Memahami Ilmu hukum
Ilmu hukum mempunyai karateristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar perosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum.
Sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang substansial di dalam ilmu hukum. Hal ini tidak akan mungkin dapat dipelajari oleh disiplin lain yang objeknya juga hukum. Suatu langkah awal dari substansi ilmu hukum ini adalah perbincangan mengenai makna hukum di dalam hidup bermasyarakat. Dalam hal ini ilmu hukum bukan hanya menempatkan hukum sebagai suatu gejara sosial yang hanya dipandang dari luar; melainkan masuk kedalam hal yang lebih esinsial yaitu sisi intriksik dari hukum. Dalam setiap perbincangan yang demikian tentu saja akan menjawab pertanyaan mengapa dibutuhkan hukum sedangkan sudah ada norma-norma sosial yang lain. Apakah yang diinginkan dengan kehadiran hukum. Dalam perbincangan yang demikian, ilmu hukum akan menyoal apa yang tujuan hukum. Dalam hal demikian apa yang menjadi senyatanya ada berhadapan dengan apa yang seharusnya. Pada perbincangan akan dicari jawaban yang nantinya akan menjembantani antara dua realitas tersebut.
Persoalan berikutnya adalam merupakan suatu conditio sine qua non dalam hukum adalah masalah keadilan. Mengenai masalah tersebut perlu diingat pandangan Gustav Radbruch yang secara tepat menyatakan bahwa cita hukum tidak lain daripada mencapai keadilan “Est autem jus a justitia, sicut a matre sua ergo prius fuit justitia quam jus”. Persoalan keadilan bukan merupakan persoalan matematis klasik, melainkan persoalan yang berkembang seiring dengan peradaban masyarakat dan intelektual manusia. Bentuk keadilan dapat saja berubah tetapi esensial keadilan selalu ada dalam kehidupan manusia dalam hidup bermasyarakat. Pandangan Hans Kelsen yang memisahkan keadilan dari hukum tidak dapat diterima karena hal itu menentang kodrat hukum itu sendiri. Dengan demikian memunculkan suatu pertanyaan mengenai mengelola keadilan tersebut. Maka disinilah mucullah preskriptif ilmu hukum.
Untuk memahami validitas aturan hukum, banyak masalah yang timbul dalam kehidupan manusia, karena manusia adalah merupakan anggota masyarakat dan sekaligus mahluk yang memiliki kepribadian. Sebagai anggota masyarakat perilakunya harus diatur. Dan apabila masyarakat meletakkan aturan-aturan itu yang ditekankan adalah ketertiban, maka dengan demikian maka akan menghambat pengembangan pribadi anggota-anggotanya. Sebaliknya, setiap orang cenderung meneguhkan kepentingan sambil kalau perlu melanggar hak-hak orang lain.
Untuk mempelajari konsep-konsep hukum berarti mempelajari hal-hal yang semula ada dalam alam pikiran yang dihadirkan menjadi sesuatu yang nyata. Konsep hukum, bentukkan hukum ataupun konstruksi hukum merupakan hal-hal yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan bermasyarakat. Adanya konsep hak milik, misalnya merupakan sesuatu yang sangat esensial dalam hidup bermasyarakat. Konsep demikian tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan mengalami proses berpikir yang panjang. Dengan diketemukannya konsep-konsep semacam itu, mau tidak mau akan diikuti oleh aturan-aturan yang menyertainya.
Mempelajari norma-norma hukum merupakan esensial di dalam ilmu hukum. Belajar ilmu hukum tanpa mempelajari norma-norma hukum sama halnya dengan belajar ilmu kedokteran tanpa mempelajari tubuh manusia. Oleh karena itu ilmu hukum merupakan ilmu normatif, hal ini tidak dapat disangkal dan memang demikian kenyataannya. Dengan demikian tidak ada alasan bagi seorang sarjana hukum akan tetap menganggap ilmu hukum adalah merupakan ilmu yang normatif.
Sifat ilmu hukum sebagai ilmu terapan merupakan konsekuensi dari sifat preskriptifnya. Suatu penerapan yang salah akan berpengaruh terhadap sesuatu yang bersifat substansial. Suatu tujuan yang benar tetapi dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan apa yang hendak dicapai akan berakibat tidak ada artinya. Mengingat hal tersebut dalam menetapkan standar prosedur atau cara harus berpengang kepada sesuatu yang substansial. Dalam hal inilah ilmu hukum akan menelaah kemungkinan-kemungkinan dalam menetapkan standar tersebut.
Berdasarkan sifat keilmuan ilmu hukum dapat dibagi menjadi tiga lapisan, dalam bukunya Jan Gijssels dan Mark van Hoecke membagi ketiga lapisan tersebut adalah rechtsdogmatiek (Dogma Hukum), rechtsteorie (Teori Hukum) dan rechtsfilosie (Filsafat Hukum). Dalam hal kemurnian ilmu hukum sebagai suatu ilmu, dari ketiga pembagian tersebut dapat dilihat bahwa dua diantaranya (dogma hukum dan teori hukum) adalah merupakan ilmu hukum yang murni dan belum terintegrasi dengan ilmu-ilmu lain sedangkan filsafat hukum telah terintegrasi dengan ilmu-ilmu lain karena didalamnya akan mempelajari banyak hal yang bersilangan dengan ilmu-ilmu lain. Oleh karena itu ilmu hukum mempunyai dua aspek, yaitu aspek praktis dan aspek teoritis.
Referensi:
- Kelsen, Hans. Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, 2009
- Marzuki, Peter Mahmud, SH., MS., LL.M., Prof., Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2009
- Rasjidi, Lili & Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, 2007.
0 Response to "Memahami Ilmu hukum"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!