Syarat-syarat Istighfar dan Etika-etikanya
Syarat-syarat Istighfar dan Etika-etikanya - Istighfar yang diterima oleh Allah SWT harus memenuhi syarat-syarat dan
etikanya; yaitu, antara lain:
1. Syarat yang pertama adalah: niat yang benar dan
ikhlas semata ditujukan kepada Allah SWT. Karena Allah SWT tidak menerima amal
perbuatan manusia kecuali jika amal itu dilakukan dengan ikhlas semata
untuk-Nya. Allah SWT berfirman:
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama dengan lurus" [QS. Al
Bayyinah: 5].
Dan sabda
Rasulullah Saw :
"Seluruh
amal perbuatan manusia ditentukan oleh niatnya. Dan orang yang beramal
mendapatkan balasan atas amalnya itu sesuai dengan apa yang diniatkannya".
Hadits muttafaq alaih.
2. Syarat kedua adalah: agar hati dan lidah secara
serempak melakukan istighfar. Sehingga tidak boleh lidahnya berkata: aku
beristighfar kepada Allah SWT, sementara hatinya ingin terus melakukan maksiat.
Dari Ibnu Abbas r.a. diriwayatkan, ia berkata: "orang yang beristighfar
kepada Allah SWT dari suatu dosa sementara ia masih terus menajalankan dosa itu
maka ia seperti orang yang sedang mengejek Rabbnya!"
Rabi'ah berkata:
istighfar kita butuh kepada istighfar lagi! Jika istighfar kita hanya dengan
lidah saja, tidak disertai dengan hati.
3. Di antara adab yang melengkapi istighfar itu adalah:
agar ia berada dalam keadaan suci, sehingga ia berada dalam kondisi yang paling
sempurna, zhahir dan bathin. Seperti dalam hadits Ali bin Abi Thalib, ia
berkata: Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. (dan apa yang diucapkan oleh Abu Bakar itu
adalah benar adanya) meriwayatkan kepadaku bahwa ia mendengar Rasulullah Saw
bersabsda:
"Tidak ada
seseorang yang berbuat dosa, kemudian ia bangun dan bersuci serta memperbaiki
bersucinya, kemudian ia beristighfar kepada Allah SWT, kecuali Allah SWT pasti
mengampuninya" [Al Hafizh berkata: hadits ini diriwaytkan oleh Ahmad dan
yang empat dan Ibnu Hibban mensahihkannya. Fathul Bari: 11/ 98. Sedangkan dalam
Jami' Shagir dinisbahkan kepada Abi Daud dan Tirmizi. Sementara Al Albani
menyebutkannya dalam Dha'if al Jami' (5006)]. Kemudian Rasulullah Saw membaca
ayat :
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni
dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui" [QS. Ali
Imran: 135].
Dalam hadits Abu
Bakar secara marfu' dikatakan:
"Tidak ada
orang yang dianggap terus melakukan dosa jika ia langsung beristighfar dan
meminta taubat, meskipun dalam satu hari ia dapat mengulang (dosa itu) sampai
tujuh puluh kali " [Dalam Fathul Bari: Hadits dikeluarkan oleh Abu Daud
dan Tirmizi juga].
4. Di antara adab itu adalah: agar ia ber istighfar
kepada Allah SWT, dan ia berada dalam kondisi takut dan mengharap. Karena Allah
SWT menyifati diri-Nya dengan firman-Nya:
"Yang Mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi
keras hukuman-Nya" [QS. Ghafir:
3].
Dan firman Allah
SWT :
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [QS. Al Maidah: 98].
"Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai
ampunan (yang luas) bagi manusia sekalipun mereka zhalim, dan sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar sangat keras siksaan-Nya" [QS. ar-Ra'd: 6].
"Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa
sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [QS. al Hijr: 49].
Ayat-ayat
semacam ini banyak, dan seluruhnya menanamkan keseimbangan dalam hati antara
takut dan mengharap. Tidak ada yang merasa aman dari balasan Allah SWT, kecuali
mereka yang merugi. Dan tidak ada yang putus asa dari rahmat Allah SWT kecuali
orang-orang kafir.
Oleh karena itu
orang yang melakukan dosa tidak seharusnya meninggalkan istighfar, sebanyak dan
sebesar apapun dosa yagn telah ia perbuat. Karena ampunan Allah SWT lebih besar
dari dosanya itu, rahmat-Nya lebih luas, dan ampunanNya lebih besar.
Dalam hadits
qudsi yang terkenal, yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Dzar dari Nabi Saw
dari Rabbnya Azza wa Jalla:
"Wahai
hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa pada malam dan siang hari, dan Aku mengampuni
dosa-dosa seluruhnya, maka minta ampunlah kepada-Ku niscaya Aku ampuni kalian
".
5. Di antara adab itu adalah: agar ia memilih waktu yang
utama. Seperti saat menjelang subuh. Seperti firman Allah SWT :
" Dan yang memohon ampun di waktu sahur" [QS. Ali Imran: 17].
"Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun
(kepada Allah)" [QS.
adz-Dzariaat: 18].
Dan ketika anak-anak Ya'qub berkata kepada ayah
mereka: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa
kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)".
Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [QS. Yusuf: 97-98].
Para mufassir
berkata: beliau menunda istighfar itu hingga waktu menjelang subuh, karena pada
saat itu, doa lebih dekat untuk dikabulkan, jauh dari ria, lebih bersih bagi
hati, dan ia adalah waktu tajalli Ilahi pada sepertiga terakhir dari waktu
malam.
6. Di antara adab itu adalah: istighfar dalam shalat.
Pada saat bersujud, sebelum salam atau setelah salam.
Rasulullah Saw
telah mengajarkan Abu Bakar untuk mengucapkan sebelum salam: "Wahai Allah,
sesungguhnya aku telah berbuat zalim kepada diriku dengan kezaliman yang
banyak, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka
ampunilah daku dengan ampunan dari-Mu, dan kasihilah aku, sesungguhnya Engkau
adalah Maha Pemberi ampunan dan Maha Penyayang ".
7. Di antara adab itu adalah: agar ia berdo'a bagi
dirinya sendiri dan bagi kaum mu'minin, sehingga ia masuk dalam kelompok
mereka, semoga Allah SWT menyayanginya dan mengampuninya dengan berkah mereka
dan dengan masuk dalam kelompok mereka.
Oleh karena itu
kita dapati para nabi tidak hanya ber istighfar kepada diri mereka. Namun juga
bagi diri mereka, bagi kedua orang tua mereka, serta bagi kaum mu'minin dan
mu'minat seperti terdapat dalam do'a Nur dan Ibrahim serta nabi-nabi lainnya.
Di antara do'a
Nuh itu adalah:
"Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang
yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan
perempuan" [QS. Nuuh: 28].
Dan dari do'a
Ibrahim adalah:
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu
bapakku dan sekalian orang -orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari
kiamat)" [ QS. Ibrahim: 41].
8. Di antara adab itu adalah: agar ia berdo'a dan ber
istighfar dengan redaksi yang disebutkan dalam al Quran dan sunnah. Karena ia
adalah redaksi yang terbaik, paling besar nilainya, paling luas maknanya serta
paling merasuk dalam hati. Berbeda halnya dengan redaksi-redaksi doa dan wirid
lain yang dibuat oleh manusia, di sana tidak ada kemanusiaan susunan kalimat al
Quran serta keindahan kata-kata yang digunakan dalam hadits.
Dan dalam ber
istighfar dan berdo'a dengan al Quran dan hadits itu mendapatkan dua balasan:
a. Balasana doa
dan istighfar.
b. Balasan
mengikuti al Quran dan sunnah.
Di antara redaksi-redaksi
doa al Quran adalah; doa yang diucapkan oleh Adam, Nuh, Ibrahim dan nabi-nabi
serta rasul-rasul yang lain. Di antaranya adalah:
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi" [QS. al A'raaf: 23].
"Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami
bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada
Engkaulah kami kembali, " Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami
(sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami Ya Tuhan kami. Sesungguhnya
Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" [QS. al Mumtahanah: 4-5].
"Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan
tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah
pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum kafir " [QS. Ali Imran: 147].
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" [QS. Al Hasyr: 10].
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar
(seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada
Tuhanmu"; maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami
dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan
wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti" [QS. Ali Imran: 193].
Dan dalam hadits
terdapat do'a dengan redaksi yang bermacam-macam. Di antaranya adalah sayyidul
istihgfar yang telah kami sebutkan sebelumnya. Di antaranya adalah:
"Wahai
Tuhanku, ampunilah kesalahanku, kebodohanku serta tindakanku yang berlebihan
dalam urusanku".
Di antaranya
adalah:
"Ya Allah,
jauhkanlah daku dari kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara Timur dan
Barat. Ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahanku dengan air, salju dan embun.
Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahan seperti baju yang putih
dibersihkan dari kotoran". Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abi Hurairah dan
diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari A'isyah. Dan adalah Rasulullah Saw
berdo'a dengan do'a itu setelah takbiratul ihram dalam shalat, serta sebelum
membaca surah Al Fatihah.
Di antaranya
adalah:
"Ya Allah,
ampunilah kesalahanku, luaskanlah rumahmu dan berilah keberkahan dalam
rezekiku". diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmizi serta ia menilainya sebagai
hadits hasan, dan Abu Ya'la serta periwayat yang lain dari Abi Musa.
0 Response to "Syarat-syarat Istighfar dan Etika-etikanya"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!