Status Kepemilikan Tanah untuk Orang Asing yang Telah Menjadi WNI


Status Kepemilikan Tanah untuk Orang Asing yang Telah Menjadi WNI
Bagaimana status hukum apabila orang asing yang telah menjadi WNI, namun pasangannya masih WNA, sedangkan pernikahan mereka dahulu dilakukan di negara asal, dan belum didaftarkan di Indonesia? Dapatkah pasangan yang telah menjadi WNI memiliki harta berupa tanah? Apabila dapat, langkah-langkah apa yang harus ditempuh dan syarat apa saja yang harus dipenuhi?

Sebelumnya yang perlu kita pahami bahwa terdapat berbagai macam hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh seorang individu di Indonesia. Menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU Agraria”), jenis-jenisnya adalah:

1. Hak Milik, yaitu hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah (pasal 20 ayat [1] UU Agraria). Hak Milik ini hanya boleh dipegang oleh seorang warganegara Indonesia (pasal 21 ayat [1] UU Agraria), ataupun oleh badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah (pasal 21 ayat [2] UU Agraria)

2. Hak Guna Usaha, yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29 UU Agraria, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan (pasal 28 ayat [1] UU Agraria). Hak Guna usaha ini hanya boleh dipegang oleh warganegara Indonesia ataupun badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (pasal 30 ayat [1] UU Agraria)

3. Hak Guna Bangunan, adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun(pasal 35 ayat 1 UU Agraria). Hak Guna Bangunan hanya boleh dipegang oleh warganegara Indonesia ataupun badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (pasal 36 ayat [1] UU Agraria)

4.Hak Pakai, adalah adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang (pasal 41 ayat [1] UU Agraria). Yang boleh menjadi pemegangnya adalah warga negara Indonesia (“WNI”), orang asing (warga negara asing/”WNA”) yang berkedudukan di Indonesia,badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia (pasal 42 UU Agraria)

Dalam masalah yang Anda uraikan, perkawinan pasangan tersebut merupakan perkawinan campuran, yaitu perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia (pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan/”UU Perkawinan”). Dalam hal perkawinan campuran demikian, WNI pelaku perkawinan campuran tidak dapat memiliki Hak Milik, Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna Bangunan. Hal ini karena dalam pasal 35 UU Perkawinan dinyatakan bahwa Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Jadi, ada percampuran harta di sini, dan pasangan yang berstatus WNA akan turut menjadi pemilik atas harta pihak yang berstatus WNI. Oleh karena itu, tidak boleh seorang WNI pelaku perkawinan campuran memegang Hak Milik, atau Hak Guna Bangunan, atau Hak Guna Usaha.

Akan tetapi, WNI dalam perkawinan campuran bisa memiliki Hak Milik, Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna Bangunan, dengan catatan bahwa yang bersangkutan mempunyai perjanjian perkawinan sebelum menikah, yang mengatur mengenai pemisahan harta kekayaan. Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka tidak terdapat percampuran harta sehingga harta yang dimiliki oleh para pihak tersebut adalah menjadi milik masing-masing.

Yang harus diingat, perjanjian perkawinan untuk memisahkan harta tersebut harus dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan. Ini sesuai dengan definisi perjanjian perkawinan dalam pasal 29 ayat 1 UU Perkawinan, yaitu:

“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”

Apabila pelaku perkawinan campuran tidak mempunyai perjanjian pemisahan harta yang dibuat sebelum perkawinan, maka mereka tidak dapat memiliki hak atas tanah yang berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan. Akan tetapi mereka bisa menjadi pemegang Hak Pakai. Sebagaimana dijelaskan di atas, Hak Pakai dapat dipegang oleh seorang WNA, sehingga tidak ada masalah walaupun sang pasangan masih berstatus WNA.

Perkawinan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia harus dilaporkan kepada  Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun(pasal 73 Perpres No. 25/2008). Namun, apabila jangka waktu satu tahun ini terlewati, pencatatan perkawinan masih bisa dilakukan melalui Pengadilan Negeri sesuai dengan domisili yang bersangkutan, dan dengan dikenai denda administratif sesuai pasal 107 Perpres No. 25/2008.

Demikian yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
-Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
-Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
-Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

Sumber:
-http://hukumonline.com/

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Status Kepemilikan Tanah untuk Orang Asing yang Telah Menjadi WNI"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!