Kedudukan Fatwa MUI Dalam Hukum Indonesia
Kedudukan Fatwa MUI Dalam
Hukum Indonesia
Pengertian
Fatwa
Fatwa menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (“KBBI”) adalah keputusan atau pendapat yang diberikan oleh mufti
tentang suatu masalah dengan kata lain yaitu nasihat orang alim.
Peran dan
Fungsi Majelis Ulama Indonesia
Sedangkan yang
dimaksud dengan Majelis Ulama Indonesia (“MUI”) menurut Peraturan
Presiden Nomor 151 Tahun 2014 Tentang Bantuan Pendanaan Kegiatan Majelis Ulama
Indonesia (“Perpres 151/2014”) adalah wadah musyawarah para ulama, pemimpin dan
cendekiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami
serta meningkatkan partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional.
MUI merupakan
mitra pemerintah dalam penyelenggaraan program pembangunan pengembangan
kehidupan yang islami.
Bahwa MUI adalah
wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim
Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam
mewujudkan cita-cita bersama.
MUI sebagai
wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk:
a. memberikan
bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama
dan bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala;
b. memberikan
nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada
Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah
Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan
kesatuan bangsa serta;
c. menjadi
penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik
antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional;
d. meningkatkan hubungan
serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam
memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan
mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.
dalam khitah
pengabdian MUI telah dirumuskan lima fungsi dan peran utama MUI yaitu:
1. Sebagai pewaris
tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya)
2. Sebagai pemberi fatwa
(mufti)
3. Sebagai pembimbing dan
pelayan umat (Riwayat wa khadim al ummah)
4. Sebagai gerakan Islah wa
al Tajdid
5. Sebagai penegak amar
ma’ruf dan nahi munkar
Fatwa Dalam
Hukum Islam
Sebagaimana
yang kami sarikan dari Mohammad Daud Ali dalam buku Hukum Islam: Pengantar
Ilmu Hukum dan Tata hukum Islam di Indonesia (hal. 71-111)
sumber-sumber hukum Islam adalah:
1. al-Qur’an;
2. as-Sunnah (al-Hadits);
3. Akal
pikiran (ra’yu) manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad karena
pengetahuan dan pengalamannya, dengan mempergunakan berbagai metode atau cara,
diantaranya adalah ijma’, qiyas, istidal, al-masalih al-mursalah, istihsan,istishab,
dan urf.
Lebih lanjut
Mohammad Daud Ali menjelaskan bahwa metode ijtihad adalah:
1. Ijma’
Ijma’ adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat
para ahli mengenai masalah pada suatu tempat di suatu masa.
2. Qiyas
Qiyas adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak
terdapat ketentuannya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah atau al-Hadits dengan hal (lain) yang
hukumnya disebut dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul (yang
terdapat dalam kitab-kitab hadis) karena persamaan illat (penyebab atau alasan)
nya.
3. Istidal
Istidal adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang
berlainan. Misalnya menarik kesimpulan dari adat istiadat dan hukum agama yang
diwahyukan sebelum Islam.
4. Masalih
al mursalah
Adalah cara menemukan hukum suatu hal yang
tidak terdapat ketentuannya baik dalam al-Qur’an maupun dalam
kitab-kitab hadis, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau
kepentingan umum.
5. Istisan
Istisan adalah cara menentukan hukum dengan jalan
menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial.
6. Istishab
Istishab adalah menetapkan hukum sesuatu hal menurut
keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya.
7. ‘urf
‘urf atau adat istiadat yang tidak bertentangan
dengan hukum Islam dapat dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang
bersangkutan.
Menurut Sulaiman Abdullah dalam buku Hukum Islam
Permasalahan dan Fleksibilitas (hal. 65)
mengatakan bahwa fatwa sahabat diterbitkan berdasarkan pemikiran dan ijtihad
melalui riwayat yang masyhur dan tidak diingkari seorang pun, termasuk dalam
kategoriijma’ sukuty.
Jadi fatwa
merupakan ketentuan hukum Islam yang diterbitkan berdasarkan pemikiran dan ijtihad dengan cara ijma’, yaitu
persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai masalah pada suatu
tempat di suatu masa.
Kedudukan
Fatwa MUI Sebagai Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 1 angka
2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (“UU 12/2011”) menjelaskan bahwa Peraturan
Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi;
dan
g. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota
Jenis
Peraturan Perundang-undangan selain yang disebutkan di atas, mencakup peraturan
yang ditetapkan oleh.
a. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR);
b. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR);
c. Dewan
Perwakilan Daerah (DPD);
d. Mahkamah
Agung (MA);
e. Mahkamah
Konstitusi (MK);
f. Badan
Pemeriksa Keuangan(BPK);
g. Komisi
Yudisial (KY);
h. Bank
Indonesia (BI);
i. Menteri;
j. Badan,
lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau
Pemerintah atas perintah Undang-Undang;
k. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi;
l. Gubernur;
m. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota;
n. Bupati/Walikota;
o. Kepala
Desa atau yang setingkat.
Jika merujuk
pada jenis dan hierarki sebagaimana tersebut dalam UU 12/2011 di atas, maka
kedudukan Fatwa MUI bukan merupakan suatu jenis
peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kedudukan MUI
dan Fatwa MUI dalam Perspektif Ketatanegaraan
Menurut Ainun Najib dalam Jurnal yang
berjudul Fatwa Majelis Ulama Indonesia Dalam Perspektif Pembangunan Hukum
Responsif (hal. 375-375)
sebagaimana yang kami sarikan, kedudukan MUI dalam ketatanegaraan Indonesia
sebenarnya adalah berada dalam elemen infra struktur ketatanegaraan, sebab MUI
adalah organisasi Alim Ulama Umat Islam yang mempunyai tugas dan fungsi untuk
pemberdayaan masyarakat/umat Islam, artinya MUI adalah organisasi yang ada
dalam masyarakat, bukan merupakan institusi milik negara atau merepresentasikan
negara.
Lebih lanjut
dijelaskan, artinya fatwa MUI bukanlah hukum negara yang mempunyai kedaulatan
yang bisa dipaksakan bagi seluruh rakyat, fatwa MUI juga tidak mempunyai sanksi
dan tidak harus ditaati oleh seluruh warga negara. Sebagai sebuah kekuatan
sosial politik yang ada dalam infra struktur ketatanegaraan, Fatwa MUI hanya
mengikat dan ditaati oleh komunitas umat Islam yang merasa mempunyai ikatan
terhadap MUI itu sendiri. Legalitas fatwa MUI pun tidak bisa dan mampu memaksa
harus ditaati oleh seluruh umat Islam.
Ainun menambahkan bahwa fatwa sendiri
pada hakikatnya tak lebih dari sebuah pendapat dan pemikiran belaka, dari
individu ulama atau institusi keulamaan, yang boleh diikuti atau justru
diabaikan sama sekali.
Moh Mahfud MD, Guru Besar
Hukum Tata Negara, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2008-2013 juga
mempunyai pendapat serupa dalam artikel yang berjudul Fatwa MUI
dan Living Law Kita mengatakan bahwa dari sudut konstitusi dan hukum, fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) tidak mengikat dan tidak bisa dipaksakan melalui penegak hukum.
Lebih lanjut Mahfud berpendapat fatwa itu
tidak lebih dari pendapat hukum (legal opinion) yang boleh diikuti dan
boleh tidak diikuti. Dari sudut peraturan yang bersifat abstrak, fatwa baru
bisa mengikat kalau sudah diberi bentuk hukum tertentu oleh lembaga yang
berwenang, misalnya dijadikan undang-undang atau peraturan daerah sehingga
menjadi hukum positif. Bahwa ada orang Islam yang mau melaksanakan fatwa itu
bisa saja sebagai kesadaran beragama secara pribadi, bukan sebagai kewajiban
hukum.
Bagaimana
kedudukan fatwa MUI di depan pengadilan? Mahfud menjelaskan bahwa Fatwa MUI di
depan pengadilan bisa dijadikan keterangan dan atau pendapat ahli, bahkan
doktrin, dalam rangka pembuktian kasus konkret-individual (in concreto),
bukan sebagai peraturan yang abstrak-umum (in abstracto).
Perkembangan
Fatwa MUI
Meskipun Fatwa
MUI bukan merupakan salah satu suatu jenis peraturan perundang-undangan yang
diakui di Indonesia menurut Yeni
Salma Barlinti dalam kesimpulan
disertasinya yang berjudul “Kedudukan Fatwa DSN dalam Sistem Hukum Nasional”,
yang telah dipertahankan dalam ujian program doktor Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (FHUI) sebagaimana yang kami kutip dari artikel Fatwa DSN
Merupakan Hukum Positif Mengikat, dijelaskan bahwa dalam perkembangannya,
beberapa fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) merupakan hukum positif yang mengikat. Sebab, keberadaannya sering dilegitimasi lewat
peraturan perundang-undangan oleh lembaga pemerintah, sehingga harus
dipatuhi pelaku ekonomi syariah.
Jadi fatwa MUI
itu tidak mengikat bagi warga
negara, tetapi bisa saja bersifat mengikat selama diserap ke dalam peraturan
perundang-undangan.
Dasar
Hukum:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
2. Peraturan
Presiden Nomor 151 Tahun 2014 Tentang Bantuan Pendanaan Kegiatan Majelis Ulama
Indonesia.
Referensi:
1. Ainun
Najib. Fatwa Majelis Ulama
Indonesia Dalam Perspektif Pembangunan Hukum Responsif. Jurnal: Volume 4, No.
2, Desember 2012.
2. Mohammad
Daud Ali .Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Islam di Indonesia
Edisi Keenam.Jakarta. 1998.
3. Sulaiman
Abdullah .Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibilitas. Jakarta:Sinar Grafika.
2004.
Sumber:
www.hukumonline.com | Jumat, 30 Desember 2016
0 Response to "Kedudukan Fatwa MUI Dalam Hukum Indonesia"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!