Prof Dr Nasaruddin Umar: Lailatul Qadar Bermakna Simbolik
Lailatul Qadar
menjadi sangat karib di telinga umat Islam pada paruh akhir Ramadhan. Malam
seribu bulan, begitu Alquran menggambarkan kemuliaannya, ini diyakini datang
pada paruh terakhir Ramadhan itu, khususnya pada malam-malam ganjil. Maka tak
heran jika kemudian kegiatan itikaf menjadi sarana untuk melabuhkan harapan
mendapatkan Lailatulkadar. Namun menurut Prof Dr Nasaruddin Umar, Guru Besar
Ilmu Tafsir UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Lailatul Qadar bukan menyatakan
fakta pada sebuah malam. ''Lailatul Qadar memiliki makna simbolik yang berarti
kondisi hati yang damai, khusyuk, dan tenang,'' katanya. Wakil direktur Pusat Studi Quran (PSQ)
ini mengungkapkan lebih banyak tentang Lailatul Qadar. Berikut ini petikannya:
Mendekati masa akhir Ramadhan banyak orang berlomba meningkatkan intensitas
ibadahnya serta berbekal harap agar mendapatkan malam yang nilainya
lebih dari seribu bulan yaitu Lailatul Qadar.
Menurut Anda apa makna sebenarnya
dari Lailatul Qadr?
Ada dua makna yang terkandung dalam kata Lailtul Qadar. Makna pertama adalah
sebuah fakta bahwa Lailatul Qadar merupakan keadaan malam yang gulita. Tetapi
ada makna lain yang penting kita ketahui yaitu makna simbolik, artinya bahwa
Lailataul Qadar itu diartikan sebagai kondisi ketenangan, kesejukan, keindahan,
kerinduan serta kekhusyukan yang bersemayam di dalam hati kita. Kalau kita
merujuk pada makna simbolik maka mungkin saja di siang bolong seseorang dapat
merasakan ketenangan maupun kekhusyukan hati pada saat ia menunaikan ibadah
kepada Allah. Ia merasakan ketenangan dan kedamaian dalam hatinya. Dan ia pun
merasakan perubahan dalam dirinya yang kemudian ia wujudkan dalam
perilaku sehari-harinya. Sebaliknya jika kita mengartikan Lailatul Qadar
sebagai sebuah fakta maka akan muncul pertanyaan mendasar. Bila di Indonesia
menujukkan pukul 24.00 maka di Amerika menunjukkan pukul 12.00 siang. Jadi
kalau di Indonesia pada saat itu terjadi Lailatul Qadr berarti di Amerika tak
akan mendapatkannya karena selisih waktunya berbeda sangat jauh dengan Indonesia.
Menurut Anda, hal apa yang paling penting dalam memberikan makna pada Lailatul
Qadar?
Bagi saya, hal yang terpenting adalah bukan pada malamnya. Misalnya, ukuran
Indonesia, Makkah, ataupun Amerika. Tetapi yang harus menjadi perhatian kita
adalah bagaimana suasana yang terwujud dalam hati kita, bahwa hati kita
kemudian mengalami pencerahan yang akan menuntun diri kita untuk berbuat lebih
baik. Ada bekas-bekas yang tergores dalam hati kita yang akhirnya akan
menentukan pola perilaku kita pada hari-hari berikutnya. Jadi makna Lailatul
Qadar adalah sesuatu yang terpatri dalam hati kemudian membekas dalam perilaku
yang digerakkan oleh anggota badan kita. Misalnya, sebelumnya kita
selalu berpengarai kasar namun kemudian kita berubah menjadi bersikap lemah lembut.
Mungkinkah Lailatul Qadar itu dapat dirasakan pada saat awal Ramadhan karena
selama ini umat Islam menyatakan bahwa Lailatul Qadqr ini hanya dapat dirasakan
khususnya pada malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir Ramadhan?
Betul, kalau kita merujuk pada arti Lailatul Qadar secara simbolik maka
perasaan tenang dalam hati dapat kita rasakan sejak awal Ramadhan. Pandangan
masyarakat mengenai kedatangan Lailatul Qadar pada malam ganjil itu adalah
asumsi-asumsi. Jadi malam ganjil itu tidaklah mutlak. Lagi-lagi itu adalah
rahasia Allah. Dan tak ada ketegasan yang menyatakan bahwa Lailatul Qadar itu
akan hadir pada malam-malam ganjil.Oleh karenanya kita harus berharap Lailatul
Qadar itu dapat kita rasakan dari awal hingga akhir Ramadhan. Maka sejak awal Ramadhan
umat Islam mestinya memiliki keinginan yang kuat untuk selalu menjalankan
ibadah dan malam-malam terakhir adalah upaya kita untuk terus meningkatkan
intensitas ibadah. Ini seperti dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para
sahabatnya. Pada malam-malam terakhir Ramadhan, seakan tak mau berpisah dengan
Ramadhan, mereka tetap dengan semangat tinggi menjalankan ibadah. Bahkan mereka
membentang tali yang diikatkan pada ujung-ujung tembok sehingga dapat
menyanggah badan mereka. Tujuannya agar mereka dapat menjalankan shalat, salah
satu laku ibadah, dan tak tertidur. Jika mereka akan rebah maka tali
itu akan menahan tubuh mereka.
Perlukah umat Islam sebelumnya membentuk pra
kondisi dalam dirinya agar dapat merasakan Lailatul Qadar?
Ya, memang harus ada pra kondisi yang kita siapkan. Bukan hanya pra kondisi
untuk mencapai Lailatul Qadar melainkan justru pra kondisi itu harusnya telah
ada sebelum Ramadhan datang. Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk
mampu membuat pra kondisi tersebut yaitu pada Bulan Syakban. Sebulan sebelum
Ramadhan, kan banyak peluang yang dapat digunakan untuk menempa diri kita. Pada
bulan tersebut ada puasa sunah yang sangat dianjurkan dan ibadah lainnya.
Inilah yang mestinya disadari akan menjadi pra kondisi yang sangat baik dalam menemui
Ramadhan dan merasakan nikmatnya Lailatul Qadar, yang tak harus menunggu hingga
malam-malam ganjil untuk merasakannya. Bahkan pada awal Ramadhan bisa saja kita
dapat merasakannya jika pra kondisi itu telah berhasil kita bangun. Dan pada
akhirnya kita akan dapat mengukur keberhasilan kita merasakan dan mendapatkan
Lailatul Qadar, dan secara umum keberhasilan kita dalam meniti Ramadhan, yaitu
apakah mulut kita masih suka berbohong, kemudian kedua tangan kita ini masihkah
digunakan untuk melakukan kejahatan dan langkah kaki kita apakah masih terus
menuju ke tempat-tempat maksiat atau sebaliknya. Kalau ada perubahan drastis
berarti Lailatul Qadar dan Ramadhan telah kita lewati dengan baik. Mungkin tak
semua umat Islam memiliki kesadaran untuk membangun pra kondisi dalam dirinya
untuk menyambut datangnya Ramadhan dan mendapatkan Lailatul Qadar.
Dengan
demikian, apakah semua orang akan dapat merasakan dan mendapatkan Lailatul
Qadar?
Semua orang akan berkesempatan untuk mendapatkan Lailatul Qadar. Hanya mungkin
intensitas atas kualitasnya yang berbeda. Orang-orang yang tak berpuasa tentu
akan mendapatkan tingkatan yang paling rendah. Saya katakan demikian karena
Ramadhan adalah bulan curahan rahmat sehingga siapapun akan mendapatkan rahmat
Allah yang dicurahkan melalui Ramadhan tersebut. Ternyata, curahan rahmat itu
tak hanya diberikan secara spiritual tetapi juga secara material. Kita bisa
melihat bagaimana Ramadhan telah menjadi pemantik perkembangan ekonomi
masyarakat. Baik dalam bidang perdagangan maupun jasa angkutan dengan adanya
fenomena mudik di dalam masyarakat kita. Kita bisa bayangkan berapa jumlah uang
yang berputar selama Ramadhan tersebut. Ini merupakan sesuatu yang menarik
untuk dicermati. Lailatul Qadar dinyatakan memiliki nilai setara dengan seribu
bulan.
Sebenarnya apa maksud dari pernyataan tersebut?
Bilangan seribu itu adalah bilangan maksimum yang diketahui pada masa nabi
dengan demikian pernyataan yang keluar adalah bahwa Lailatul Qadar memiliki
kemulian melebihi seribu bulan. Sehingga bilangan ini tidaklah eksak bisa saja
dinyatakan bahwa kemuliannya melebih miliaran atau bahkan triliunan bulan. Di
sini menunjukkan bahwa seseorang yang mendapatkan Lailatul Qadar sangat
beruntung. Meski demikian saya berharap masyarakat tak memitoskan Lailatul
Qadar. Untuk saat ini mungkin tak terjadi, tetapi pada masa dulu hal ini banyak
terjadi. Pada malam yang dianggap merupakan datangnya Lailatul Qadar, banyak
orang yang membawa air dan jika membeku maka dianggap itu adalah Lailatul
Qadar. Dan kemudian mereka meminta apa yang mereka inginkan bahkan mereka telah
mencatatnya dalam sebuah daftar permintaan. Selain Lailatul Qadar yang menjadi
fokus, pada sepuluh malam terakhir Ramadhan umat Islam disibukkan dengan
itikaf.
Apa sebenarnya tujuan dari itikaf tersebut?
Melalui itikaf, umat Islam dituntun untuk membuka topeng yang ada di dalam
dirinya. Malam-malam itu sangatlah penting karena adanya peluang munculnya
kesadaran dalam diri seseorang siapa sebenarnya dirinya yang sudah pasti akan
kembali kepada Allah. Jangan sampai kita hanya menjadi onggokan nafsu yang
hanya memburu keinginan-keinginan. Justru kesuksesan Ramadan adalah
berkurangnya kekuasaan nafsu dan tertanamnya sifat-sifat Allah di dalam hati
kita.
0 Response to "Prof Dr Nasaruddin Umar: Lailatul Qadar Bermakna Simbolik"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!