Tinjauan Hukum tentang Judi
Tinjauan Hukum tentang Judi - Bicara tentang
“Judi” termasuk “Sabung Ayam” yang lebih dikenal dengan tajen selain dilarang
oleh Agama, juga secara tegas dilarang oleh hukum positif (KUHP). Hal ini dapat
diketahui dari ketentuan pasal 303 KUHP, Jo. UU No.7 tahun 1974 tentang
Penertiban Judi Jo. PP.No.9 tahun 1981 Jo. Instruksi Presiden dan Instruksi
Menteri Dalam Negeri No.5, tanggal 1 April 1981.
Hal ini disadari pemerintah, maka
dalam rangka penertiban perjudian, pasal 303 KUHP tersebut dipertegas dengan
UU. No.7 1974, yang di dalam pasal 1, mengatur semua tindak pidana judian sebagai
kejahatan. Di sini dapat dijelaskan bahwa semua bentuk judi tanpa izin adalah
kejahatan tetapi sebelum tahun 1974 ada yang berbentuk kejahatan (pasal 303
KUHP), ada yang berbentuk pelanggaran (pasal 542 KUHP) dan sebutan pasal 542
KUHP, kemudian dengan adanya UU.No.7 1974 diubah menjadi pasal 303 bis KUHP.
Dalam pasal 2 ayat (1) UU. No.7
1974 hanya mengubah ancaman hukuman pasal 303 ayat (1) KUHP dari 8 bulan
penjara atau denda setinggi-tingginya 90.000 rupiah menjadi hukuman penjara
selama-lamanya 10 tahun atau denda sebanyak-banyaknya 25 juta rupiah. Di dalam
pasal 303 ayat (1)-1 Bis KUHP dan pasal 303 ayat (1)-2 Bis KUHP memperberat
ancaman hukuman bagi mereka yang mempergunakan kesempatan, serta turut serta
main judi, diperberat menjadi 4 tahun penjara atau denda setinggi-tingginya 10
juta rupiah dan ayat (2)-nya penjatuhan hukuman bagi mereka yang pernah dihukum
penjara berjudi selama-lamanya 6 tahun atau denda setinggi-tingginya 15 juta
rupiah.
Memang ironisnya sekalipun secara
eksplisit hukum menegaskan bahwa segala bentuk “judi” telah dilarang dengan
tegas dalam undang-undang, namun segala bentuk praktik perjudian menjadi
diperbolehkan jika ada “izin” dari pemerintah.Perlu diketahui masyarakat bahwa
Permainan Judi ( hazardspel ) mengandung unsur ; a) adanya pengharapan untuk
menang, b) bersifat untung-untungan saja, c) ada insentif berupa hadiah bagi
yang menang, dan d) pengharapan untuk menang semakin bertambah jika ada unsur
kepintaran, kecerdasan dan ketangkasan.
Dan secara hukum orang dapat
dihukum dalam perjudian, ialah : 1) Orang atau Badan Hukum (Perusahaan) yang
mengadakan atau memberi kesempatan main judi sebagai mata pencahariannya, dan
juga bagi mereka yang turut campur dalam perjudian (sebagai bagian
penyelenggara judi) atau juga sebagai pemain judi. Dan mengenai tempat tidak
perlu ditempat umum, walaupun tersembunyi, tertutup tetap dapat dihukum ; 2)
Orang atau Badan Hukum (Perusahaan) sengaja mengadakan atau memberi kesempatan
untuk main judi kepada umum, disini tidak perlu atau tidak disyaratkan sebagai
mata pencaharian, asal ditempat umum yang dapat dikunjungi orang banyak/umum
dapat dihukum, kecuali ada izin dari pemerintah judi tersebut tidak dapat
dihukum ; 3) Orang yang mata pencahariannya dari judi dapat dihukum ; 4) orang yang
hanya ikut pada permainan judi yang bukan sebagai mata pencaharian juga tetap
dapat dihukum. (vide, pasal 303 bis KUHP).
Kalau mengacu pada Peraturan
Pemerintah, tepatnya dalam pasal 1 PPRI No.9 tahun 1981 yang isi pokoknya
melarang memberikan izin terhadap segala bentuk perjudian, baik dalam bentuk
judi yang diselenggarakan di “kasino”. di “keramaian” maupun dikaitkan dengan
alasan lain, yang jika dikaitkan lagi dengan isi pasal 2 dari PPRI No.9 tahun
1981 yang intinya menghapuskan semua peraturan perundang-undangan yang
bertentangan dengan PPRI No.9 tahun 1981 ini, khususnya yang memberikan izin
terhadap segala bentuk perjudian, maka ini dapat berarti pasal 303 ayat (1)
dan/atau pasal 303 bis KUHP tidak berlaku lagi.
Agaknya pengaturan tentang “judi” terdapat
pengaturan yang saling bertentangan, disatu pihak UU No.7 tahun 1974 Jo. pasal
303 KUHP yang mengatur tentang “judi” bisa diberi izin oleh yang berwenang,
disisi lain bertentangan dengan aturan pelaksanaannya, yaitu PPRI No.9 tahun
1981, yang melarang “judi” (memberi izin) perjudian dengan segala bentuknya.
Memang secara azas theory hukum, PPRI No.9 tahun 1981 tersebut dengan
sendirinya batal demi hukum, karena bertentangan dengan peraturan yang di
atasnya.
Atas dasar ini Kepolisian hanya
dapat menindak perjudian yang tidak memiliki izin, walaupun judi tersebut
bertentangan dengan nilai-nilai seluruh agama yang dianut. Guna menghindari
adanya tindakan anarkisme dari kalangan ormas keagamaan terhadap maraknya
praktik perjuadian yang ada, maka sudah seharusnya Pemerintah bersama DPR
tanggap dan segera membuat perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang “larangan praktik perjudian” yang lebih tegas, khususnya larangan
pemberian izin judi di tempat umum atau di kota-kota dan di tempat-tempat
pemukiman penduduk, agar negara kita sebagai negara yang berdasarkan Pancasila
dimana masyarakatnya yang religius tetap terjaga imagenya.
Oleh: Drs. M. Sofyan Lubis, SH. MM
Sumber: artikel.kantorhukum-lhs.com
| 14 Agustus 2015
Postingan anda sangat bagus, saya sering mampir kesini.
ReplyDeleteDan sering kali saya share ke facebook dan teman-teman saya juga suka dengan artikel
dari blogmu ini. Keep spirit ya untuk terus update
konten kerenmu