Hukum Unjuk Rasa
Berunjuk rasa
adalah fenomena lazim di alam demokrasi dan keterbukaan saat ini. Di
negara-negara yang mengusung demokrasi, warga negara diberikan hak untuk menyampaikan
aspirasi mereka dengan berdemonstrasi dan turun ke jalan.
Sebagian
demonstrasi bahkan dilakukan dengan berbagai bentuk. Ada yang berupa turun ke
jalan, pendudukan, bahkan sampai aksi mogok makan.
Di kawasan
Timur Tengah, seiring dengan munculnya revolusi, demonstrasi menjadi media
untuk menyuarakan tuntutan masyarakat. Namun, keberadaan demonstrasi di
kalangan ulama wilayah itu mengundang pertanyaan perihal status hukum
berdemonstrasi dan melakukan pendudukan.
Dalam konteks
ini, ada dua kasus, yaitu antara Mesir dan Arab Saudi. Lembaga fatwa otoritatif
kedua negara memiliki kesimpulan yang berbeda menyikapi hukum demonstrasi.
Menurut
Lembaga Fatwa Mesir, Dar Al-Ifta Al-Mishriyyah, berdemonstrasi adalah
bagian dari upaya menuntut perkara yang diharuskan dan membatalkan perkara yang
mungkar. Bila demonstrasi didefinisikan sebagai media, itu boleh dilakukan.
Sesuai dengan kaidah fikih, yaitu lil wasilah hukmu al-maqashid, media
atau perantara memiliki hukum yang sama dengan tujuan.
Islam menyuruh
agar para pemegang kebijakan dalam pemerintahan memenuhi hak dan kebutuhan
masyarakat. Bahkan, sejumlah hadis memberikan ancaman bagi pemimpin yang
mangkir menjalankan kewajiban mereka kepada rakyat.
Diriwayatkan
dari Ahmad dan Dawud, Rasulullah pernah bersabda, "Barangsiapa yang
memegang urusan publik dan tidak memberikan hak yang lemah dan membutuhkan,
Allah akan meletakkan hijab dari-Nya pada hari kiamat."
Sama halnya
dengan unjuk rasa, hukum menduduki suatu lokasi sebagai bentuk demonstrasi,
menurut lembaga yang resmi berdiri pada 1895 M itu, diperbolehkan. Namun, ada
beberapa syarat diperbolehkannya demonstrasi atau pendudukan, yaitu: Pertama,
tuntutan bukan untuk melegalkan perkara yang dilarang syariat.
Kedua,
demonstrasi harus menggunakan slogan dan kata-kata yang diperbolehkan syariat.
Dan ketiga, terhindar dari anarkisme, penjarahan, atau perkara mudharat
lainnya. Apabila syarat-syarat tersebut tak terpenuhi, hukum berdemonstrasi dilarang
karena mudharat yang akan ditimbulkan jauh lebih besar.
Lembaga Fatwa
Otoritatif di Kerajaan Arab Saudi, Hait Kibar Al-Ulama, mengharamkan
segala bentuk demonstrasi. Pasalnya, bentuk penyampaian aspirasi semacam itu
tidak sesuai dengan kaidah syariat.
Dalam Islam,
cara yang tepat untuk mengungkapkan aspirasi adalah dengan cara saling
nasihat-menasihati, bukan dengan berdemonstrasi.
Menurut
lembaga yang beranggotakan ulama-ulama terkemuka dan diketuai oleh Syekh Abdul
Aziz bin Abdullah bin Muhmmad Alu Syekh itu, penyampaian aspirasi melalui
nasihat dan saling berwasiat menekan risiko kerusakan dan mudarat di
tengah-tengah masyarakat.
Sebaliknya,
cara-cara yang tidak sesuai syariat itu bisa memicu fitnah dan perpecahan
sesama umat Islam, lebih khusus persatuan dan kesatuaan masyarakat Arab Saudi.
Allah SWT
berfirman, “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan
atau pun ketakutan, mereka lalu menyiar kannya. Dan kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil
Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah
kamu mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu)." (QS.
An- Nisaa’: 83).
Pendapat yang
dikeluarkan oleh lembaga ini pada prinsipnya adalah pandangan serupa
ulama-ulama masa dulu dan kini. Di antara dalil rujukannya ialah hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim. Rasulullah bersabda, "Nasihat merupakan
inti penting dalam agama. Dan, nasihat tersebut diperuntukkan bagi Allah SWT,
Kitab dan Rasul-Nya, serta para pemimpin dan umat Islam secara umum."
Demo boleh,
asal?
Ketua Majelis
Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin, mengatakan hukum berunjuk rasa
diperbolehkan untuk menyampaikan aspirasi. Namun, hukum kebolehan tersebut
dibatasi dengan beberapa syarat, di antaranya selama demonstrasi yang dilakukan
tidak menimbulkan anarkis dan perusakan. “Kalau syarat itu terpenuhi, demonstrasi
tak masalah,” katanya.
Sebaliknya,
kata Ma'ruf, bila demonstrasi berujung rusuh dan hanya mencari keributan hingga
mengakibatkan mudarat, status hukumnya bisa beralih menjadi haram.
Tetapi, ia
menegaskan, MUI belum pernah mengeluarkan fatwa khusus terkait demonstrasi.
Hanya saja, pendapat tersebut bisa menjadi sikap umum dari lembaga yang
dianggap otoritatif dalam berfatwa di Indonesia itu. “Kalau anarkis, ya bisa
haram,” tegasnya.
Sumber:
-http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/12/03/21/m18hnc-fatwa-hukum-unjuk-rasa-1
-http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/12/03/27/m1j7ms-fatwa-hukum-unjuk-rasa-2habis
0 Response to "Hukum Unjuk Rasa"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!