Prof Musthafa Ali Ya'kub: 'Kawin Kontrak Tak Ada Dalam Islam
Heboh
pengusiran sejumlah warga asing yang terkena razia di kawasan Puncak Jawa Bawat
belum lama ini karena melakukan kawin kontrak dengan wanita Indonesia,
menghiasi sejumlah media massa. Para ulama dan tokoh masyarakat pun
menyayangkan tindakan turis asing dan wanita Indonesia yang rela dikawin secara
kontrak. Padahal, jelas-jelas Indonesia tidak menganut dan tidak membolehkan
kawin kontrak. ''Tujuan pernikahan adalah menciptakan dan membina rumah tangga
yang harmonis. Dalam kawin kontrak tidak ada. Itu dari segi moral, jatuhnya di
situ. Nikah itu, sekadar untuk menghalalkan hubungan seksual saja tidak untuk
membina rumahtangga yang harmonis,'' tandas Imam Besar Masjid Isttiqlal Jakarta
Prof Musthafa Ali Ya'kub. Berikut ini wawancara dengan Pimpinan Pesantren Daarussunnah,Ciputat,
Tangerang (Banten) ini:
Bagaimana kedudukan kawin kontrak dalam Islam?
Kawin kontrak itu istilah di Indonesia. Jadi, mereka menikah berdua untuk masa
tertentu saja. Misalnya untuk kesepakatan satu bulan. Nah, yang seperti itu
dinamakan kawin kontrak. Tapi, ini berbeda dengan apa yang disebut nikah
muth'ah. Kawin kontrak itu misalnya sepasang laki-laki dan perempuan punya
kesepakatan. Yang disebut kontrak itu asal-muasalnya laki-laki dan perempuan misalnya bekerja di
suatu tempat kemudian di sana mungkin sama-sama meninggalkan kampung
halamannya. Mungkin selama di sana butuh penyaluran seksual maka antara
sepasang laki-laki dan perempuan itu bersepakat untuk mengikat dalam suatu
pernikahan tapi sementara, selama mereka bekerja atau kawin kontrak. Nanti
ketika pulang mereka sama-sama kembali ke 'habitat' masing-masing. Nah, itu
asal-muasal disebut kawin kontrak. Sebenarnya, kalau masa satu bulan atau satu
tahun itu disebut dalam akad maka namanya nikah muth'ah. Nikah muth'ah ini
tidak dikenal dalam Islam. Awalnya memang dibolehkan kemudian dilarang.
Apakah
nash-nya dari nikah ini mengapa dulu dibolehkan?
Ada di kitab syarh Muslim. Pada tahun ke-7 Hijriyah. Tapi, pada waktu fathul
Makkah tahun ke-8 Hijriyah diharamkan nikah muth'ah. Kata Rasulullah SAW,
innallaha wa rasulahu harramahu ila yaumil qiyamah (Allah dan Rasulnya
mengharamkan nikah muth'ah sampai hari kiamat). Makanya sejak saat itu tidak
ada lagi nikah muth'ah. Jadi, awalnya ketika di medan perang?
Ya. Dibolehkan waktu perang Khaibar di tahun ke-7 Hijriyah tapi tidak terlalu
lama hanya satu tahun. Ada lagi pendapat yang mengatakan memang semula
dilarang, kemudian dibolehkan dan akhirnya dilarang lagi. Tapi keduanya
sependapat bahwa pada akhirnya ada hadits shahih yang menegaskan pengharaman
nikah muth'ah sampai hari kiamat. Jadi, nikah muth'ah itu di dalam akad
disebutkan masanya. Nah, nikah muth'ah ini tidak mempunyai konsekuensi apa-apa
hanya 'menghalalkan' hubungan seksual.
Bagaimana dengan kedudukan waris dalam hal ini?
Tidak ada. Nah, itu nikah muth'ah. Yang dikenal sekarang nikah muth'ah ada di
kalangan syiah. Tetapi, tahun lalu waktu saya berkunjung ke Teheran, Iran,
ternyata orang-orang Iran tidak menjalankan nikah muth'ah bahkan kaum wanita di
sana menganggap nikah muth'ah adalah sebuah pelecehan terhadap wanita. Ini
menarik sekali, di negeri yang mayoritas syiah malah tak ada. Tapi, di
Indonesia justru banyak ditemukan. Jadi, nikah muth'ah ini selamanya tidak
berarti kawin kontrak. Itu menarik sekali di Iran, saya sampai mau tanya kepada
ulama di sana, saya minta izin dulu kepada orang KBRI kalau saya menanyakan
nikah muth'ah itu bagaimana. Jawaban mereka, ''Jangan ustadz, nanti dianggap
kurang sopan.'' Jadi, akhirnya saya mendapatkan informasi dari
orang-orang yang sudah lama di sana saja. Dan kata mereka nikah muth'ah di Iran
itu melalui undang-undang. Jadi, tidak seperti yang kita bayangkan, kita datang
di hotel kemudian ada orang hotel disuruh mencoba mencarikan wanita.
Tidak
semudah itu. Ini kenapa kaum wanita di Indonesia sampai melakukan kawin
kontrak?
Inilah yang harus kita teliti. Memang, yang dijadikan sasaran itu
kadang-kadang mahasiswa dengan alasan dari pada berzina. Padahal dengan
melakukan nikah muth'ah adalah kawin terselubung juga. Jadi, kalau disebutkan
di dalam akad saya menikah dalam masa satu bulan, dua bulan atau tiga bulan,
itu namanya nikah muth'ah. Begitu lewat satu bulan sudah selesai masa nikah
muth'ah tanpa harus bercerai berarti harus berpisah.
Kalau yang namanya kawin kontrak itu, sebenarnya itu hanya istilah Indonesia
karena muncul dari orang-orang yang bekerja di suatu daerah. Mereka membutuhkan
hubungan seksual dan sebagainya. Kalau kawin kontrak itu, jika tidak disebutkan
akadnya menikah dalam beberapa bulan itu nikah biasa. Jadi, dalam akad tidak
disebutkan. Cuma, di luar ada kesepakatan antara kedua calon. Nikah seperti ini
sebenarnya tidak ada masalah, sah saja. Waktu akad tidak menyebutkan masa dan
sebagainya.
Kasus yang terjadi di beberapa daerah bukan hal yang baru. Padahal
nikah ini merugikan perempuan ya?
Ya. Sangat merugikan kaum perempuan. Tetapi permasalahannya mengapa perempuannya
mau? Itu yang menjadi pertanyaan. kalau merasa dirugikan mengapa mau. Tetapi
begini, saya tidak meneliti secara khusus tapi saya dengar perempuan yang kawin
kontrak itu kan perempuan-perempuan yang perlu uang. Misalnya dari pada satu
bulan bekerja sebut saja gajinya mendapat Rp 1 juta. Dengan dia kawin sama
pendatang atau turis dia diberi uang sampai Rp 10 juta. Dari segi keuangan,
material, mungkin dia merasa tidak dirugikan. Dari segi itu dia merasa untuk
dari pada kerja satu bulan mendapat Rp 1 juta.
Apakah secara norma agama dia
tidak melanggar?
Dari segi akad nikah kalau syarat-syarat dan rukun nikahnya sudah terpenuhi itu
sah-sah saja sebagai sebuah akad nikah. Adapun masalah moral dan sebagainya itu
urusan lain. Tapi, dari segi hukum sah.
Apa tujuan pernikahan dan kedudukan
wanita dalam pernikahan itu?
Tujuan pernikahan adalah menciptakan dan membina rumah tangga yang harmonis.
Dalam kawin kontrak tidak ada. Itu dari segi moral, jatuhnya di situ. Nikah
itu, sekadar untuk menghalalkan hubungan seksual saja tidak untuk membina
rumahtangga yang harmonis.
Berarti, niat untuk mawadah wa rahmah sudah hilang?
Hilang sama sekali. Jadi, harus ada penyuluhan dua sisi. Pertama, kepada kaum
laki-laki dan kedua kepada kaum perempuan. Selama ini nggak ada penyuluhan
seperti itu. Mestinya kalau ada kaum laki-laki yang mengajak nikah seperti itu
harusnya kaum perempuannya menolak.
0 Response to "Prof Musthafa Ali Ya'kub: 'Kawin Kontrak Tak Ada Dalam Islam"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!