Biografi Sunan Drajat - Raden Qasim
Semasa muda ia
dikenal sebagai Raden Qasim, Qosim, atawa Kasim. Masih banyak nama lain yang
disandangnya di berbagai naskah kuno. Misalnya Sunan Mahmud, Sunan Mayang Madu,
Sunan Muryapada, Raden Imam, Maulana Hasyim, Syekh Masakeh, Pangeran
Syarifuddin, Pangeran Kadrajat, dan Masaikh Munat. Dia adalah putra Sunan Ampel
dari perkawinan dengan Nyi Ageng Manila, alias Dewi Condrowati. Empat putra
Sunan Ampel lainnya adalah Sunan Bonang, Siti Muntosiyah, yang dinikahi Sunan
Giri, Nyi Ageng Maloka, yang diperistri Raden Patah, dan seorang putri yang
disunting Sunan Kalijaga. Akan halnya Sunan Drajat sendiri, tak banyak naskah
yang mengungkapkan jejaknya.
Ada
diceritakan, Raden Qasim menghabiskan masa kanak dan remajanya di kampung
halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah dewasa, ia diperintahkan ayahnya,
Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat Gresik. Perjalanan ke Gresik ini
merangkumkan sebuah cerita, yang kelak berkembang menjadi legenda.
Syahdan,
berlayarlah Raden Qasim dari Surabaya, dengan menumpang biduk nelayan. Di
tengah perjalanan, perahunya terseret badai, dan pecah dihantam ombak di daerah
Lamongan, sebelah barat Gresik. Raden Qasim selamat dengan berpegangan pada
dayung perahu. Kemudian, ia ditolong ikan cucut dan ikan talang –ada juga yang
menyebut ikan cakalang.
Dengan
menunggang kedua ikan itu, Raden Qasim berhasil mendarat di sebuah tempat yang
kemudian dikenal sebagai Kampung Jelak, Banjarwati. Menurut tarikh, persitiwa
ini terjadi pada sekitar 1485 Masehi. Di sana, Raden Qasim disambut baik oleh
tetua kampung bernama Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar.
Konon, kedua
tokoh itu sudah diislamkan oleh pendakwah asal Surabaya, yang juga terdampar di
sana beberapa tahun sebelumnya. Raden Qasim kemudian menetap di Jelak, dan
menikah dengan Kemuning, putri Mbah Mayang Madu. Di Jelak, Raden Qasim
mendirikan sebuah surau, dan akhirnya menjadi pesantren tempat mengaji ratusan
penduduk.
Jelak, yang
semula cuma dusun kecil dan terpencil, lambat laun berkembang menjadi kampung
besar yang ramai. Namanya berubah menjadi Banjaranyar. Selang tiga tahun, Raden
Qasim pindah ke selatan, sekitar satu kilometer dari Jelak, ke tempat yang
lebih tinggi dan terbebas dari banjir pada musim hujan. Tempat itu dinamai Desa
Drajat.
Namun, Raden
Qasim, yang mulai dipanggil Sunan Drajat oleh para pengikutnya, masih
menganggap tempat itu belum strategis sebagai pusat dakwah Islam. Sunan lantas
diberi izin oleh Sultan Demak, penguasa Lamongan kala itu, untuk membuka lahan
baru di daerah perbukitan di selatan. Lahan berupa hutan belantara itu dikenal
penduduk sebagai daerah angker.
Menurut sahibul
kisah, banyak makhluk halus yang marah akibat pembukaan lahan itu. Mereka
meneror penduduk pada malam hari, dan menyebarkan penyakit. Namun, berkat
kesaktiannya, Sunan Drajat mampu mengatasi. Setelah pembukaan lahan rampung,
Sunan Drajat bersama para pengikutnya membangun permukiman baru, seluas sekitar
sembilan hectare.
Atas petunjuk
Sunan Giri, lewat mimpi, Sunan Drajat menempati sisi perbukitan selatan, yang
kini menjadi kompleks pemakaman, dan dinamai Ndalem Duwur. Sunan mendirikan
masjid agak jauh di barat tempat tinggalnya. Masjid itulah yang menjadi tempat
berdakwah menyampaikan ajaran Islam kepada penduduk.
Sunan
menghabiskan sisa hidupnya di Ndalem Duwur, hingga wafat pada 1522. Di tempat
itu kini dibangun sebuah museum tempat menyimpan barang-barang peninggalan
Sunan Drajat –termasuk dayung perahu yang dulu pernah menyelamatkannya.
Sedangkan lahan bekas tempat tinggal Sunan kini dibiarkan kosong, dan
dikeramatkan.
Sunan Drajat
terkenal akan kearifan dan kedermawanannya. Ia menurunkan kepada para
pengikutnya kaidah tak saling menyakiti, baik melalui perkataan maupun
perbuatan. ”Bapang den simpangi, ana catur mungkur,” demikian petuahnya.
Maksudnya: jangan mendengarkan pembicaraan yang menjelek-jelekkan orang lain,
apalagi melakukan perbuatan itu.
Sunan
memperkenalkan Islam melalui konsep dakwah bil-hikmah, dengan cara-cara bijak,
tanpa memaksa. Dalam menyampaikan ajarannya, Sunan menempuh lima cara. Pertama,
lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar. Kedua, melalui
penyelenggaraan pendidikan di pesantren. Selanjutnya, memberi fatwa atau petuah
dalam menyelesaikan suatu masalah.
Cara keempat,
melalui kesenian tradisional. Sunan Drajat kerap berdakwah lewat tembang
pangkur dengan iringan gending. Terakhir, ia juga menyampaikan ajaran agama
melalui ritual adat tradisional, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.
Empat pokok
ajaran Sunan Drajat adalah: Paring teken marang kang kalunyon lan wuta; paring
pangan marang kang kaliren; paring sandang marang kang kawudan; paring payung
kang kodanan. Artinya: berikan tongkat kepada orang buta; berikan makan kepada
yang kelaparan; berikan pakaian kepada yang telanjang; dan berikan payung
kepada yang kehujanan.
Sunan Drajat
sangat memperhatikan masyarakatnya. Ia kerap berjalan mengitari perkampungan
pada malam hari. Penduduk merasa aman dan terlindungi dari gangguan makhluk
halus yang, konon, merajalela selama dan setelah pembukaan hutan. Usai salat
asar, Sunan juga berkeliling kampung sambil berzikir, mengingatkan penduduk
untuk melaksanakan salat magrib.
”Berhentilah
bekerja, jangan lupa salat,” katanya dengan nada membujuk. Ia selalu menelateni
warga yang sakit, dengan mengobatinya menggunakan ramuan tradisional, dan doa.
Sebagaimana para wali yang lain, Sunan Drajat terkenal dengan kesaktiannya.
Sumur Lengsanga di kawasan Sumenggah, misalnya, diciptakan Sunan ketika ia
merasa kelelahan dalam suatu perjalanan.
Ketika itu,
Sunan meminta pengikutnya mencabut wilus, sejenis umbi hutan. Ketika Sunan
kehausan, ia berdoa. Maka, dari sembilan lubang bekas umbi itu memancar air
bening –yang kemudian menjadi sumur abadi. Dalam beberapa naskah, Sunan Drajat
disebut-sebut menikahi tiga perempuan. Setelah menikah dengan Kemuning, ketika
menetap di Desa Drajat, Sunan mengawini Retnayu Condrosekar, putri Adipati
Kediri, Raden Suryadilaga.
Peristiwa itu
diperkirakan terjadi pada 1465 Masehi. Menurut Babad Tjerbon, istri pertama
Sunan Drajat adalah Dewi Sufiyah, putri Sunan Gunung Jati. Alkisah, sebelum
sampai di Lamongan, Raden Qasim sempat dikirim ayahnya berguru mengaji kepada
Sunan Gunung Jati. Padahal, Syarif Hidayatullah itu bekas murid Sunan Ampel.
Di kalangan
ulama di Pulau Jawa, bahkan hingga kini, memang ada tradisi ‘’saling memuridkan”.
Dalam Babad Tjerbon diceritakan, setelah menikahi Dewi Sufiyah, Raden Qasim
tinggal di Kadrajat. Ia pun biasa dipanggil dengan sebutan Pangeran Kadrajat,
atau Pangeran Drajat. Ada juga yang menyebutnya Syekh Syarifuddin.
Bekas padepokan
Pangeran Drajat kini menjadi kompleks perkuburan, lengkap dengan cungkup makam
petilasan, terletak di Kelurahan Drajat, Kecamatan Kesambi. Di sana dibangun
sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Nur Drajat. Naskah Badu Wanar dan
Naskah Drajat mengisahkan bahwa dari pernikahannya dengan Dewi Sufiyah, Sunan
Drajat dikaruniai tiga putra.
Anak tertua
bernama Pangeran Rekyana, atau Pangeran Tranggana. Kedua Pangeran Sandi, dan
anak ketiga Dewi Wuryan. Ada pula kisah yang menyebutkan bahwa Sunan Drajat
pernah menikah dengan Nyai Manten di Cirebon, dan dikaruniai empat putra.
Namun, kisah ini agak kabur, tanpa meninggalkan jejak yang meyakinkan.
Tak jelas,
apakah Sunan Drajat datang di Jelak setelah berkeluarga atau belum. Namun,
kitab Wali Sanga babadipun Para Wali mencatat: ”Duk samana anglaksanani,
mangkat sakulawarga….” Sewaktu diperintah Sunan Ampel, Raden Qasim konon
berangkat ke Gresik sekeluarga. Jika benar, di mana keluarganya ketika perahu
nelayan itu pecah? Para ahli sejarah masih mengais-ngais naskah kuno untuk menjawabnya.
Beliau wafat
dan dimakamkan di desa Drajad, kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
Tak jauh dari makam beliau telah dibangun Museum yang menyimpan beberapa
peninggalan di jaman Wali Sanga. Khususnya peninggalan beliau di bidang kesenian.
Sumber:
- http://www.kudus-city.4t.com/sejarah/s-kudus.htm
-
http://tigapuluh-tujuh.blogspot.com/2010/04/sunan-kudus.html
0 Response to "Biografi Sunan Drajat - Raden Qasim"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!