Unsur-unsur Taubat
Unsur-unsur Taubat - Terma dari akar
kata "t-w-b" dalam bahasa Arab menunjukkan pengertian: pulang dan
kembali. Sedangkan taubat kepada Allah SWT berarti pulang dan kembali ke
haribaan-Nya serta tetap di pintu-Nya.
Karena pada
dasarnya manusia harus bersama Allah SWT dan selalu berhubungan dengan-Nya, dan
tidak menjauhi-Nya. Manusia tidak dapat membebaskan diri dari Allah SWT untuk
memikirkan kehidupan fisiknya saja, juga tidak dapat membebaskan dirinya dari
Allah SWT karena memikirkan kebutuhan hidup ruhaninya saja. Bahkan kebutuhannya
kepada Allah SWT di akhirat akan lebih besar dari kebutuhannya di dunia. Karena
kehidupan dan kebutuhan fisik itu secara bersamaan juga dilakukan oleh binatang
yang tidak dapat berpikir, sementara kebutuhnan ruhani adalah sisi yang menjadi
ciri pembeda manusia dari hewan dan binatang.
Allah SWT telah
menciptakan manusia dari dua unsur. Di dalam tubuhnya terdapat unsur tanah,
juga unsur ruh. Inilah yang menjadikannya layak dijadikan objek sujud oleh
malaikat sebagai penghormatan dan pemuliaan kedudukannya. Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada
malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah".
Maka apabila telah Ku sempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." QS. Shaad: 71-72..
Allah SWT tidak
memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam kecuali setelah Allah SWT
memperbagus bentuknya dan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya.
Ketika manusia
ta'at kepada Rabbnya berarti tiupan ruh itu mengalahkan sisi tanahnya. Atau
dengan kata lain, sisi ruhani mengalahkan sisi materi. Dan sisi Rabbani
mengalahkan sisi tanah yang rendah. Maka manusia meningkat dan mendekat kepada
Rabbnya, sesuai dengan usahanya untuk meningkatkan sisi ruhaninya ini.
Ketika manusia
berbuat maksiat terhadap Rabbnya, maka posisi itu terbalik; sisi tanah
mengalahkan sisi ruh, dan sisi materi yang rendah mengalahkan sisi Rabbani yang
tinggi. Maka manusia merendah dan menjadi lebih hina, serta menjauh dari Allah
SWT sesuai dengan seberapa jauh dosa dan kemaksiatan yang ia lakukan.
Kemudian taubat
memberikan kesempatan kepadanya untuk mencapai apa yang tidak ia dapatkan,
serta meluruskan kembali perjalanan hidupnya. Maka manusia itupun kembali
menaik setelah kejatuhannya, dan mendekat kepada Rabbnya setelah ia
menjauhi-Nya, serta kembali kepada-Nya setelah memberontak dari-Nya.
Taubat yang
diperintahkan agar dilakukan oleh kaum mu'minin adalah taubat nasuha (yang
semurni-murninya) seperti disebut dalam Al Quran:
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya." QS. at-Tahrim: 8
Kemudian apa
makna taubat nasuha itu.
Al-Hafizh Ibnu
Katsir berkata dalam kitab tafsirnya: "artinya adalah, taubat yang
sebenarnya dan sepenuh hati, akan menghapus keburukan-keburukan yang dilakukan
sebelumnya, mengembalikan keaslian jiwa orang yang bertaubat, serta menghapus
keburukan-keburukan yang dilakukannya."
Sedangkan nasuha
adalah redaksi hiperbolik dari kata nashiih. Seperti kata syakuur dan shabuur,
sebagai bentuk hiperbolik dari syakir dan shabir. Dan terma "n-sh-h"
dalam bahasa Arab bermakna: bersih. Dikatakan dalam bahasa Arab: "nashaha
al 'asal" jika madu itu murni, tidak mengandung campuran. Sedangkan
kesungguhan dalam bertaubat adalah seperti kesungguhan dalam beribadah. Dan
dalam bermusyawarah, an-nush itu bermakna: membersihkannya dari penipuan,
kekurangan dan kerusakan, dan menjaganya dalam kondisi yang paling sempurna. An
nush-h (asli) adalah lawan kata al-gisysy-(palsu).
Pendapat
kalangan salaf berbeda-beda dalam mendefinisikan hakikat taubat nasuha itu.
Hingga Imam Al Qurthubi dalam tafsinrya menyebut ada dua puluh tiga pendapat.
(Lihat: Tafsir al Qurthubi ayat ke delapan dari surah at Tahrim). Namun
sebenarnya pengertian aslinya hanyalah satu, tetapi masing-masing orang
mengungkapkan kondisi masing-masing, atau juga dengan melihat suatu unsur atau
lainnya.
Ibnu Jarir, Ibnu
Katsir dan Ibnu Qayyim menyebutkan dari Umar, Ibnu Mas'ud serta Ubay bin Ka'b
r.a. bahwa pengertian taubat nasuha: adalah seseorang yang bertaubat dari
dosanya dan ia tidak melakukan dosa itu lagi, seperti susu tidak kembali ke
payudara hewan. Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud dengan marfu': taubat dari
dosa adalah: ia bertaubat darinya (suatu dosa itu) kemudian ia tidak
mengulanginya lagi." Sanadnya adalah dha'if. Dan mauquf lebih tepat,
seperti dikatakan oleh Ibnu Katsir.
Hasan Al Bashri
berkata: taubat adalah jika seorang hamba menyesal akan perbuatannya pada masa
lalu, serta berjanji untuk tidak mengulanginya.
Al Kulabi
berkata: Yaitu agar meminta ampunan dengan lidah, menyesal dengan hatinya,
serta menjaga tubuhnya untuk tidak melakukannnya lagi.
Sa'id bin
Musayyab berkata: taubat nasuha adalah: agar engkau menasihati diri kalian
sendiri.
Kelompok pertama
menjadikan kata nasuha itu dengan makna maf'ul (objek) yaitu orang yang taubat
itu bersih dan tidak tercemari kotoran. Maknanya adalah, ia dibersihkan,
seperti kata raquubah dan haluubah yang berarti dikendarai dan diperah. Atau
juga dengan makna fa'il (subjek), yang bermakna: yang menasihati, seperti
khaalisah dan shaadiqah.
Muhammad bin
Ka'b al Qurazhi berkata: taubat itu diungkapkan oleh empat hal: beristighfar
dengan lidah, melepaskannya dari tubuh, berjanji dalam hati untuk tidak
mengerjakannya kembali, serta meninggalkan rekan-rekan yang buruk. (Madaarij
Saalikiin : 1/ 309, 310. Cetakan As Sunnah Al Muhammadiyyah, dengan tahqiq
Syaikh Muhammad Hamid al Faqi. Dan tafsir Ibnu Katsir : 4/ 391, 392).
Taubat tidak
sekadar mengucapkan dengan lidah, seperti dipahami oleh kalangan awam. Ketika
salah seorang dari mereka datang kepada seorang tokoh agama ia berkata
kepadanya: "Pak kiyai, berilah taubat kepada saya". Kiyai itu akan
menjawab: "ikutilah perkataanku ini!": "aku taubat kepada Allah
SWT, aku kembali kepada-Nya, aku menyesali dosa yang telah aku lakukan, dan aku
berjanji untuk tidak melakukan maksiat lagi selamanya, serta aku membebaskan
diri dari seluruh agama selain agama Islam".
Dan ketika ia
telah mengikuti ucapan kiyai itu dan pulang, ia menyangka bahwa ia telah
selesai melakukan taubat!.
Ini adalah
bentuk kebodohan dua pihak sekaligus: kebodohan orang awam itu, serta sang
kiyai juga. Karena taubat bukan sekadar ucapan dengan lidah saja, karena jika
taubat hanya sekadar berbuat seperti itu, alangkah mudahnya taubat itu.
Taubat adalah
perkara yang lebih besar dari itu, dan juga lebih dalam dan lebih sulit.
Ungkapan lisan itu dituntut setelah ia mewujudkannya dalam tindakannya. Untuk kemudian
ia mengakui dosanya dan meminta ampunan kepada Allah SWT. Sedangkan sekadar
istighfar atau mengungkapkan taubat dengan lisan --tanpa janji dalam hati-- itu
adalah taubat para pendusta, seperti dikatakan oleh Dzun Nun al Mishri. Itulah
yang dikatakan oleh Sayyidah Rabi'ah al 'Adawiyah: "istighfar kita
membutuhkan istighfar lagi!" Hingga sebagian mereka ada yang berkata:
"aku beristighfar kepada Allah SWT dari ucapanku: 'aku beristighfar kepada
Allah SWT'". Atau taubat yang hanya dengan lisan, tidak disertai dengan
penyesalan dalam hati!
Sementara
hakikat taubat adalah perbuatan akal, hati dan tubuh sekaligus. Dimulai dengan
perbuatan akal, diikuti oleh perbuatan hati, dan menghasilkan perbuatan tubuh.
Oleh karena itu, al Hasan berkata: "ia adalah penyesalan dengan hati,
istighfar dengan lisan, meninggalkan perbuatan dosa dengan tubuh, dan berjanji
untuk tidak akan mengerjakan perbuatan dosa itu lagi."
0 Response to "Unsur-unsur Taubat"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!