Hukum Sebagai Ilmu Pengetahuan Modern

Dalam hal sekarang untuk menunjukkan paradigma tertentu yang mendominasi ilmu pada waktu tertentu. Sebelum adanya paradigma ini didahului dengan aktivitas yang terpisah-pisah dan tidak terorganisir yang mengawali pembentukan suatu ilmu (pra-paradigmatik)

Bertolak dari gagasan Kuhn tentang paradigma dalam konteks perkembangan ilmu seperti tersebut di atas, maka berikut ini dipaparkan paradigma (ilmu) hukum, yang  tampaknya juga berperan dalam perkembangan hukum. Bermula dari gagasan tentang hukum alam yang mendapatkan tantangan dari pandangan hukum yang kemudian (paradigma hukum alam rasional), ilmu hukum kemudian telah berkembang dalam bentuk revolusi sains yang khas.

Namun terdapat perbedaan dengan paradigma yang terdapat pada ilmu alam (eksak), dimana kehadiran paradigma baru cenderung akan menumbangkan paradigma lama. Dalam paradigma ilmu sosial (termasuk ilmu hukum) kehadiran suatu paradigma baru di hadapan paradigma lama tidak selalu menjadi sebab tumbangnya paradigma lama. Paradigma yang ada hanya saling bersaing, dan berimplikasi  pada saling menguat, atau melemah.

Hukum alam memberikan dasar moral terhadap hukum, sesuatu yang tidak mungkin dipisahkan dari hukum selama hukum diterapkan terhadap manusia. Potensi hukum alam ini mengakibatkan hukum alam senantiasa tampil memenuhi kebutuhan zaman manakala kehidupan hukum membutuhkan pertimbangan-pertimbangan moral dan etika. Implikasinya hukum alam menjelma dalam konstitusi dan hukum-hukum negara.

Paradigma  Hukum Historis yang berpokok pangkal pada Volksgeist tidak identik bahwa jiwa bangsa tiap warganegara dari bangsa itu menghasilkn hukum. Merupakan sumber hukum adalah jiwa bangsa yang sama-sama hidup dan bekerja di dalam tiap-tiap individu yang menghasilkan hukum positif. Hal itu menurut  Savigny tidak terjadi dengan menggunakan akal secara sadar, akan tetapi tumbuh dan berkembang di dalam kesadaran bangsa yang tidak dapat dilihat dengan panca indera.

Oleh Bentham, teori itu secara analogis diterapkannya pada bidang hukum. Baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan. Sebaliknya dinilai buruk, jika penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang tidak adil, kerugian dan hanya memperbesar penderitaan.

Dengan demikian, paradigma  utilitarianis merupakan paradigma yang meletakkan dasar-dasar ekonomi bagi pemikiran hukum. Prinsip utama pemikiran mereka adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum.Tujuan hukum adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu, maka isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan pengaturan penciptaan kesejahteraan negara.

Perbincangan tentang keadilan rasanya merupakan suatu kewajiban ketika berbicara tentang filsafat hukum, mengingat salah satu tujuan hukum adalah keadilan dan ini merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum.

Memahami pengertian keadilan memang tidak begitu sulit karena terdapat beberapa perumusan sederhana yang dapat menjawab tentang pengertian keadilan. Namun untuk  memahami tentang makna keadilan tidaklah semudah membaca teks pengertian  tentang keadilan yang diberikan oleh para pakar, karena ketika berbicara tentang makna berarti  sudah bergerak dalam tataran filosofis yang perlu perenungan secara mendalam sampai pada hakikat yang paling dalam.

Penganut paradigma Hukum Alam meyakini bahwa alam semesta diciptakan dg prinsip keadilan, sehingga dikenal antara lain Stoisisme norma hkm alam primer yang bersifat umum menyatakan: Berikanlah kepada setiap orang apa yang menjadi haknya(unicuique suum tribuere), dan jangan merugikan seseorang (neminem laedere)”. Cicero juga menyatakan bahwa hukum dan keadilan tidak ditentuk an oleh pendapat manusia, tetapi oleh alam.

Paradigma Positivisme Hukum, keadilan dipandang sebagai tujuan hukum. Hanya saja disadari pula sepenuhnya tentang relativitas dari keadilan ini sering mengaburkan unsur lain yang juga penting, yakni unsur kepastian hukum. Adagium yang selalu didengungkan adalah Suum jus, summa injuria; summa lex, summa crux. Secara harfiah ungkapan tersebut berarti bahwa hukum yang keras akan melukai, kecuali keadilan dapat menolongnya.

Dalam paradigma hukum Utiliranianisme, keadilan dilihat secara luas. Ukuran satu-satunya untuk mengukur sesauatu adil atau tidak adalah seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human welfare). Adapun apa yang dianggap bermanfaat dan tidak bermanfaat, diukur dengan perspektif ekonomi.”.

Melalui pendekatan holistik dalam ilmu hukum, maka ilmu hukum dapat menjalankan perkembangannya sebagai suatu ilmu pengetahuan yang lebih utuh dan tidak terintegrasi ke dalam ilmu-ilmu lain yang nantinya akan berakibat bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri, oleh sebab itu paradigma tersebut tentunya akan mengubah peta hukum dan pembelajaran hukum yang selama ini memandu kita dalam setiap kajian-kajian ilmu hukum yang lebih baik dalam prinsip keilmuan.

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Hukum Sebagai Ilmu Pengetahuan Modern"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!