Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Perniagaan
Dalam arti
secara etimologi, zakat merupakan kata dasar (lafadz mashdar) dari kata zaka
yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji yang semua arti itu sangat
populer dalam penerjemahan baik Al Qur’an maupun Hadits. Sedangkan zakat dari
segi istilah fikih berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
diserahkan kepada orang-orang yang berhak”. Jumlah yang dikeluarkan dari
kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat
lebih berarti dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan. Terkadang kata
“zakat” disebutkan dengan menggunakan kata lain, seperti:
1. Kata “Infaq”
dalam firman Allah QS At-Taubah ayat 34:
“Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim
Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benarbenar memakan harta orang dengan jalan
batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.
2. Kata
“Shodaqoh” dalam firman Allah QS. At Taubah ayat 103:
“Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
3. Haq
“Dan dialah
yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon
korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihlebihan”.
Sedangkan
perniagaan menurut istilah fikih adalah mentasarufkan (mengolah) harta dengan
cara tukar menukar untuk memperoleh laba dan disertai dengan niat berdagang.
Istilah tijarah sebenarnya tidak hanya diidentikkan dengan istilah niaga atau
perdagangan atau jual beli saja, namun ia juga mencakup setiap transaksi (akad)
yang menggunakan system pertukaran dengan maksud mencari keuntungan dengan
disertai niat.
Harta yang
menjadi sarana tijarah ini disebut dengan harta tijarah atau harta perniagaan.
Harta tijarah atau harta perniagaan adalah harta yang dimiliki dengan akad
tukar menukar dengan tujuan untuk memperoleh laba dan harta yang dimilikinya
itu harus merupakan hasil usaha sendiri. Dengan demikian termasuk kategori
tijarah adalah jual beli (barang atau jasa), sewa menyewa, akad bagi hasil,
perseroan atau syirkah dan setiap transaksi yang didalamnya terdapat tukar
menukar.
Dasar Hukum
Zakat Perniagaan
Hukum
melaksanakan zakat perniagaan ini adalah wajib menurut imam empat madzhab.
Sedangkan menurut Imamiah adalah sunnah. Adapun dasar hukum zakat perniagaan
ini adalah terdapat dalam beberapa firman Allah SWT sebagai berikut:
QS. At Taubah
ayat 103:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
QS. Al-Baqarah
ayat 267:
“Hai
orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu.
Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata (enggan) terhadapnya.
dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji“.
QS.
Adz-Dzariyaat ayat 19:
“Dan pada harta
benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang
tidak meminta”.
Hukum wajib
dalam melaksanakan zakat perniagaan ini tidak sampai pada maqom atau tingkatan
mengkafirkan seseorang apabila ditinggalkan, karena hukum mengeluarkan zakat
perniagaan ini masih terdapat khilaf fi wujubihi atau perselisihan pendapat
diantara ulama dalam mewajibkan zakat perniagaan ini. Bahkan terdapat
segolongan ulama yang sama sekali tidak mewajibkannya.
Setiap
transaksi yang menggunakan sistem pertukaran dan diniatkan untuk berdagang dan
telah memenuhi syarat-syarat zakat perniagaan wajib dikeluarkan zakat
tijarahnya. Sedangkan untuk transaksi yang tidak menggunakan sistem pertukaran
atau tidak pula disertai niat untuk berdagang maka tidak wajib dikeluarkan
zakatnya. Seperti harta warisan, hibah dan lain sebagainya.
Sumber:
-Khoir,
Muhammad Masykur, Risalah Zakat. Duta Karya Mandiri, Kediri, 2006.
-Musthafa,
Misbah, Tarjamah Fathu Al-Mu’in. Maktabah Al-Balagh Bangilan, Tuban, tt.
-Mughniyah,
Muhammad Jawad, Fiqih Lima Madzhab. PT. Lentera Basritama, Jakarta, 2001.
-Sudirman,
Zakat Dalam Pusaran Arus Modern. UIN Malang Press, Malang, 2007.
0 Response to "Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Perniagaan"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!