Pesan Moral di Balik Ibadah Kurban
Disampaikan Oleh
Gunawan Handoko (Pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Rajabasa,
Bandarlampung). Kesadaran umat muslim dalam menunaikan ibadah kurban cukup
tinggi. Bahkan, jauh lebih tinggi dibandingkan kepatuhan umat dalam menunaikan
zakat harta atau zakat mal. Sesuai syariah ibadah kurban disunahkan kepada
yang mampu. Ukuran kemampuan tidak berdasarkan kepada nisab, namun
kebutuhan per individu. Yaitu apabila seseorang setelah memenuhi
kebutuhan sehari-harinya masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk
membeli hewan kurban.
Ada yang
menarik untuk dicermati, bila di masa lalu pelaksanaan kurban hanya dikelola
oleh panitia yang ada di masjid-masjid atau pengurus kampung, kini menjamur dan
meluas ke berbagai organisasi sosial kemasyarakatan bahkan partai-partai
politik.
Menggembirakan
memang, tapi pernahkah kita berpikir apa makna sesungguhnya yang bisa kita
petik dari kurban tersebut? Pertanyaan ini layak untuk direnungkan
sehingga kurban yang dilaksanakan akan sampai kepada Allah dan bukan sekadar
untuk menggugurkan kewajiban sebagai hamba yang bertakwa. Dengan mengetahui
makna kurban secara benar dan mendalam, semakin mendekatkan diri kita
kepada-Nya.
Secara
sederhana, kurban bisa diartikan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bila
mengacu pengertian tersebut, berkurban dengan tujuan mencari popularitas,
menarik simpati, ingin dipuji, dan berbagai macam niatan selain taqorrub
ilallah, bisa dipastikan tidak sampai kepada Allah. Makna selanjutnya, ibadah
kurban sebagai bukti tunduk secara total dari seorang hamba kepada Sang
Pencipta. Apa dan bagaimanapun beratnya perintah itu sebagaimana yang tertuang
dalam firman-firman Allah SWT dan hadis Nabi SAW terkait dengan kurban.
Salah satu
firman Allah yang sarat dengan pesan moral dan nilai kemanusiaan termuat dalam
Surat Al-Kautsar Ayat 1-3. ’’Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat
yang banyak, maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (dari rahmat
Allah)’’.
Dari ayat
tersebut ada tiga kata kunci penting yang berhubungan dalam kehidupan manusia
di dunia. Yaitu, nikmat yang banyak, salat, dan berkurban. Jika ingin agar
nikmat tersebut lestari, lakukanlah salat untuk memperkuat hubungan vertikal
agar nikmat tersebut memiliki nilai hakiki, tidak semu. Selanjutnya, lakukan
pengorbanan agar secara sosial menjadi nikmat bagi sesama.
Nikmat Allah
tidak mungkin bisa terasa bila hanya dinikmati oleh diri sendiri tanpa
keterlibatan orang lain. Maka selain untuk menunjukkan kepatuhan hamba kepada
Allah, kurban merupakan kata kunci bagi terciptanya harmonitas dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tanpa pengorbanan, cita-cita luhur
untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat hanyalah retorika dan isapan jempol
belaka. Kepedihan yang menimpa sekian banyak umat Islam yang masih hidup di
bawah garis kemiskinan juga berawal dari tidak adanya pengorbanan
yang sejati dari umat muslim yang berkecukupan.
Motivasi
berkurban selain untuk lebih mendekatkan diri dengan Allah, juga harus didasari
oleh pertimbangan akal dan rasio serta ilmu yang memadai. Yaitu untuk
kepentingan kemaslahatan, kemakmuran, dan kedamaian masyarakat umum. Berkurban
dengan menyembelih kambing atau sapi adalah sebagian kecil dari berkurban dalam
arti yang luas. Banyak pengorbanan lain yang dapat dilakukan, seperti merelakan
tanah yang dimilikinya bagi fasilitas umum, menyokong tersedianya lembaga
pendidikan, menjadi orang tua asuh, dan banyak contoh lain yang bermanfaat bagi
kemaslahatan umat.
Berkurban juga
harus didasari oleh kesadaran akan pesan moral-etis yang terkandung di dalamnya
sehingga ada upaya yang terus-menerus untuk meningkatkan spiritualitas diri dan
masyarakat. Di antara pesan moral dan akhlak yang dapat kita petik dari
berkurban adalah, pertama, adanya keikhlasan untuk menyisihkan sebagian harta
kita bagi masyarakat yang lebih luas. Kedua, adanya kesediaan untuk
menyumbangkan tenaga dan pikiran yang kita miliki untuk kepentingan
umum serta agama. Orang yang telah terilhami makna berkurban diyakini akan
bergaul secara baik dengan masyarakat dan lingkungan sosialnya.
Ketiga, adanya
kesediaan melakukan dakwah dan taklim dengan menyebarkan ilmu serta
keterampilannya untuk pemberdayaan masyarakat. Dalam kenyataannya masih banyak
umat muslim yang memiliki ilmu agama cukup, tetapi enggan mentransfer ilmunya
ke masyarakat di sekitarnya. Keempat, berpartisipasi aktif dalam proses
kepemimpinan (imamah) dan sanggup memegang kepemimpinan dengan amanah dan penuh
rasa tanggung jawab. Dalam kedudukannya sebagai rakyat, berkorban berarti
sanggup menjadi warga masyarakat yang baik, partisipatif, kreatif, dan mampu
melakukan kontrol yang bermoral untuk pemimpin serta lingkungan sosialnya.
Secara jujur
harus diakui bahwa pemahaman akan arti kurban seperti ini belum terealisasikan
secara konsisten bagi masyarakat muslim. Masih banyak di antara umat muslim
yang belum bisa memahami akan makna duniawi di balik ibadah kurban. Kelompok
ini beranggapan ibadah kurban semata-mata urusan antara manusia dengan Allah,
tidak ada kaitannya dengan urusan duniawi. Maka wajar jika banyak umat muslim
yang taat dalam ibadah ritual dan paham akan hukum agama serta berkecukupan,
namun tidak memiliki empati untuk menyisihkan hartanya bagi kepentingan
masyarakat dan agama. Padahal, sesungguhnya harta itu milik Allah yang
dipinjamkan kepada manusia. Itulah kaidah tentang harta menurut prinsip Islam
sebagaimana QS. Al-Hadid : 7, ’’Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebahagian dari hartamu yang Allah telah meminjamkan-Nya
kepadamu’’.
Pada
kenyataannya masih banyak umat Islam yang beranggapan bahwa harta itu miliknya
dan merupakan hasil jerih payah diri pribadi, tanpa adanya ’’campur tangan’’
Allah. Meski firman Allah sudah sangat jelas bahwa harta yang ada pada diri
kita adalah ’titipan Allah’, pada kenyataannya tidak mampu mengalahkan sikap
kikir dan batil serta ego yang melekat pada sebagian umat Islam. Itulah
sebabnya, banyak di antara mereka (kaum kaya) yang tidak dapat menikmati
kekayaannya karena hidupnya telah dikendalikan oleh harta.
Kendati
demikian, kita patut bersyukur bahwa kesadaran umat muslim untuk berkurban
semakin tinggi, tetapi yang perlu ditingkatkan adalah berkurban dalam arti luas
yang dapat menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Kesediaan melakukan
pengorbanan untuk orang lain haruslah didasari demi mengharapkan keridaan
Illahi Robbi. Sebab, berkorban adalah sebuah ajaran tentang mengurangi
kepentingan diri pribadi untuk kepentingan orang lain dalam rangka mencapai
kemuliaan di hadapan Allah. Dengan berkurban diharapkan akan menghantarkan kita
untuk menggapai maqam tertinggi di hadapan-Nya sebagai hamba yang menyandang
derajat muttaqin.
Semoga dengan memahami hukum dan hikmah-hikmah qurban semakin banyak yang tergerak dan sadar bahwa melaksanakan qurban adalah ibadah yang memiliki manfaat besar dalam sosial kemanusiaan
ReplyDeletejazakumullah Khoir