Dampak Perceraian Terhadap Harta Bersama
Pertanyaan:
Apakah
konsekuensi perceraian terhadap harta bersama, dan bagaimana bila mantan istri
WNA?
Jawaban:
1. Konsekuensi
atau akibat hukum perceraian terhadap harta bersama diatur dalam Pasal 37UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”)
yang menyatakan “Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur
menurut hukumnya masing-masing.” Lebih jauh daam Penjelasan Pasal 37 UU
Perkawinan disebutkan bahwa “Yang dimaksud dengan "hukumnya"
masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.”
H. Hilman
Hadikusuma menjelaskan dalam buku “Hukum Perkawinan Indonesia Menurut:
Perundangan Hukum Adat Hukum Agama” (hlm. 189), akibat hukum yang menyangkut
harta bersama berdasarkan Pasal 37 UU Perkawinan ini diserahkan
kepada para pihak yang bercerai tentang hukum mana dan hukum apa yang akan
berlaku, dan jika tidak ada kesepakatan antara mantan suami-istri, hakim dapat
mempertimbangkan menurut rasa keadilan yang sewajarnya.
Jadi, akibat
suatu perceraian terhadap harta bersama bagi setiap orang dapat berbeda-beda,
tergantung dari hukum apa dan mana yang akan digunakan para pihak untuk
mengatur harta bersama.
Penjelasan
lebih jauh mengenai frasa “hukumnya masing-masing” dalam Pasal 37 UU
Perkawinan ini kami tidak akan membahasnya satu-persatu, karena jumlahnya
dan ragamnya banyak sekali. Tapi sebagai contoh dapat kami jelaskan beberapa
hal sebagai berikut:
a. Untuk
yang beragama Islam, ada ketentuan mengenai pembagian harta bersama dalamKompilasi
Hukum Islam (“KHI”). Pasal 97 KHI mengatur “janda atau duda
cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang
tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.”.
b. Lalu,
dijelaskan Hilman (hlm. 193), bagi umat Katolik pada dasarnya tidak ada
perceraian dalam agama Katolik, karena agama Katolik menolak adanya perceraian.
Namun dalam praktiknya, pasangan Katolik tetap dapat bercerai secara perdata,
walaupun secara Katolik perceraian tersebut dianggap tidak sah. Dalam hal yang
demikian, perceraian dan pembagian harta bersama berpedoman pada
ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).
Berdasarkan Pasal
126 KUHPer, harta bersama bubar demi hukum salah satunya karena perceraian.
Lalu, setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama mereka dibagi dua
antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa
mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu (Lihat Pasal 128
KUHPer).
Jadi,
berdasarkan Pasal 37 UUP jo Pasal 126 dan 128 KUHPer, perceraian
mengakibatkan bubarnya harta bersama sehingga harta bersama tersebut harus dibagi
diantara pasangan suami-istri.
c. Selain itu,
akibat perceraian terhadap harta bersama juga dapat ditentukan oleh hukum adat
yang digunakan para pihak, apabila para pihak menggunakan hukum adat untuk
mengatur akibat perceraian. Sehingga, segala sesuatu mengenai harta bersama
diatur berdasarkan hukum adat yang berlaku masing-masing, dan tidak ada
kesamaan antara masyarakat adat yang satu dan yang lainnya.
Misalnya pada
masyarakat matrilineal seperti masyarakat Minang, umumnya berlaku hukum adat
yang menentukan akibat hukum perceraian terhadap harta bersama yaitu harus
dibagi antara suami dan istri (Hilman, hlm 189-190).
2. Jika salah
satu pihak dalam perkawinan adalah warga negara asing, perkawinan tersebut
merupakan suatu perkawinan campuran.
Perkawinan
campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada
hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan
Indonesia (Lihat Pasal 57 UU Perkawinan).
Dalam hal ini
kami kurang jelas perkawinan Anda dilangsungkan dimana. Karena, suatu
perkawinan adalah sah berdasarkan hukum dimana perkawinan tersebut
dilangsungkan. Jika perkawinan itu kemudian tidak dicatatkan di Indonesia, maka
perkawinan tersebut tetap tunduk pada hukum dimana perkawinan dilangsungkan.
Yakni dalam hal terjadi perceraian, harus dilakukan dimana perkawinan
dilangsungkan (Pasal 56 ayat [1] UUP).
Namun, jika
perkawinan Anda dilangsungkan di Indonesia dan tunduk pada hukum Indonesia,
yang berlaku adalah ketentuan Pasal 37 UUP sebagaimana telah kami jelaskan
di atas yakni, untuk menentukan hukum mana dan hukum apa yang berlaku terkait
dengan harta bersama diserahkan pada kesepakatan para pihak yang bercerai.
Jika tidak ada
kesepakatan antara mantan suami-istri, Hilman menambahkan, hakim dapat mempertimbangkan
menurut rasa keadilan yang sewajarnya. Jadi, bila tidak ada kesepakatan para
pihak mengenai akibat perceraian terhadap harta bersama, hakimlah yang akan
menentukan hukum apa dan mana yang akan diterapkan.
Sumber:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
3. Kompilasi
Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan
Kompilasi Hukum Islam).
0 Response to "Dampak Perceraian Terhadap Harta Bersama"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!