Syirkah Dalam Fiqh Muamalah

A.      Pengertian Syirkah (Kerja Sama).
Syirkah Dalam Fiqh Muamalah       Syirkah menurut bahasa berarti Al-Ikhtilath atau khalatha ahada minal malaini yang artinya adalah campur atau percampuran dua harta menjadi satu. Demikian dinyatakan oleh Taqiyudin, yang dimaksud dengan percampuran di sini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.
Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berpendapat, antara lain:
عُقْدٌ بَيْنَ الْمُتشار كَيْنِ فِى رَأْسِ الْمَالِ والْرَّبْحِ
“Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.
Menurut Muhamad Al-Syabini Al-Khatib, yang dimaksud dengan syirkah ialah:
 Ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui)”.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie, bahwa yang dimaksud dengan syirkah ialah:
عُقْدٌ بَيْنَ شَخْصَيْنِ فَأَكْثَرَ عَلَى الْتعَاوْنِ فِى عَمَلٍ اِكْتِسَابِىٍّ وَاقْتِسَامِ اَرْبَاحِهِ
Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada  suatu usaha dan membagi keuntungannya”.
       Menurut idris ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing, dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing. Sehingga dapat di pahami bahwa yang di maksud syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugikannya ditanggung bersama. Yang paling ditekankan dalam syirkah yaitu asas kejujuran karena bertapapun, halini berhubungan dengan bisnis suatu kerjasama dalam usaha tertentu, hal ini juga telah dicontohkan oleh nabi dengan hadistnya :
 حَدَّ ثَنَ مُحَمَّدُ بن سُلُيمان المَصِيْصِي عن مُحَمَّدالزَبْرِقانَ عن ا بي حَيَّانَ التيْمِي , عن ابيْهِ , عن ابي هُرَيْرَة َرَفَعَهُ قال : انَا ثَلاِث ُالشَريْكيْنِ مَا لمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ, فَإذ خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا

"Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al- Mashishi dari Muhammad Al-Zabriqan dari Abi Hayyana Al-Taimi dari ayahnya dari Abi Hurairah  telah berkata Rasulullah : Aku adalah yang ke tiga dari dua orang yang bersekutu selama salah ssatu diantara keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya dan apabila mereka berkhianat aku keluar dari mereka" (HR : Abi Daud)

      Hadist ini di sebuitkan di dalam kitab hadist sebanyak empat kali yaitu di dalam kitab sunnah Abi Daud (3383), Al-Hakim (52) jus 2, Ad-Daruqutni (303), dan Al-Baihaqi (78) jus 6, tetapi kami hanya mengambil di dalam kitab sunnah Abi Daud.      
      Dari hadist diatas menjelaskan bahwa serikat itu adalah kerja sama atau perseroan dalam hal bisnis baik antara dua belah pihak maupun lebih dari dua orang   انَا ثَلاِث ُالشَريْكين,gambaran yang diberikan oleh hadist diatas adalah implikasi yang harus diutamakan dalam syirkah adalah kejujuran, maka tidak boleh ada perkhianayan antara kedua belah pihak.
      Perkhianatan yang dilakukan dapat merugikan pihak-pihak yang terkait, jika ada indikasi-indikasi atau telah terjadinya pengkhianatan maka pihak yang berserikat dapat keluar dari perserikatas tersebut.
      Penjelasan yang gamblang dari hadist tersebut mengisyaratkan kita untuk tidak melakukan perkhianatan baik dalam hal modal maupun keuntungan, didalam islam ini disebut tindakan kezhaliman, sebagaimana firman allah:
"dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain. (QS. Shaad : 24)

      Pada dasarnya prinsi yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip keadilan dalam kemitraan antara pihak yang terkait untuk meraih keuntungan prinsip ini dapat di temukan dalam prinsip islam ta’awun dan ukhuwah dalam sektor bisnis, dalam hal ini syirkah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik modal untuk mendirikan suatu usaha bersama yang lebih besar, atau kerja sama antara pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam menjalankan usaha yang tidak memilki modal atau yang memerlukan modal tambahan, bentuk kerja sama antara pemilik modal dan pengusaha merupakan suatu pilihan yang lebih efektif untuk meningkatkan etos kerja,
      Sistem bagi keuntungan tentunya berbeda dengan sistemperekonomian kapitalis, dimana pemilik modal tidak terlibat langsung dalam tanggung jawab pengelolan usaha, apapun yang terjadi pihak pemodal memiliki keuntungan prosentatif dari besarnya modal investasi.
B.       Rukun dan Syarat Syirkah    
       Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama’ hanafiyah bahwa rukun syirkah ada dua macam, yaitu ijab dan Kabul, sebab ijab Kabul (akad) yang menentukan adanya syirkah.
Di dalam kitab bidayatul mujtahid dijelaskan bahwa rukun syirkah ialah:
1.      Segala sesuatu yang berhubungan dengan harta.
2.      Mengetahui kadar harta yang akan di serikatkat.
3.      Mengetahui kada harta dari dua orang yang berserikat.
            Syara-syarat yang berhubungan dengan syirkah Secara garis besar syarat dari syirkah ialah harta dan aqad. Sedangkan menurut hanafiyah dibagi kepada empat bagian, yaitu:
1.      sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya, dalam hal ini ada dua syarat, yaitu; a) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang berkenaan dengan keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
2.      sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu; a) bahwa modal yang dijadikan objek syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti junaih, riyal dan rupiah, b) yang dijadikan modal (harta pokok)ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
3.      sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyarakatkan
4.      adapun syarat-syarat yang bertalian dengan syirkah in'am sama dengan syirkah mufawadhah.
C.   Macam-macam Syirkah
       Rana-ranah kajian syrirkah sangatlah luas, apa lagi pada zaman sekarang ini banyak para pemilik modal untuk elakukan syirkah dalam istilah modernnya relation bisine, atau lainnya, tetapi kalau kita kaji secara fiqh secara garis besar syirkah itu dibagi menjadi dua macam :
  1. Syirkah milk
Yang dimaksud dengan syirkah milk adalah “ibarat dua orang atau lebih memilikan suatu benda kepada yang lain tanpa ada akad syirkah”. Dan syirkah ‘uqud ada syirkah syirkah syirkah lah ibarat akad yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk berserikat dalam harta dan keuntungan”.
Syirkah ini dibagi menjadi dua macam yaitu :
·         syirkah milk jabar (berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu benda secara paksa) dan
·         syirkah milk ikhtiyar (berkumpul dua orang atau lebih dalam pemilikan benda dengan ikhtiyar keduanya).
  1. Syirkah Uqud
Yang dimaksud dengan syirkah uqud adalah perserikatan antara dua belah pihak atau lebih dalam hal usaha, modal dan keuntungan.
secara garis besar Imam Hanifah membagi syirkah uqud menjadi dua yaitu syirkah milk dan syirkah ‘uqud.
·         syirkah ‘uqud al-amwal (“ibarat kesepakatan dua orang atau lebih untuk menyerahkan harta mereka masing-masing supaya memperoleh hasil dengan cara mengelola harta itu, bagi setiap yang berserikat memperoleh bagian yang ditentukan dengan keuntungan”)
·          syirkah ‘uqud bi al-abdan dan syirkah uqud bi al wujud (“dua orang berserikat atau pihak yang tidak ada harta di dalamnya tetapi keduanya sama-sama berusaha”).
Imam-imam selain hanifah membagi menjadi empat bagian yaitu:
·         Syirkah Inan   
Yang dimaksud dengan syirkah inan ialah mengeluarkan semua harta untuk digabung menjadi satu, kemudian dikelola secara bersama-sama dan hasilnya dibagi dua sebagaimana kadar harta yang dikeluarkan. Menurut para ulama’ ini adalah model syirkah yang diperbolehkan.
·         Syirkah wujuh
Yang dimaksud dengan syirkah wujuh ialah kerjasama antar tiga pihak yang mana pihak kedua dan ketiga tidak mengeluarkan modal, dan hasilnya dibagi bersama. Disini asas yang ditekankan adalah al-Siddiq wa Al-Amanah.
Saya contohkan misalnya, pihak A dan B dan C bekerja sama, modal yang digunakan yaitu modal si A, sedangkan si B dan C ikut mengelola usaha tersebut tanpa mengeluarkan modal.
·         Syirkah Mufawadhah
Yaitu kerjasama dua orang atau lebih untuk melakukan usaha dengan persyaratan sebagai berikut.
a)      Modal harus sama banyak, bila ada salah satu diantara mereka lebih banyak modalnya maka syirkah tersebur tidak syah.
b)      Memiliki kekuasaan absolut terhadap serikat tersebut.
c)      Satu agama, atau sesama muslim.
d)     Memiliki hak untuk mengelola dan menentukan keuntunga.
·         Syirkah Abdan
Kerjasama dua orang atau lebih untuk melakukan usaha atau pekerjaan atau lebih mudahnya persekutuan dua orang atau lebih untuk menerima kerja yang akan dikerjakan secara bersama-sama dan hasilnya dibagi bersama, seperti pemborong bangunan. Instalasi listik, atau pekerjaan diantara dua penjahit.
D.      Perbandingan Bentuk-bentuk Syirkah Menurut Imam Mazhab Dari perspekti Hukum
       Seperti yang telah diketahui bahwa dalam mengkaji fiqh muamalah kita tidak boleh terpaku kepada salah satu imam saja, dikaranakan dalam perkembangannya fiqh bisa saja berubah dengan pemahaman ulama’-ulama’ salaf, banyaknya pendapat yang di utarakan oleh para imam mazhab kita.
       Kalu kita perhatikan, dari segi pembagian bentuk-bentuk syirkah diatas, banyaknya macam-macam syirkah, yang menjadi pertanyaan apakah hukum-hukum yang telah duutarkan oleh para imam tersebut bisa di implementasikan dalam kehidupan modrn sekarang ini, berikut pendapat-pendapat para ulma’ mazhab terkait dengan hukum masing-masing syirkah tersebut.
       Dari kalangan hanafi menyetujui (membolehkan) keempat macam syirkah uqud tersebut, sedangkan ulama’ syafi’iayah atau imam syafi’I melarang syirkah abdan, mufawadah, dan wujug. Yang hanya dibolehkan adalah syirkah ‘inan. Maliki menyemakati syirkah abdan, ‘inan, mufawadah dan melarang syirkah wujuh. Hanbaliyah syirkah ‘inan, wujuh dan abdan dan melarang syirkah mufawadah.
       Setelah telusuri faktor-faktor yang menyebabkan para imam tersebut melarang masing-masing syirkah tersebut, maka sulit bagi penulis untuk melacaknya, dikarenakan referensi yang terbatas, tetapi kalau ditinjau dari sejarah pembentukan hukum tersebut tidak terlepas dari faktor perekonomian dan budaya syirkah di daerah masing.
E.   Mengakhiri Syirkah
       Syirkah akan berakhir apabila:
1.      Salah satu pihak membatalkannya, meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya, sebab syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak mengingunkannya lagi, hal ini menunjukan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.
2.      Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian menelola harta), baik karena gila maupun yang lainnya.
3.      Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal dunia saja.
4.      Salah satu pihak ditaruh di bawah pengampuan, baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5.      Salah satu pihak jatuh bangkrut yang ber akibat tidak berkuasa atas harta yang menjadi saham syirkah.
6.      Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah, bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri, apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-pisah lagi, maka menjadi resiko bersama.

Referensi:
 Al-Asqalani, Hafid ibnu Hajar. 2002. Bulughul Maram. Dar Al-Kutub Al-Islamiah. Kalibata.
Ayyub, Hasan. 2006. Al-Muamalah Al-Maliah. Dar Al-Salam. Qahirah.
A. Mas’adi, Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah. Rajawali Press. Jakarta.
Al-Zahili, Wahab. 2002. Mu’amalah Al-Maliah Al-Ma’ashir. Dar Al-Fiqr. Damaskus.
Hasan, M. Ali.2004.  Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Muhammad bin Ahmad, Qadi Abi Walid. 2003. Bidayatul Mujtahid. Maktabah Al-Syuruk Al-Dauliah.  Qahirah.
Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Raja grafindo persada. Jakarta.
Syafi’I, Rachmat. 2001. fiqh Muamalah. Pustaka setia. Bandung. 

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Syirkah Dalam Fiqh Muamalah"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!