Fadhilah Puasa Arafah
Puasa Arafah adalah
puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni tanggal 9 bulan Dzulhijah
pada kalender Islam Qamariyah/Hijriyah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi kaum
Muslimin yang tidak menjalankan ibadah haji.
Puasa hari Arafah menebus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang dan puasa Asyura (10 Muharram) menebus dosa setahun yang telah lewat. (HR Ahmad, Muslim dan Abu Daud dari Abi Qotadah)
Diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, walaupun jihad di jalan Allah? Rasulullah bersabda: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya atau menjadi syahid. (HR Bukhari)
Kesunnahan puasa Arafah tidak didasarkan adanya wukuf di Arafah oleh
jamaah haji, tetapi karena datangnya hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah. Maka
bisa jadi hari Arafah di Indonesia tidak sama dengan di Saudi Arabia yang hanya
berlainan waktu 4-5 jam. Ini tentu berbeda dengan kelompok umat Islam yang
menghendaki adanya ‘rukyat global’, atau kelompok yang ingin mendirikan
khilafah islamiyah, dimana penanggalan Islam disamaratakan seluruh dunia, dan
Saudi Arabia menjadi acuan utamanya.
Keinginan menyamaratakan penanggalan Islam itu sangat bagus dalam rangka
menyatukan hari raya umat Islam, namun menurut ahli falak, keinginan ini tidak
sesuai dengan kehendak alam atau prinsip-prinsip keilmuan. Rukyatul hilal atau
observasi bulan sabit yang dilakukan untuk menentukan awal bulan Qamariyah atau
Hijriyah berlaku secara nasional, yakni rukyat yang diselenggarakan di dalam
negeri masing-masing dan berlaku satu wilayah hukum. Ini juga berdasarkan
petunjuk Nabi Muhammad SAW sendiri. (Lebih lanjut tentang hal ini silakan klik
di rubrik Syari’ah dan Iptek)
Penentuan hari arafah itu juga ditegaskan dalam Bahtsul Masa’il Diniyah
Maudluiyyah pada Muktamar Nahdlatul Ulama XXX di Pondok Pesantren Lirboyo,
akhir 1999. Ditegaskan bahwa yaumu arafah atau hari Arafah
yaitu tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan kalender negara setempat yang
berdasarkan pada rukyatul hilal.
Adapun tentang fadhilah atau keutamaan berpuasa hari Arafah tanggal 9
Dzulhijjah didasarkan pada hadits berikut ini:
صَوْمُ
يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً وَصَوْمُ
عَاشُوْرَاَء يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً
Puasa hari Arafah menebus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang dan puasa Asyura (10 Muharram) menebus dosa setahun yang telah lewat. (HR Ahmad, Muslim dan Abu Daud dari Abi Qotadah)
Para ulama menambahkan adanya kesunnahan puasa Tarwiyah yang
dilaksanakan pada hari Tarwiyah, yakni pada tanggal 8 Dzulhijjah. Ini
didasarkan pada satu redaksi hadits lain, bahwa Puasa pada hari Tarwiyah
menghapuskan dosa satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa)
dua tahun. Dikatakan bahwa hadits ini dloif (tidak kuat
riwayatnya) namun para ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang dloif
sekalipun sebatas hadits itu diamalkan dalam kerangka fadla'ilul a’mal (untuk
memperoleh keutamaan), dan hadits yang dimaksud tidak berkaitan dengan masalah
aqidah dan hukum.
Selain itu, memang pada hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah
adalah hari-hari yang istimewa untuk menjalankan ibadah seperti puasa. Abnu
Abbas RA meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda:
مَا
مِنْ أيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ
الْأَيَّامِ يَعْنِيْ أَياَّمُ اْلعُشْرِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَلَا
الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
إلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهُ فَلَمْ يَرْجِعُ مِنْ ذَلِكَ شَيْءٌ
Diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, walaupun jihad di jalan Allah? Rasulullah bersabda: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya atau menjadi syahid. (HR Bukhari)
Puasa Arafah dan Tarwiyah sangat dianjurkan bagi yang tidak menjalankan
ibadah haji di tanah suci. Adapun teknis pelaksanaannya mirip dengan puasa
Ramadhan.
Bagi kaum Muslimin yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan juga
disarankan untuk mengerjakannya pada hari Arafah ini, atau hari-hari lain yang
disunnahkan untuk berpuasa. Maka ia akan mendapatkan dua pahala sekaligus,
yakni pahala puasa wajib (qadha puasa Ramadhan) dan pahala puasa sunnah.
Demikian ini seperti pernah dibahas dalam Muktamar NU X di Surakarta tahun
1935, dengan mengutip fatwa dari kitab Fatawa al-Kubra pada bab tentang puasa:
يُعْلَمُ
أَنَّ اْلأَفْضَلَ لِمُرِيْدِ التََطَوُّعِ أَنْ يَنْوِيَ اْلوَاجِبَ إِنْ كَانَ
عَلَيْهِ وَإِلَّا فَالتَّطَوُّعِ لِيَحْصُلَ لَهُ مَا عَلَيْهِ
Diketahui bahwa bagi orang
yang ingin berniat puasa sunnah, lebih baik ia juga berniat melakukan puasa
wajib jika memang ia mempunyai tanggungan puasa, tapi jika ia tidak mempunyai
tanggungan (atau jika ia ragu-ragu apakah punya tanggungan atau tidak) ia cukup
berniat puasa sunnah saja, maka ia akan memperoleh apa yang diniatkannya.
0 Response to "Fadhilah Puasa Arafah"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!