Dana Talangan Haji, Bolehkah?
Sejak 2004, Kementerian Agama memberlakukan sistem
pembayaran setoran awal untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Para
calon jamaah (calhaj) menyetorkan dana mereka ke 27 bank penerima setoran (BPS)
awal. Hingga akhir Februari, ditaksir jumlah dana setoran itu terkumpul Rp 38
triliun.
Sebagian BPS menggulirkan program dana talangan BPIH.
Calhaj diberi kemudahan oleh sejumlah lembaga keuangan resmi berupa dana
talangan. BPIH calhaj dipenuhi oleh lembaga yang bersangkutan agar mendapat
nomor antrean. Di kemudian harinya, nasabah tersebut membayarnya dengan
mengangsur. Bolehkah praktik dana talangan itu dijalankan oleh bank? Bagaimana
prinsipnya?
Mengutip buku Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), lembaga keuangan syariah (LKS) bila
diperlukan dapat membantu menangani pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan
prinsip qardh. Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh)
yang memerlukan. Konsekuensinya, nasabah tersebut berkewajiban mengembalikan
jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. Hukum
transaksi qardh sendiri diperbolehkan.
Ada banyak teks yang menguatkan diperbolehkannya talangan
haji dengan prinsip qardh. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya.” (QS al-Baqarah [2]: 282).
Hadis riwayat Tirmidzi dari Amr bin ‘Auf juga menjadi
landasan. Rasulullah SAW bersabda, “Perdamaian dapat dilakuukan di antara kaum
Muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan halal atau menghalalkan haram,
dan kaum Muslimin terikat dengan syarat mereka, kecuali syarat yang
mengharamkan halal atau menghalalkan haram.”
Dari manakah lembaga penalang BPIH itu memperoleh dana?
Masih di buku yang sama disebutkan, dana qardh yang dijadikan talangan
diperoleh dari bagian modal atau keuntungan lembaga yang disisihkan. Bisa juga
dana berasal dari lembaga lain atau individu yang memercayakan penyaluran
infaknya ke bank yang bersangkutan.
Imbalan jasa
Lantas, bolehkah bank pemberi talangan mengambil imbalan
jasa selama proses pengurusan? Menurut DSN-MUI, bank yang bersangkutan boleh
mengambil fee. Praktik mengambil jasa atas pengurusan haji oleh bank merujuk
pada prinsip al-ijarah. Besar imbalan jasa tidak boleh didasarkan pada jumlah
talangan qardh dari LKS. Jasa tersebut juga tak boleh dipersyaratkan dengan
pemberian talangan haji.
Terdapat banyak dalil yang dipergunakan sebagai landasan
diperbolehkannya mengambil fee itu dengan merujuk prinsip ijarah. Allah SWT
berfirman, “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Ya, bapakku ambillah
ia sebagai orang yang bekerja (pada kita) karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya." (QS al-Qashash [28]: 26).
Hadis riwayat Abd ar-Razaq dari Abu Hurairah dan Said
al-Khudri juga menyatakan demikian. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang
mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”
Sumber:
-http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/12/04/19/m2qckp-dana-talangan-haji-bolehkah
0 Response to "Dana Talangan Haji, Bolehkah?"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!