkawa atas segala yang menimpa, sambil
mendoakan untuk yang meninggal maupun yang ditinggalkan.
Selain bersiap menerima tamu, sanak keluarga, handai
tolan, dan keluarga dekat, pada hari kedua sampai ketujuh, mereka akan
mengadakan bacaan tahlil dan do’a yang dikirimkan kepada yang sudah meninggal
dunia. Soal ada makanan atau tidak, bukan hal penting, tapi pemanfaatan
pertemuan majelis silaturrahim itu akan terasa lebih berguna jika diisi dengan
dzikir.
Sayang, bagi orang-orang awam yang kebetulan dari
keluarga miskin, mereka memandang sajian makanan sebagai keharusan untuk
disajikan kepada para tamu, padahal substansinya sebenarnya adalah bacaan
tahlil dan do’a adalah untuk menambah bekal bagi si mayit.
Kemudian, peringatan demi peringatan itu menjadi
tradisi yang seakan diharuskan, terutama setelah mencapai 40 hari, 100 hari,
setahun (haul), dan 1000 hari. Semua itu berangkat dari keinginan untuk
menghibur pada keluarga yang di tinggalkan sekaligus ingin mengambil iktibar
bahwa kita juga akan menyusul (mati) di kemudian hari.
Dalil yang dapat dibuat pegangan dalam masalah ini
adalah:
قَالَ طَاوُسَ: إنَّ
الْمَوْتَى يُفْتِنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أنْ
يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تَلْكَ اْلأيّاَمِ إلَى أنْ قَالَ عَنْ عُبَيْدِ ابْنِ
عُمَيْرِ قَالَ: يُفْتِنُ رَجُلانِ مُؤمِنٌ وَمُنَافِقٌ فَأمَّا الْمُؤمِنُ
فَيُفْتِنُ سَبْعًا وَأمَّا الْمُناَفِقُ فَيُفْتِنُ أرْبَعِيْنَ صَبَاحًا
Imam Thawus berkata: Seorang yang mati akan beroleh ujian dari Allah dalam kuburnya selama 7 hari. Untuk itu, sebaiknya mereka (yang masih hidup) mengadakan jamuan makan (sedekah) untuknya selama hari-hari tersebut. Sahabat Ubaid ibn Umair berkata: “Seorang mukmin dan seorang munafiq sama-sama akan mengalami ujian dalam kubur. Bagi seorang mukmin akan beroleh ujian selam 7 hari, sedang seorang munafiq selama 40 hari di waktu pagi.” (Al Hawi lil Fatawa as Suyuti, Juz II hal 178)
Jika suatu amaliyah atau ibadah sudah menjadi
keputusan atau atsar atau amal sahabat (dalam hal ini Tاawus) maka hukumnya sama dengan hadits mursal yang sanadnya
sampai kepada Tabi’in, dan dikatagorikan shahih dan telah dijadikan hujjah
mutlak (tanpa syarat). Ini menurut tiga imam (Maliki, Hanafi, Hambali). Sementara Imam Syafi’i hanya mau berhujjah
dengan hadits mursal jika dibantu atau dilengkapi dengan salah satu ketetapan
yang terkait dengannya, seperti adanya hadits yang lain atau kesepakatan
sahabat.
Dalam hal ini, seperti disebut di atas, ada riwayat dari Mujahid dan
dari Ubaid bin Umair yang keduanya dari golongan Tabi’in, meski mereka berdua
bukan sahabat. Maksud dari kalimat فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ atau "sebaiknya
mereka" dalam keterangan di atas adalah bahwa orang-orang di zaman
Nabi Muhammad SAW melaksanakan hal itu, sedang Nabi sendiri tahu dan
mengafirmasinya. (Al Hawi lil Fatawa as Syuyuti, Juz II hal 183)
0 Response to "Doa pada 7 atau 40 Hari Setelah Kematian"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!