MUI: Berdayakan dan Selaraskan PKL
Pedagang kaki
lima (PKL) adalah aset; investor; pelaku ekonomi penting; serta sumber mata
pencaharian masyarakat yang perlu dibina, diberdayakan, dan diselaraskan.
Keberadaan PKL
pada dasarnya adalah hak masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan
sebagai partisipasi dalam menggerakkan roda perekonomian daerah. Perlu kita
ketahui juga bahwa selain mempunyai hak, PKL juga mempunyai kewajiban untuk
menjaga dan memelihara kebersihan; kerapian dan ketertiban; serta menghormati
hak-hak pihak lain.
Semua pihak
mesti menyadari bahwa ada beberapa sisi yang bersentuhan dengan masalah PKL
ini. Misalnya, UU No. 13/1980 tentang Jalan; UU No. 14/1992 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan; UU No. 9/1995 tentang Usaha Kecil; UU No. 23/1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup; serta Peraturan Presiden No. 112/2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Pembelanjaan, serta Toko
Modern.
Sektor usaha
mikro dan menengah telah memberikan kontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi,
baik regional maupun skala nasional. Selain itu, banyak menyerap tenaga kerja dan
berperan dalam fungsi distribusi hasil-hasil pembangunan. Karena itu, sudah
sewajarnya pemerintah harus memberikan perhatian ekstra pada sektor ini. Sebab,
eksistensi sektor itu menjadi alternatif sarana solusi bagi capaian tujuan
pembangunan ekonomi nasional maupun regional.
Perhatian
pemerintah dalam hal ini adalah
perlunya ditetapkan kebijakan-kebijakan untuk melindungi dan menciptakan iklim
yang kondusif. Agar ada ketenangan usaha juga secara konsisten memelopori dan
memantau perkembangannya. Selain itu, memberikan saran-saran konstruktif secara
sistemik sehingga ada kejelasan bagi pemerintah dan masyarakat bahwa
usaha mikro serta menengah adalah salah satu pilar pembangunan yang
keberadaannya terjaga dan stabil.
Pemerintah
hendaknya dapat mengupayakan kesempatan berusaha dengan menentukan peruntukan
tempat usaha yang di antaranya meliputi pemberian lokasi yang wajar/layak bagi
PKL dengan mempertimbangkan kenyamanan masyarakat secara umum. PKL jangan
dianggap sebagai ancaman akan kebersihan dan ketertiban kota. Perlu pula
perhatian serius dari pemerintah kota agar jangan sampai pedagang pasar
tradisional semakin termarginalkan karena terus tergerus oleh kehadiran
minimarket maupun pasar swalayan modern yang menjamur di Kota Bandarlampung.
Untuk membenahi hal itu diperlukan kerja keras semua pihak, terutama Pemkot
Bandarlampung.
Memindahkan dan
membina PKL dari beberapa lokasi di Bandarlampung tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan. Namun, perlu perjuangan keras dan
pendekatan-pendekatan persuasif. Undang dan ajak para PKL
berbincang-bincang beberapa kali serta diskusi serius dengan mereka supaya
tumbuh pengertian dan kesadaran. Di sini memang diperlukan kesabaran, waktu,
dan biaya yang lumayan. Namun, ini sangat penting. Jangan gunakan kekerasan melalui
Satpol PP. Satpol PP perlu diubah paradigmanya agar jangan jadi musuh nomor
satu PKL. Dengan memperbanyak Satpol PP perempuan merupakan salah satu
upaya untuk mengubah paradigma itu.
Perlu kita
sadari, PKL adalah aset, investor, pelaku ekonomi penting, dan sumber mata
pencaharian masyarakat. Karena itu, kita perlu berdialog dengan penuh ketulusan
dengan mereka. Meski begitu, mereka juga punya perasaan dan harapan-harapan.
Kalau ini bisa kita pahami dan bersinergi, mereka pun akan berpartisipasi dalam
membangun Bandarlampung.
Di sisi lain,
para PKL pun harus menyadari, memahami, dan mendukung terhadap kebijakan-kebijakan
program pemerintah. Jangan memaksakan kehendak/kemauan! Apa pun bentuk
kebijakan program pemerintah sudah barang tentu mempunyai landasan filosofis,
sosiologis, yuridis, arah/maksud, dan tujuan positif yang lain dengan
memperhatikan berbagai aspek. Aspek-aspek kebijakan Pemkot Bandarlampung,
misalnya, menentukan peruntukan tempat usaha/lokasi di pasar, ruang pertokoan,
lokasi sentra industri, lokasi yang wajar bagi PKL, dan lokasi lainnya;
melindungi usaha tertentu yang strategis untuk usaha mikro dan menengah;
mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh usaha mikro melalui
pengadaan secara langsung; memberikan bantuan advokasi; aspek peningkatan
promosi produk; memperluas sumber pendanaan; memberikan insentif untuk usaha
kecil dan mikro; serta memfasilitasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual
atas produk, juga desain usaha mikro dan menengah.
Tindakan pemkot
dalam menangani masalah PKL memang jangan gegabah. Sebab, bentuk perlakuan
pemerintah daerah menjadi cermin dalam mengatasi masalah kemiskinan dan
menjalankan tata pemerintahan yang baik. Selama ini masih banyak daerah yang
gagal menghasilkan solusi terhadap permasalahan PKL. Isu-isu PKL sering menjadi
polemik terkadang menjadi sumber konflik laten dan mengundang adanya tindakan
anarkis. Bila pemerintah daerah bersikap tegas dan keras terhadap PKL, wali
kotanya dituduh arogan/represif dan tidak prorakyat miskin.
Sementara apabila PKL dibiarkan merajalela tak terkendali, wali kota dicap
sebagai orang yang lemah dan tidak tegas serta sebutan-sebutan miring lainnya.
Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kota Bandarlampung dalam upaya turut serta memberikan
solusi terhadap permasalahan apa pun yang menyangkut umat (aspek sosial
keagamaan, ekonomi, politik, budaya, dan lain-lain) di kota ini, mengajak
kepada semua masyarakat agar memahami substansi tentang PKL.
Antara lain,
PKL bukanlah sekadar ’’masalah’’, tapi juga merupakan ’’potensi’’ karena
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan barang dengan harga
relatif murah. Penataan PKL perlu dilakukan melalui peraturan daerah (perda)
Kota Bandarlampung yang bersifat win-win solution. Sebab, penataan PKL yang
baik menjadi daya tarik tersendiri bagi Bandarlampung. Selain itu, menjadikan
lebih hidup dengan dinamisasi yang terjadi di sektor perdagangan. Perda ini
juga harus berisi tentang penataan manajerial usaha yang jelas menyangkut tata
kelola lingkungan agar jangan sampai PKL menjadi penyebab kotornya lingkungan.
Dalam perda juga harus jelas mengatur tentang lalu lintas agar keberadaan para
PKL tidak mengganggu kenyamanan masyarakat pengguna jalan.
Sebab, sering
para PKL memanfaatkan bahu jalan yang seharusnya dipakai oleh pejalan kaki.
Sering pula mengakibatkan kapasitas jalan menjadi tidak fungsional sesuai
fungsinya akibat keberadaan PKL yang tidak tertata. Para PKL harus memahami dan
menghormati setiap kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap masalah ini. Sebab,
kita harus mendahulukan kepentingan umum daripada pribadi. Pemerintah daerah
dalam melakukan penertiban para PKL sesuai perda yang telah ditetapkan
hendaknya dengan cara-cara yang persuasif, bukan dengan cara
arogansi/kekerasan.
Kami yakin,
apabila pemkot melakukan penataan PKL dengan baik dengan memperhatikan
aspek-aspek itu di atas, keberadaannya tidak akan menimbulkan terkuranginya hak
masyarakat secara umum dalam mendapatkan kenyamanan, ketertiban, dan keamanan.
Baik bagi para PKL maupun masyarakat umum sesuai visi Kota Bandarlampung. Yaitu
terwujudnya masyarakat Bandarlampung yang sejahtera, adil, aman, dan demokratis
dengan dukungan pelayanan publik yang baik.
Oleh
Ustad Suryani M. Nur (Ketua Umum MUI Kota Bandarlampung)
0 Response to "MUI: Berdayakan dan Selaraskan PKL"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!