Hikmah Disyariatkan Iddah

Hikmah Disyariatkan Iddah
Suatu keyakinan yang mesti menjadi pegangan umat Islam ialah ajaran Islam yang termuat di dalam Al Qur'an dan as sunnah merupakan petunjuk Allah yang harus menjadi pedoman bagi manusia khususnya kaum muslimin dan muslimat demi keselamatan hidupnya di dunia maupun di akhirat. Berbeda hal dengan ajaran-ajaran yang pernah diturunkan Allah sebelumnya dimana ajaran tersebut hanya diperuntukkan untuk kaum tertentu.
Ajaran Islam tidak hanya berlaku untuk kelompok atau kaum di dalam masyarakat tertentu serta tidak pula terbatas pada masa tertentu pula. Akan tetapi ajaran Islam sejak diturunkan telah ditetapkan sebagai pegangan dari semua kelompok dan kaum manusia pada berbagai tempat dan waktu sampai akhir masa (zaman).
Demikian pula halnya dengan masalah iddah yang merupakan suatu syari’at yang telah ada sejak zaman dahulu yang mana mereka tidak pernah meinggalkan kebiasaan ini dan tatkala Islam datang kebiasaan itu diakui dan dijalankan terus karena banyak terdapat kebaikan dan faedah di dalamnya.
Para ulama’ telah mencoba menganalisa hikmah disyariatkannya iddah secara global dapat disebutkan sebagai berikut :
  1. Untuk mengetahui bersihnya rahim seorang perempuan, sehingga tidak tercampur antara keturunan seseorang dengan yang lain, atau dengan kata agar tidak terjadi percampuran dan kekacauan nasab. 
  2. Memberikan kesempatan kepada suami istri yang berpisah untuk berfikir kembali, apakah untuk rujuk kembali kepada istrinya ataukah akan meneruskan cerai tersebut jika hal tersebut dianggap lebih baik. 
  3. kebaikan perkawinan tidak dapat terwujud sebelum kedua suami istri sama-sama hidup lama dalam ikatan aqadnya.
Untuk lebih jelas dan lebih mendetailnya hikmah disyariatkannya iddah tersebut maka dapat dikemukakan seperti di bawah ini. 
  • Sebagai Pembersih Rahim
Ketegasan penisaban keturunan dalam Islam merupakan hal yang amat penting. Oleh karena itu segala ketentuan untuk menghindari terjadinya kekacauan nisab keturunan manusia ditetapkan di dalam Al Qur'an dan As Sunnah dengan tegas. Diantara ketentuan tersebut adalah larangan bagi wanita untuk menikah dengan beberapa orang pria dalam waktu yang bersamaan.  Dan disamping itu untuk menghilangkan keraguraguan tentang kesucian rahim perempuan tersebut, sehingga pada nantinya tidak ada lagi keragu-raguan tentang anak yang dikandung oleh perempuan itu apabila ia telah kawin lagi dengan laki-laki yang lain.
  • Kesempatan untuk berfikir
Iddah khususnya dalam talak ra’ji merupakan suatu tenggang waktu yang memungkinkan tentang hubungan mereka. Dalam masa ini kedua belah pihak dapat mengintropeksi diri masing-masing guna mengambil langkah-langkah yang lebih baik. Terutama bila mereka telah mempunyai putra-putri yang membutuhkan kasih sayang dan pendidikan yang baik dari orang tuanya. Disamping itu memberikan kesempatan berfikir kembali dengan pikiran yang jernih setelah mereka menghadapi
keadaan rumah tangga yang panas dan yang demikian keruh sehingga mengakibatkan perkawinan mereka putus. Kalau pikiran mereka telah jernih dan dingin diharapkan pada nantinya suami akan merujuk istri kembali dan begitu pula si istri tidak menolak untuk rujuk dengan suaminya kembali. Sehingga perkawinan mereka dapat diteruskan kembali.
  • Kesempatan untuk bersuka cita
Iddah khususnya dalam kasus cerai mati, adalah masa duka atau bela sungkawa atas kematian suaminya. Cerai karena mati ini merupakan musibah yang berada di luar kekuasaan manusia untuk membendungnya. Justru itu mereka telah berpisah secara lahiriyah akan tetapi dalam hubungan batin mereka begitu akrab. Jadi apabila perceraian tersebut karena salah seorang suami istri meninggal dunia, maka masa iddah itu adalah untuk menjaga agar nantinya jangan timbul rasa tidak senang dari pihak keluarga suami yang ditinggal, bila pada waktu ini si istri menerima lamaran ataupun ia melangsungkan perkawinan baru dengan laki-laki lain.
  • Kesempatan untuk rujuk
Apabila seorang istri dicerai karena talak yang mana bekas suami tersebut masih berhak untuk rujuk kepada bekas istrinya. Maka masa iddah itu adalah untuk berpikir kembali bagi suami untuk apakah ia akan kembali sebagai suami istri. Apabila bekas suami berpendapat bahwa ia sanggup mendayung kehidupan rumah tangganya kembali, maka ia boleh untuk merujuk kembali istrinya dalam masa iddah. Sebaliknya apabila suami berpendapat bahwa tidak mungkin melanjutkan kehidupan rumah tangga kembali, ia harus melepas bekas istrinya secara baik-baik dan jangan menghalang-halangi bekas istrinya itu untuk kawin dengan lakilaki lain.
Dengan demikian tampak dengan jelas bahwa iddah itu memiliki berbagai keutamaan di berbagai aspek, yang mana masing-masing mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Sehubungan dengan itu maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa :
  1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern tidaklah dapat mengubah ketentuan dalam kasus-kasus yang sudah jelas dikemukakan dan ditetapkan oleh Al Qur'an dan as sunnah. Namun hanya dalam kasus wathsyubhat dan zina perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan, sebab hukum antara pria dan wanita dalam kasus ini hanya terkait pada masalah dhuhul yang menggunakan kesucian rahim. 
  2. Meskipun terdapat keyakinan bahwa rahim perempuan (istri) bersih dan diantara mereka (suami istri) tidak mungkin rujuk kembali, namun tidaklah dapat dibenarkan bagiperem tersebut (bekas istri) melanggar ketentuan iddah yang sudah dibentukan. 
  3. Begitu pula sebaliknya tidaklah dapat dibenarkan untuk memperpanjang iddah bagi istri yang dapat mengakibatkan penganiayaan maupun yang mendatangkan keuntungan baik bagi bekas suami ataupun bagi bekas istri.
 Referensi:
-Muhtar, Kamal, 1987. Asas Hukum Perkawinan, cet. II, Jakarta:Bulan Bintang.
-Mahfud, Moh., 1993.Pengadilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, cet. I, Yogyakarta:Yogyakarta Press.
-Soemiyati, 1982. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, cet. I,
-Sabiq, Sayyid, 1987. Fiqih Sunnah Jilid VIII, terj. Drs. Muh. Thalib, Bandung:PT Al Ma’ruf.
Yogyakarta:Liberty.
-Yanggo, Chuzaiman T. dkk., 1994. Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet. I, PT. Jakarta: Pustaka Firdaus.

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Hikmah Disyariatkan Iddah"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!