Makna Suluk dan Tasawuf
Suluk
berarti memperbaiki akhlak, mensucikan amal, dan menjernihkan pengetahuan.
Suluk merupakan aktivitas rutin dalam memakmurkan lahir dan batin. Segenap
kesibukan hamba hanya ditujukan kepada Sang Rabb. Bahkan ia selalu disibukkan
dengan usaha-usaha menjernihkan hati sebagai persiapan untuk sampai kepada-Nya
(wusul).
Ada dua perkara yang dapat merusak usaha seorang salik (pelaku suluk); Pertama,
mengikuti selera orang-orang yang mengambil aspek-aspek yang ringan dalam
penafsiran. Dan kedua, mengikuti orang-orang sesat yang selalu menurut dengan
hawa nafsunya. Barangsiapa yang menyia-nyiakan waktunya, maka ia termasuk orang
bodoh. Dan orang yang terlalu mengekang diri dengan waktu maka ia termasuk
orang lalai. Sementara orang yang melalaikannya, dia adalah orang-orang lemah.
Keinginan seorang hamba untuk melakukan laku suluk tidak dibenarkan kecuali
ketika ia menjadikan Allah SWT dan Rasul-Nya sebagai pengawas hatinya. Siang
hari ia selalu puasa dan bibirnya pun diam terkatup tanpa bicara. Sebab terlalu
berlebihan dalam hal makan, bicara, dan tidur akan mengakibatkan kerasnya hati.
Sementara punggungnya senantiasa terbungkuk rukuk, keningnya pun bersujud, dan
matanya sembab berlinangan air mata. Hatinya selalu dirundung kesedihan (karena
kehinaan dirinya di hadirat-Nya), dan lisannya tiada henti terus berdzikir.
Dengan kata simpul, seluruh anggota tubuh seorang hamba disibukkan demi
untuk melakukan suluk. Suluk dalam hal ini adalah segala yang telah dianjurkan
oleh Allah SWT dan Rasul-Nya dan meninggalkan apa yang dibenci olehnya.
Melekatkan dirinya dengan sifat wara', meninggalkan segala hawa nafsunya, dan
melakukan segala hal yang berkaitan erat dengan perintah-Nya.
Semua itu dilakukan dengan segala kesungguhan hanya karena Allah SWT, bukan
sekedar untuk meraih balasan pahala, dan juga diniatkan untuk ibadah bukan
hanya sekadar ritual kebiasaan. Karena sesungguhnya orang yang asyik dengan
amaliyahnya, tidak lagi memandang bentuk rupa zahir amalan itu, bahkan jiwanya
pun telah menjauh dari syahwat keduniaan. Maka satu hal yang benar adalah
meninggalkan segala bentuk ikhtiar sekaligus menenangkan diri dalam hilir mudik
takdir Tuhan.
Dalam sebuah syair dinyatakan;
Aku ingin menemuinya,
Namun Dia menghendakiku untuk menghindar
Lalu kutanggalkan semua hasratku
Demi apa yang Kau kehendaki
Sirnakan semua makhluk darimu dengan hukum Allah SWT dan binasakan hawa nafsumu
atas perintah-Nya. Demikian halnya, tanggalkan seluruh hasratmu demi
perbuatan-perbuatan-Nya (af'al). Dengan demikian, maka kau telah mampu
menangkap ilmu Allah SWT.
Kebebasanmu dari ketergantungan dengan makhluk ditandai dengan perpisahanmu
dengan mereka, kau tidak akan kembali dengan mereka, dan kau pun tidak akan
menyesali semua yang ada dalam genggaman mereka. Adapun tanda kebebasanmu dari
hawa nafsu adalah dengan tidak memasang harapan yang berlebihan dari semua
usahamu, dan tidak pula bergantung dengan urusan kausalitas untuk meraih sebuah
kemanfaatan ataupun untuk menghindari kebinasaan.
Maka kau jangan hanya bergulat dengan dirimu sendiri, jangan terlalu percaya
diri, jangan mencelakan atau membahayakan dirimu sendiri. Namun pertama-tama
yang harus kau lakukan adalah menyerahkan semuanya pada Yang Berhak, agar
Dia berkenan memberikan kuasa-Nya kepadamu. Seperti kepasrahanmu kepada-Nya
saat kau berada dalam rahim ibumu, atau saat kau masih dalam susuan ibumu.
Sementara tanggalnya seluruh hasrat iradah-mu, lebur dalam iradah-Nya ditandai
dengan tidak adanya sifat menghendaki dalam dirimu (murid), dalam hal ini kau
hanyalah sebagai obyek yang dikehendaki (murad). Bahkan dalam setiap lakumu ada
intervensi aktivitas-Nya maka jadilah kau sebagai obyek yang dikehendaki-Nya.
Adapun aktivitas-Nya menempati semua anggota ragamu, menenteramkan jiwa,
melapangkan dada, menyinari wajahmu, dan memeriahkan suasana batinmu. Takdir
menjadi nuansa dalam hatimu, azali senantiasa akan menyerumu. Rabb yang Maha
Menguasai mengajarimu dengan ilmu-Nya, menyematkan pakaian untukmu dari cahaya
hulul, dan memposisikanmu pada derajat generasi orang terdahulu di antara para
ulama yang saleh (ulu al-'ilm).
Sumber: Mi'raj As-Salikin karya Imam Al-Ghazali
0 Response to "Makna Suluk dan Tasawuf"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!