Hukum Menimbun Barang Komoditi
Hukum Menimbun Barang Komoditi - Penimbunan
barang di Indonesia dewasa ini menjadi tradisi yang dijaga kelangsungannya,
entah oleh siapa?! Ini memang selalu terjadi, baik ketika menjelang natal,
bulan Ramadhan, atau lebaran, dan juga setiap akan dinaikkannya harga bahan
bakar minyak (BBM) oleh pemerintah. Yang terakhir ini, walaupun kenaikan harga itu
baru sebatas rencana, malah lebih parahnya BBM pun juga menjadi komoditi yang
ditimbun.
Tradisi
penimbunan tersebut memberikan konsekuensi logis terhadap harga komoditi
tersebut. Sebagaimana hukum pasar, ketika suatu komoditi yang beredar di pasar
lebih sedikit tidak sesuai dengan permintaan maka harganya pasti lebih tinggi,
dibanding ketika komoditi tersebut beredar sesuai dengan permintaan pasar/konsumen
atau malah lebih.
Para ulama
sepakat bahwa “menimbun” (ihtikâr) hukumnya adalah dilarang (haram). Baik ulama
dari madzhab Hanafiyah misalnya Ibnu ‘Abidin dalam karyanya Raddul
Muhtâr atau az-Zailia’iy dalam karyanya Tabyînul Haqâiq, ulama
Malikiyah misalnya dalam kitab al-Muntaqa ‘alal Muwatthaatau al-Gharnathiy
dalam karyanya al-Qawânîn al-Fiqhiyah, ulama Syafi’iyah misalnya
al-Khathib al-Syirbiniy dalam karyanya Mughnil Muhtâj atau
as-Syiraziy dalam karyanya al-Muhaddzab dan syarahnya yaitu
kitab al-Majmû’ an-Nawawiy juga Zainuddin al-Malibbariy
dalam Fathul Mu’în dan Syarahnya yaitu kitab I’ânatut Thâlibîn karya
Muhammad Syatha ad-Dimyathiy, maupun ulama Hanabilah misalnya Ibnu Qudamah
dalam karyanya al-Mughni.
Adapun dalil
yang dijadikan landasan oleh para ulama tersebut adalah beberapa hadits Nabi
Muhammad SAW, diantaranya hadits yang diriwayatkan melalui Umar RA dimana Nabi
SAW bersabda ;
الجالب مرزوق والمحتكر ملعون
Orang yang mendatangkan (makanan) akan dilimpahkan riskinya, sementara penimbun
akan dilaknat
Juga hadits yang diriwayatkan melalui Mu’ammar al-‘Adwiy:
لا يحتكر الا خاطئ
Tidak akan menimbun barang, kecuali orang yang berbuat salah.
Hadits yang diriwayatkan melalui Ibn Umar:
من احتكر طعاماً أربعين ليلة، فقد برئ من الله ، وبرئ الله منه
Siapa menimbun makanan selama 40 malam, maka ia tidak menghiraukan Allah, dan
Allah tidak menghiraukannya
Hadits yang diriwayatkan melalui Abu Hurairah :
مَنْ احْتَكَرَ حُكْرَةً يُرِيدُ أَنْ يُغْلِيَ بِهَا عَلَى
الْمُسْلِمِينَ فَهُوَ خَاطِئٌ
Siapa menimbun barang dengan tujuan agar bisa lebih mahal jika dijual kepada
umat Islam, maka dia telah berbuat salah.
Hadits Riwayat Ibnu Majah, dan sanadnya hasan menurut Al Hafidz Ibnu Hajar Al
Asqalani rahimahullah
من احتكر على المسلمين طعامهم ضربه الله بالجذام والإفلاس” رواه ابن
ماجة وإسناده حسن
Siapa yang suka menimbun makanan orang-orang Islam, maka Allah akan mengutuknya
dengan penyakit kusta dan kebangkrutan. (HR Ibnu Majah, sanad hadit ini
hasan)
Alasan hukum haramnya menimbun barang yang digunakan oleh para ulama adalah
adanya kesengsaraan (al-madlarrah), dimana dalam menimbun ada praktek-praktek
yang menyengsarakan (al-madlarrah) orang lain, yang hal tersebut tidak sejalan
dengan tujuan syari’at Islam yaitu menciptakan kemaslahatan (tahqîq
al-mashâlih) dengan langkah mendatangkan kemanfa’atan (jalbul manfa’ah) dan
membuang kesengsaratan (daf’ul madlarrah). Apalagi kalau diperhatikan perbuatan
menimbun merupakan hanya berupaya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri
diatas penderitaan orang lain.
Para ulama juga banyak pendapat, bahwa yang haram ditimbun bukan hanya
barang/komoditi makanan pokok sehari-hari suatu penduduk saja, melainkan
komoditi yang kalau hal tersebut sulit didapatkan maka hal itu bisa menyebabkan
kesengsaraan bagi orang banyak. Malah ulama Malikiyah berpendapat bahwa
haramnya menimbun tidak hanya pada bahan pokok saja melainkan semua barang. Dan
dalam kitab Fathul Mu’in yang dinukil dari al-Ghazaly diistilahkan
dengan “mâ yu’în ‘alaih” yaitu setiap komoditi/barang yang
dibutuhkan.
Hanya saja sampai saat ini di Indonesia tidak ada peraturan hukum yang secara
jelas mengatur tentang penimbunan. Sehingga penimbun BBM nyaris tidak ada yang
dikenakan sanksi sebagaimana mestinya. Seperti beberapa penimbun BBM yang
dijerat dengan Pasal 53 huruf d jo Pasal 23 ayat (2) huruf c UU No. 22 Tahun
2001 tentang Migas, misalnya kasus yang terjadi di Indramayu, Jawa Barat. Atau
misalnya yang terjadi di Poso Sulawesi Tengah yang kasusnya sampai ke Mahkamah
Agung akan tetapi putusan akhirnya pelaku terlepas dari segala tuntutan hukum
dan barang bukti 134 drum minyak tanah dikembalikan kepada pelaku.
Sumber: Lembaga
Bahtsul Masail PBNU
0 Response to "Hukum Menimbun Barang Komoditi"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!