Menjaga Kualitas Haji Mabrur


Menjaga Kualitas Haji Mabrur
Menjaga Kualitas Haji Mabrur - Akhmad Syarief Kurniawan (Anggota GP Ansor NU Kotagajah, Lamteng) mungatakan: Ibadah haji akan berkembang terus setiap tahunnya. Sebab, setiap muslim pasti berharap mendapat kesempatan menjadi tamu Allah SWT. Seruan ini disebutkan dalam firman Allah dalam Surat Al Hajj Ayat 27-28 yang artinya : ’’Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segala penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah SWT pada hari yang telah ditentukan atau rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian dari padanya dan sebagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi miskin’’.

Suatu hal yang perlu disadari bagi kita, baik pernah menunaikan ibadah haji maupun belum, yakni memperdalam pemahaman ibadah ini. Untuk apa sebenarnya Allah mensyariatkan ibadah haji yang mampu secara fisik, mental, dan biaya ke Makkatul Mukarromah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ali Imron Ayat 97 yang artinya: ’’Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah’’.   

Melalui haji, ada tiga hal yang kita cermati bersama. Pertama, apa sebenarnya yang diharapkan dengan melaksanakan ibadah haji ke Makkatul Mukarromah? Kedua, apa saja yang tersirat dari ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima? Ketiga, bagaimana upaya memelihara kemabruran haji?

Untuk menjawab pertanyaan pertama setidaknya ada dua hal sehingga mampu menggerakkan hati kaum muslim untuk berbondong-bondong menuju Makkah. Yaitu ketulusan hati untuk bertaubat guna memperoleh ampunan Allah. Hari Arofah merupakan puncak pelaksanaan ibadah haji. Merupakan hari yang amat agung dan sakral. Sebab, pada hari tersebut Allah SWT mencurahkan segala rahmat dan maghfiroh (ampunan)-Nya bagi orang-orang yang melaksanakan wukuf. Kedua, memperoleh predikat haji mabrur. Untuk memperoleh predikat itu tentunya dimulai dari memantapkan dan meluruskan niat. Sebab, segala sesuatu bergantung niat. Jika diniatkan dengan tulus dan ikhlas semata-mata menuju rida Allah SWT, Insya Allah tercapai dan berhasil dengan baik. Sebaliknya, jika tidak atau kurang ikhlas, sia-sialah hasilnya. Lalu dengan tertib melaksanakan syarat, rukun, dan wajib haji sesuai ketentuan syariat. Apabila mau menambah, dengan melaksanakan sunah-sunahnya sehingga menjadi lengkap. Kemudian menjauhi semua larangan-larangan yang membatalkan haji atau pahalanya.  

Jika ketiga hal di atas mampu terpenuhi untuk dilaksanakan, Insya Allah predikat haji mabrur didapatkan di mana tidak ada lain kecuali surga sebagai imbalan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya: ’’Haji mabrur pahalanya tiada lain kecuali surga muttafaqun ’alaih’’.

Kedua, apa yang tersirat dari ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima adalah sebagaimana telah dikemukakan oleh seoramg ulama besar Islam, yaitu Abu A’lal Maududi. Beliau menyampaikan, Nabi Ibrahim AS dengan bersusah payah telah berhasil membangun rumah (Kakbah) sebagai tempat beribadah kepada Allah SWT. Atas usaha dan jerih payahnya itu, Allah telah memberikan penghargaan yang tinggi. Bahkan tempat itu ditetapkan menjadi kiblat bagi umat Islam sedunia.

Dari sisi sosial, karakter orang yang mendapatkan predikat haji mabrur seperti terungkap dalam sebuah hadis adalah gemar memberi makan dan memperbagus ucapan. Maksudnya ia suka bersedekah dan peduli terhadap sesama yang membutuhkan. Juga, ia selalu berkata jujur, amanah, dan tanggung jawab. Tidak membicarakan aib tetangga atau saudaranya.

Puncak ibadah haji adalah menghasilkan hadiah haji yang mabrur. Haji mabrur ditandai dengan berbekasnya makna simbol-simbol amalan yang dilaksanakan di tanah suci. Sehingga, makna-makna tersebut terwujud dalam bentuk sikap dan tingkah laku sehari-hari. Pakaian biasa ditanggalkan dan pakaian ihram dikenakan. Pakaian dapat melahirkan perbedaan dan menggambarkan status sosial. Di samping itu, bisa menimbulkan pengaruh psikologis. (M. Quraish Shihab, 2008)

Menanggalkan pakaian biasa berarti melepaskan segala macam perbedaan dan menghapus keangkuhan yang ditimbulkan oleh status sosial. Mengenakan pakaian ihram melambangkan persamaan derajat kemanusiaan dan menimbulkan pengaruh psikologis bahwa yang seperti itulah serta dalam keadaan demikianlah seseorang menghadap Allah pada saat kematiannya. Bukankah ibadah haji adalah kehadiran memenuhi panggilan Allah?

Apakah sekembalinya dari tanah suci masih ada keangkuhan di dalam jiwa? Masih terasa adanya perbedaan derajat kemanusiaan? Masih ingin menang sendiri dan menindas orang lain? Kalau masih ada, kita masih mengenakan pakaian biasa belum menanggalkannya.

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

2 Responses to "Menjaga Kualitas Haji Mabrur"

  1. semoga saudara2 kita yg telah melaksanakan rukun islam ke-5 menjadi haji mabrur.. amin.

    ReplyDelete
  2. amin.. amin.. serta yg belum mendapatkan panggilan berangkat ke tanah suci, semoga segera dpt melaksanakan ibadah haji..

    ReplyDelete

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!