Respons Fiqh Muamalah Terhadap Perniagaan Modern
Mukaddimah
Fiqih merupakan
hasil pemikiran yang timbul dari interaksi antara teks dengan konteks. Kajian
ilmu fiqih akan terus berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan
zaman yang harus tetap berada di bawah payung wahyu. Zaman terus bergerak secara
dinamis sedangkan wahyu telah sempurna dan terbatas. betapa pentingnya
kedudukan fiqih, maka tidak heran apabila ada sebagian pendapat yang mengatakan
bahwa jika peradaban Islam dapat diungkapkan atau dijelaskan melalui salah satu
produknya, maka dapat kita angkat peradaban fiqih sebagaimana bangsa Yunani
yang identik dengan peradaban filsafatnya.
Menurut Gibb,
kegiatan dan pemikiran yang menonjol pada masa permulaan Islam adalah dalam
bidang hukum bukan dalam bidang pemikiran. Oleh sebab itu, banyak peneliti
Islam yang membuat kasusimpulan bahwa tidak mungkin Islam dapat difahami dengan
baik tanpa pengetahuan secara komprehensif dan mendalam tentang fiqih.
Bagi umat
Islam, mempelajari fiqih merupakan satu usaha sebagai wujud implementasi dari
keimanan dan keislaman yang sempurna. Mempelajari dan mengamalkan fiqih
merupakan manifestasi keimanan seseorang Muslim. Pelaksanaan hukum Islam (baca:
fiqih) dianggap sebagai bentuk ketundukan kepada Allah SWT. Hal ini karena,
fiqih tidak hanya semata-mata mengatur hal-hal yang berhubungan dengan ritual
saja, akan tetapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari
hubungan pribadinya dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, keluarga,
lingkungan masyarakat, serta hubungan antar agaman dan hubungan internasional.
Dalam Islam, fiqih
mempunyai dua fungsi, pertama sebagai hukum positif dan kedua sebagai standard
moral. Fungsi hukum positif dengan merujuk kepada fungsi dan perannya seperti
hukum-hukum positif lainnya dalam mendapatkan legitimasi dari badan yudikatif
(perundangan). Adapun peran fiqih sebagai standard moral adalah merujuk kepada
tidak semua hukum fiqih mendapat justifikasi dan legitimasi mahkamah atau badan
yudikatif untuk menjadi hukum nasional. Hal ini seperti hukum mubah, makruh dan
bahkan hukum wajib serta haram pun tidak boleh sepenuhnya berada di bawah
kewenangan legislatif untuk menetapkan suatu hokum.
Terdapat dua
istilah yang digunakan untuk menunjukkan hukum Islam, yaitu Syariat Islam dan Fiqih
Islam. Di dalam buku-buku hukum Islam berbahasa Inggris, Syariat Islam disebut Law,
sedangkan fiqih Islam disebut Islamic jurisprudence. Di Indonesia, syariat
Islam sering disebut dengan istilah hukum syari’at atau hukum syara`, sedangkan
fiqih Islam sering disebut dengan istilah hukum fiqih atau kadang-kadang
disebut dengan fiqih Islam.
Perbedaan
syariah dengan fiqih adalah jika syariah merupakan hukum-hukum yang terdapat
dalam al-Qurann dan al-Hadīth, maka fiqih merupakan hasil pemahaman dan
interpretasi para mujtahid pada teks-teks al-Quran dan al-Hadits serta hasil
ijtihad mereka pada peristiwa-peristiwa yang hukumnya tidak ditemukan di dalam
al-Quran dan al-Hadīth. Kedua-dua istilah ini dalam bahasa non-Arab disebut
juga dengan “hukum Islam” dan “Islamic law”
Secara
kronologis, syariah lahir terlebih dahulu dari fiqih. Syariah ditentukan oleh
Allah SWT, sedangkan fiqih adalah hasil pemikiran manusia terbatas pada
syariah. Jadi, secara umum syariah mengandung prinsip-prinsip dasar yang abadi,
karena ia bersumber kepada wahyu Allah SWT yang memang bersifat pasti dan
hukumnya tidak mungkin diubah atau dimodifikasi. Sebaliknya fiqih adalah hasil
pemahaman manusia yang bersifat kontemporer dan sementara
Fiqh Muamalah
Jika fiqh Islam
dipetakan dalam sekala besar, maka menjadi dua bagian; yaitu urusan ibadah dan
urusan masyarakat. Dalam bagian pertama mencakup soal keimanan, shalat, zakat,
puasa, dan haji. sedangkan bagian kedua meliputi mu‘amalah, munakahat,
wiratsah, ‘uqūbah, mukhaamah, siyar, dan al-Ahkam al-Sultaniyyah.
Pemahaman
mengenai perkembangan fiqih ini dapat dilakukan dengan menelusuri bibliografi
ilmu fiqih yang sesuai dengan konteks sejarah yang dialaminya. Para ulama
terdahulu telah mencoba untuk membuat pembagian bidang dalam ilmu fiqih ini.
Sebagian dari mereka ada yang membaginya menjadi tiga bidang, yaitu ‘Ibādah (ritual),
Mu‘amalah (perdata Islam), dan ‘Uqūbah (pidana Islam). Ada juga di kalangan
ulama yang membaginya menjadi empat bidang, yaitu ‘Ibadah, Mu‘amalah, ‘Uqūbah,
dan Munakahah. Walaupun demikian, dua bidang pokok hukum Islam telah disepakati
oleh semua ahli fiqih, yaitu bidang ibadah dan bidang muamalah. Akan tetapi fiqih
muamalah terbagi mencakup fiqih muamalah dalam konteks pengertian yang luas dan
fiqih muamalah dalam pengertian lebih sempit.
Makna fiqih muamalah
secara bahasa adalah pemahaman terbatas pada masalah interaksi antara dua orang
atau lebih. Sedangkan menurut terminologi (istilah) fiqih muamalah mempunyai
makna yang luas dengan merujuk kepada hukum-hukum manusia dalam masalah-masalah
yang berkaitan dengan keduniaan. Sedangkan fiqih muamalah dalam pengertian yang
lebih sempit adalah segala bentuk transaksi yang membolehkan tukar menukar
barang atau jasa.
Fiqih muamalah
yang merujuk kepada makna yang luas menurut Fathi ‘Utsman, dapat dibagi menjadi
tujuh yaitu ; (1) al-Ahkam al-Ahwal al-Shahsiyyah (hukum perdata); (2) al-Ahkam
al-Maddiyyah (hukum kebendaan); (3) al-Ahkam al-Jinā’iyyah (hukum pidana); (4) al-AÍkam
al-Murafa’at (hukum acara perdata dan peradilan); (5) al-Ahkam al-Dustūriyyah
(hukum kelembagaan dan birokrasi); (6) al-Ahkam al-Dawliyyah (hukum
internasional); dan (7) al-Ahkam al-Iqtishodiyyah wa al-Maliyyah (hukum ekonomi
dan keuangan).
Sedangkan fiqih
muamalah dalam makna yang lebih sempit menurut al-Fikrī dalam kitabnya “al-Mu‘amalah
al-Maddiyyah wa al-Adabiyyah” terbagi menjadi mu‘amalah maddiyyah dan mu‘amalah
adabiyyah. Al-Mu‘amalah al-Maddiyah ialah muamalah yang mengkaji objek yang
dijadikan barang dalam proses jual beli (al-mabi‘) sehingga sebagian ulama
berpandangan bahwa Mu‘amalah Maddiyyah adalah muamalah yang bersifat kebendaan.
Hal ini karena, objek fiqih muamalah mencakupi benda yang halal, haram dan
syubhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang memudaratkan dan benda yang
mendatangkan kemaslahatan bagi manusia.
Al-Mu‘amalah
al-Adabiyyah ialah muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda
yang bersumber dari pancaindera (al-hawas al-khamsah) manusia, yang unsur
penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya jujur, hasad,
dengki dan dendam
Telaah terhadap
fiqh muamalah pasti melibatkan kreatifitas berfikir. Sebab ayat-ayat tentang
fiqhih muamalah bersifat goloba dan pedoman dasar saja. Oleh karenanya, ijtihad
para ulama dalam merespon perkembangan bisnis modern merupakan suatu keniscayaan.
Menurut
Al-Qarāfi (w. 684H) terdapat tiga kaedah untuk memaparkan kedudukan ulama dalam
berijtihad; Pertama, al-Wad‘u, yaitu pembuat atau pihak yang menjadikan kata
itu memiliki arti atau makna tertentu; Kedua, al-Isti‘mal, yaitu pemakaian kata
yang arti dan maksudnya sering berubah karena faktor budaya. Secara konseptual,
kata yang digunakan oleh seseorang memiliki dua pengertian: Pengertian awal
sesuai dengan yang dirumuskan oleh pembuatnya, dan pengertian yang diubah
karena konteks dan susunan kalimat yang digunakan. Pengertian pertama disebut
makna wadl’i, dan yang kedua disebut makna isti’mali. Dan Ketiga, al-Haml, yaitu
ulama yang mencoba menangkap makna dari apa yang dikatakan atau apa yang
ditulis oleh seseorang (dilalatullafzhi).
Menurut Imām
al-Ghazāli, ijtihad bukan sebuah pekerjaan yang bersifat umum yang tidak
terbagi-bagi, akan tetapi seseorang dapat dikatakan melakukan ijtihad jika ia
melakukan ijtihad dalam beberapa masalah hukum saja (ijtihad juz’i). Apa yang
perlu diketahui seorang mujtahid adalah aspek-aspek pengetahuan yang
berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya.
Bahkan mujtahid besar, pendiri madzhab bukanlah orang yang sepenuhnya memiliki
pengetahuan yang diperlukan untuk berijtihad. Contohnya, Imām Abū Hanifah atau
Imām Syāfi‘i tidak sepenuhnya menguasai ilmu hadits.
Produk ijtihad
dapat dibedakan menjadi empat, yaitu fiqih, qanun, qadha`i’ dan fatwa. Memberi
fatwa lebih khusus dibandingkan dengan ijtihad. Hal ini karena, ijtihad adalah
kegiatan istinbat hukum baik karena ada pertanyaan atau tidak, sedangkan ifta’ hanya
dilakukan ketika ada kejadian nyata dan seorang ahli fiqih berusaha mengetahui
hukumnya. Perbedaan fatwa dan qadha’ terletak pada orang yang memberi keputusan
dan hasil keputusan tersebut. Jika fatwa dilakukan oleh orang yang mempunyai
sifat khusus sebagai mufti, maka qadha` (putusan) dilakukan oleh hakim (qadhi).
Menurut Imām
al-Ghazāli, syarat seorang mufti agar fatwanya dapat diterima dan dijadikan
pegangan, selain memenuhi syarat yang telah ditetapkan kepada mujtahid juga
mesti adil dan mampu menjauhi perbuatan maksiat, terutama yang dapat
mempengaruhi keadilan. Mufti yang tidak adil tidak dapat diterima fatwanya,
kecuali untuk dirinya sendiri.
Menurut
Muhammad Abū Zahrah, untuk implementasi keadilan dalam menetapkan hukum yang
telah dijelaskan oleh pelbagai madzhab, seorang mufti harus memperhatikan dan
berpegang pada tiga perkara berikut, yaitu; Pertama, tidak memilih pendapat
yang tidak pasti dalilnya. Kedua, fatwanya membawa kemaslahatan bagi masyarakat
secara luas dan harus membimbing masyarakat dengan mengambil jalan tengah,
yaitu tidak mengambil pendapat yang paling berat dan tidak pula mengambil
pendapat yang paling ringan. Ketiga, dalam memilih pendapat, ia mesti
mempunyai niat dan tujuan yang baik. Oleh sebab itu, ia tidak boleh memilih
pendapat hanya untuk menyenangkan pemerintah/penguasa atau memenuhi keinginan
(selera) masyarakat, sementara ia tidak mempedulikan murka dan ridha Allah SWT.
Fatwa adalah
sesuatu yang tidak dapat dihindarkan umat Islam pada zaman Rasulullah Saw dan
zaman sesudah itu setelah dakwah Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia untuk
mendapatkan kepastian hukum tentang masalah keagamaan dan sosial yang dihadapi
masyarakat. Karenanya, fatwa bersifat domestik, sesuai keadaan, dan bersifat
kontemporer sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada saat itu.
Di era modern
ini, berbagai soal transaksi direspon dan dilegalkan melalui
fatwa, baik fatwa yang keluarkan secara individu atau secara kolektif.
Biasanya, masalah muamalah yang akan dilegalkan secara nasional atau
internasional selalu dijawab melalui fatwa kolektif. Yaitu lembaga yang secara
resmi dibentuk khusus untuk menanggapi masalah ekonomi Islam. Angotanya terdiri
dari berbagai disiplin ilmu, seperti ulama, pakar hukum Islam, ahli ekonomi,
dan praktisi.
Inovasi
Transaksi Modern
Di era
tehnologi dan informasi semua transaksi berbasis online. Konsekuensinya
perdagangan menadi digital yang tidak dibatasi oleh ruang, waktu dan tempat.
Suatu negara dapat dengan mudah dan cepat menakses negara lain secara online.
Pola perdagangan inilah yang melahir bisnis berbasis keuangan dan berbagai
macam model transaksi. Beberapa model transaksi modern yang direspons
oleh fiqih muamalah dapat dibagi kepada empat model besar, yaitu perbankan,
asuransi, gadai dan pasar modal. Empat model ini tela terwadahi dalam
lembaga keuangan syariah.
Transasksi
Perbankan
Fungsi Bank
secara garis besar adalah sebagai lembaga intermediasi (intermediary
institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali
dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas
pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil
bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional
mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang
disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau
profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Konsep teoritis
mengenai Bank Islam muncul pertama kali pada tahun 1940-an, dengan gagasan
mengenai perbankan yang berdasarkan bagi hasil. Berkenaan dengan ini dapat
disebutkan pemikiran-pemikiran dari penulis antara lain Anwar Qureshi (1946),
Naiem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad (1952). Uraian yang lebih terperinci
mengenai gagasan pendahuluan mengenai perbankan Islam ditulis oleh ulama besar
Pakistan, yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah
(1944-1962).
Batasan
pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara
lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
Namun berkenaan
dengan perkembangan dengan kemajuan dan mobilitas masyarakat, akad-akad ini
mengalami evolusi dan inovasi sesuai dengan kemajuan masyarakat. Seperti kasus
kartu kredit (bithaqah al I’timan) menggunakan akad ijarah, kafalah dan qardl.
Transaksi ini tidak hanya menggunakan satu akad tetapi dengan cara
menggabungkan berbagai akad dalam satu pelaksanaan transaksi. Sebab, para pihak
tidak dapat memanfaat transaksi itu jika tidak menggabungkan beberapa akad
(muta’adidah/multi akad).
ini menggunakan
akad kafalah dan ijarah atau akad al-qardh dan ijarah. Akad kafalah digunakan
dalam hal ini di mana penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi pemegang
kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari
transaksi antara pemegang kartu dengan merchant, dan/atau pencairan tunai dari
selain bank atau Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bank penerbit kartu, sedangkan
akad al-qardh digunakan pada saat melakukan penarikan tunai dari bank atau ATM.
Adapun fee yang dikenakan kepada pemegang kartu kredit atas jasa sistem
pembayaran dan layanan terhadap pemegang kartu adalah menggunakan akad ijarah.
Prinsip akad kafalah
bertujuan untuk kebaikan (tabarru‘) semata-mata dengan mengaharap ridha Allah
SWT. Orang yang menjamin (dhamin) pembayaran hutang orang lain akan dapat
memohon ganti rugi uang yang dibayarkan, namun akan lebih baik jika penjamin
tidak meminta ganti uang yang dibayar karena jaminan itu adalah tanggungan
orang yang dijamin, di mana penjamin bermaksud menolong dan semata-mata berbuat
baik. Akad kafalah yang meminta ganti terhadap harta yang dibayarkan disebut
sebagai akad tabarru‘ pada saat akad dan disebut juga dengan nama akad tukar
menukar ketika selesai akad. Akad kafalah yang membebankan pembiayaan kepada
pihak yang ditanggung (al-madmun ‘anh) merupakan pengalihan dari prinsip akad ijarah
yang berdasarkan tabarru‘ menjadi akad kafalah yang didasarkan kepada ijarah.
Dalam akad kafalah beban biayanya itu hanya terjadi dalam keadaan yang kurang
stabil dan sangat diperlukan atau mendesak.
Transaksi
Asuransi
Ada berbagai
cara bagaimana manusia menangani risiko terjadinya musibah. Cara pertama adalah
dengan menanggungnya sendiri (risk retention), yang kedua, mengalihkan risiko
ke pihak lain (risk transfer), dan yang ketiga, mengelolanya bersama-sama (risk
sharing). Cara yang ketiga inilah filosofi dan dasar dalam asuransi
syariah. Jadi, Risk sharing inilah sesungguhnya esensi asuransi dalam
Islam, di mana di dalamnya diterapkan prinsip-prinsip kerjasama, proteksi dan
saling bertanggungjawab (cooperation, protection, mutual responsibility).
Masyarakat
tradisional menghadapinya secara pribadi dan tidak terenca. Kemudian di era
modern menghadapi risiko dilakukan secara terencana, terorganisir dan
terlembaga. Pada dasarnya Asuransi adalah semangat bergotong royong (takaful)
dalam menghadap risiko secara kolektif, terencana dan termanaje.
Menurut
sejarah, perkembangan asuransi baru muncul pada abad 13-14 di Itallia, disaat
terdapat sebagian orang yang siap menanggung risiko-risiko di laut yang kerap
menimpa perahu layar atau penumpangnya dengan imbalan uang tertentu. Lalu
setelah tiga abad, munculah asuransi darat. Awalnya dalam bentuk asuransi
kebakaran, yaitu selepas terjadinya kebakaran yang cukup besar di London pada
tahun 1666 M yang melalap lebih dari 13000 rumah. Kemudian pada abad kedelapan
belas sampai pertengahan abad kesembilan belas seiring dengan revolusi industri
dan meningkatnya resiko tenaga kerja serta banyaknya alat industri muncul
bentuk asuransi lainnya, seperti asuransi seseorang yang mengasuransikan
dirinya dari sebuah bahaya yang mungkin menimpa hartanya, seperti juga
mengasuransikan mobilnya dari kecelakaan, kematian atau yang lain sebagainya.
Sedangkan
secara legalitas keislaman, sistem asuransi syariah baru diakui dan diadopsi
oleh ulama dunia pada tahun 1985. Pada tahun ini, Majma al-Fiqh al-Islami
mengadopsi dan mengesahkan takaful sebagai sistem asuransi yang sesuai dengan
syariah. Meskipun sebenarnya, ulama yang pertama membahas tentang asuransi
adalah Ibnu Abidin (1784–1836 M./1252 H.). Ibnu Abidin adalah seorang ulama
bermazhab Hanafi, yang mengawali untuk membahas asuransi dalam karyanya yang
popular, yaitu Hasyiyah Ibn Abidin, Bab Jihad, Fashl Isti’man Al-Kafir dan
kitab Raddu al Muhtar ’Ala al Dar al Mukhtar.
Sebenarnya
perbedaan utama antara asuransi syariah dan konvensional terletak pada tujuan
dan landasan operasional. Dari sisi tujuan, asuransi syariah bertujuan saling
menolong (ta’awuni) sedangkan dalam asuransi konvensional tujuannya penggantian
(tabaduli). Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi
konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik
perusahaan, sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
Dalam Asuranasi
Islam menggunakan akad wakalah dan tabarru’ atau mudlarabah dan ta’awun.
Implementasi akad takafuli dan tabarru‘ dalam sistem asuransi syariah diadakan
dalam bentuk pembagian setoran premi menjadi dua. Untuk produk yang mengandung
unsur tabungan (saving), maka premi yang dibayarkan akan dibagi ke dalam
rekening dana anggota dan satunya lagi rekening tabarru‘. Sedangkan untuk
produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving), setiap premi yang
dibayar akan dimasukkan seluruhnya ke dalam rekening tabarru‘. Keberadaan
rekening tabarru‘ menjadi sangat penting untuk menjawab pertanyaan
ketidakjelasan asuransi dari sudut tuntutan pembayaran.
Adapun asuransi
akad tijari adalah model mudharabah dan ta’awun. Secara teknisnya, mudharabah
adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama menyediakan
100 persen modal sedangkan pihak kedua menjadi pengelola. Di sini terjadi
pembagian untung rugi antara (shahib al-mal) dan pihak pengelola/perusahaan
asuransi (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagikan menurut
kesepakatan yang dicatat dalam kontrak, sedangkan apabila terjadi kerugian,
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian
pengelola.
Dalam model mudharabah,
seluruh peserta bertanggung jawab terhadap musibah yang dialami peserta lain
termasuk untuk membayar beban-beban asuransi lain (biaya reasuransi, medical
expenses, legal fee, dan lainnya). Sedangkan pengelola (operator) hanya
bertanggung jawab terhadap semua pengeluaran yang terkait dengan operasional
dan hasil investasi sesuai dengan kapasitasnya dalam akad mudharabah. Berbeda
dengan akad mudharabah adalah akad wakalah, takaful yang berfungsi sebagai
wakil peserta di mana dalam menjalankan fungsinya (sebagai wakil), Takaful
berhak mendapatkan biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan mereka.
Hukum asuransi
mengetengahkan pendapat hukum muamalah yang dapat diterima oleh semua pihak
dalam hal yang menjadi perbedaan masyarakat (ibda‘ al-qawl al-tsalits fi
al-masa’il al-khilafiyyah). Yaitu tetap mengikut salah satu imam madzhab fiqih
meskipun tidak secara keseluruhan diterapkan. Yaitu kafalah atau mudlarabah di
satu sisi dan akad tabarru’ untuk saling memberi. Hal ini ditetapkan
karena asuransi sudah menjadi urf dan maslahah bagi masyarakat.
Transaksi Pasar
Modal
Pasar modal
adalah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan
modal (investor) dengan orang yang memerlukan modal (issuer) untuk mengembangkan
investasi. Pasar modal sama seperti pasar biasa pada umumnya, yaitu tempat
bertemunya penjual dan pembeli dengan objek yang diperjualbelikan adalah hak
kepemilikan perusahaan dan surat pernyataan hutang perusahaan.
Di Indonesia,
Langkah awal perkembangan pasar modal Islam (pasar modal syariah) dimulai
dengan membentuk reksadana (mutual fund) syariah, Jakarta Islamic Index
(JII) serta Obligasi Syariah (Islamic Bond) yang efektif mulai 30 Oktober 2002.
Sedangkan Pasar Modal Syariah sendiri mulai diresmikan pada 14 Maret 2003.
Dalam kandungan isinya, pasar modal syariah sama dengan pasar modal
konvensional, namun ada beberapa peraturan-peraturan syariah yang harus
dipatuhi.
Pasar modal
merupakan tonggak penting dalam dunia ekonomi pada saat ini. Banyak industri
dan perusahaan yang menggunakan institusi ini sebagai media untuk menyerap
investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Pasar modal memiliki
peran yang besar dalam sistem ekonomi sebuah negara karena pasar modal
menjalankan dua fungsi secara bersama, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi
keuangan.. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasarnya
menyediakan kemudahan yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang
memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer).
Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan
dan kesempatan memperoleh upah (return) bagi pemilik dana sesuai dengan
karakteristik investasi yang dipilih.
pelaksanaan
transaksi saham harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak
melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur gharar,
riba dan maysir. Transaksi-transaksi seperti ini meliputi: Najsy, yaitu
melakukan penawaran palsu; Bay‘ al-ma‘dum, yaitu melakukan penjualan atas
barang (saham) yang belum dimiliki (short selling); Insider Trading, yaitu
memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan terhadap transaksi
yang dilarang; Menimbulkan informasi yang menyesatkan; Margin Trading, yaitu
melakukan transaksi atas saham syariah dengan fasilitas pinjaman yang
berasaskan bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian saham syariah tersebut; Ihtikar
(menimbun), yaitu melakukan pembelian atau dan penghimpunan suatu saham Syariah
untuk mempengaruhi perubahan harga saham syariah, dengan tujuan mempengaruhi
pihak lain.
Sebuah
transaksi yang mengandung unsur gharar timbul disebabkan oleh dua sebab utama. Pertama,
kurangnya informasi atau pengetahuan (jahala, ignorance) pihak yang melakukan
kontrak. Jahala ini menyebabkan tidak dimilikinya control atau skill pada pihak
yang melakukan transaksi. Kedua, karena tidak adanya objek. Ada pula yang
membolehkan transaksi dengan objek yang secara faktual belum ada, dengan syarat
pihak yang melakukan transaksi memiliki kontrol untuk hampir boleh
memastikannya di masa depan.
Pada
dasarnya gharar adalah bentuk transaksi yang mengandung cacat atau bahkan dapat
mengakibatkan kerugian. Mungkin termasuk di dalamnya adalah setiap transaksi
yang mengandung unsur ketidakpastian dan spekulasi. Namun ketidakpastian dan
spekulasi bukan merupakan alasan utama mengapa suatu transaksi tidak sah
disebabkan oleh gharar. Spekulasi yang dilarang dalam hukum Islam adalah
transaksi yang menodai hak salah satu pihak atau para pihak yang melakukan
transasksi.
Secara umum,
mekanisme pasar (bursa efek/stock exchange) yang sepatutnya menurut syariah
meliputi beberapa aspek, yaitu: Kelayakan penawaran (penawaran yang sesuai),
kelayakan permintaan dan kelayakan kekuatan pasar.
Dalam hal
kelayakan penawaran, prinsip syariah melarang suatu pihak untuk menjual barang
(saham) yang belum dimiliki dan juga melarang gangguan pada penawaran
(mengganggu jumlah efek yang beredar). Sebagai contohnya adalah dengan
melakukan penimbunan barang juga praktek membeli hasil pertanian sebelum petani
tersebut sampai ke pasar. Dalam hal kelayakan permintaan, prinsip syariah
melarang suatu pihak membeli atau mengajukan permintaan untuk membeli tanpa
memiliki kebutuhan dan daya beli (permintaan palsu). Sedangkan dalam hal
kekuatan pasar, prinsip syariah menginginkan kegiatan pasar yang layak (yang
sesuai), termasuk dalam hal likuiditas perdagangan, sehingga harga yang terbentuk
dalam transaksi di bursa efek (stock exchange) merefleksikan kekuatan tawar
menawar pasar yang sebenarnya.
Selain proses
pasar, juga diperhatikan modal yang diperdagangkan. Para ahli fiqih kontemporer
bersepakat bahwa haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari
perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Misalnya, perusahaan yang
bergerak di bidang produksi minuman keras, babi dan apa saja yang berkaitan
dengan babi; jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi; industri
hiburan yang haram, seperti kasino, perjudian, pelacuran, media porno, dan
sebagainya. Dalil yang mengharamkan jual-beli saham perusahaan seperti ini
adalah semua dalil yang mengharamkan segala aktivitas tersebut.
Kesimpulan
Dalam bidang
ekonomi, Islam menempatkan self interest (maslahah al-fard) dan social interest
(maslahah al-‘ammah) sebagai jaminan dan keadilan ekonomi, jaminan sosial dan
pemanfaatan modal ekonomi sebagai prinsip fundamental sistem ekonominya.
Menurut Islam, aktivitas ekonomi selain bertujuan untuk memperoleh keuntungan,
harus memperhatikan etika dan hukum ekonomi syariah, yaitu dilakukan atas dasar
suka sama suka (al-taradhi), prinsip keadilan (al-‘adalah) dan tidak saling
merugikan (la darar wala dirar.
Pada dasarnya
muamalah adalah mubah (boleh). Maka inovasi model transaksi merupakan suatu
yang niscaya untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman dan dinamika
masyarakat. Pada kenyataannya, Modifikasi akad dapat dibedakan menjadi empat
macam: Pertama, konsep fiqih muamalah yang tidak dimodifikasi karena bersifat
operasional dan langsung dapat diterapkan, seperti akad salam, istishna’,
ijarah, mudharabah (al-qardh), musyarakah, al-hiwalah, al-rahn, dan al-sarf.
Kedua, konsep
fiqih muamalah yang dimodifikasi agar mudah diterapkan, seperti akad tabarru‘
pada asuransi dan reasuransi syariah, uang muka dalam murabahah, potongan
tagihan murabahah, obligasi syariah ijarah, obligasi syariah mudharabah, denda
atas pelanggan orang mampu yang menangguhkan pembayaran, ketentuan review ujrah
pada Lembaga Keuangan Syariah, sertifikat wadi‘ah Bank Indonesia, pembiayaan
pelbagai jasa, dan pembiayaan rekening koran Syariah.
Ketiga, konsep
fiqih muamalah yang dimodifikasi dengan menggabungkan suatu akad dengan jenis
akad lainnya (al-‘uqud al-murakkabah), baik dalam bentuk penggabungan dengan
memberi pilihan atau penggabungan secara integrasi. Penggabungan beberapa jenis
akad dalam satu objek transaksi dengan memberi pilihan terjadi pada fatwa giro,
tabungan dan deposito yang bisa memilih antara akad wadi‘ah dan mudharabah;
akad murabahah yang bisa memilih antara tunai dan angsuran (bay‘ al-taqsith); istishnā’
paralel; obligasi syariah yang bisa memilih antara mudharabah, musyarakah, murabahah,
salam, istishna’ dan ijarah; lettter of credit (L/C), dapat memilih antara akad
wakalah bi al-ujrah, wakalah bi al-ujrah dan al-qardh, wakalah bi al-ujrah dan mudharabah,
dan akad musyarakah; pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah yang
dapat memilih antara akad mudarabah, musyarakah, qard, wadi‘ah, dan al-sarf; line
facility (al-tashilat) yang dapat memilih antara akad murabahah, istisna’,
mudharabah, musyarakah, dan ijarah; Syariah card (بطاقة الإئتمان) yaitu pemilihan antara akad kafalah, qard atau ijarah; dan
asuransi syariah yaitu pilihan antara akad wakalah dan mudharabah. Sedangkan
penggabungan beberapa jenis akad (al-‘uqud al-murakkabah) dalam satu objek
transaksi secara integrasi berlaku pada akad mudarabah musyarakah yang
mengintegrasikan akad mudharabah dengan musyarakah seperti produk giro, dan
akad asuransi syariah yang mengintegrasikan akad tabarru‘ dengan akad wakalah
atau mudharabah.
Keempat,
re-akad, artinya mengganti akad yang sedang berjalan dengan akad baru karena
adanya maslahah. Re-akad terjadi pada akad yang mensepakati akad murabahah yang
kemudian tidak mampu meneruskannya. Maka anatara nasabah dan bank melakukan
kesepakatan baru dengan memulai akad kembali, seperti akad ijarah al mntahiyah
bi al tamlik.
Oleh: M. Cholil
Nafis, Ph D
(Dosen
Pascasarjana Universitas Indonesia dan anggota Dewan Syariah Nasional)
Sumber:
cyberdakwah.com
0 Response to "Respons Fiqh Muamalah Terhadap Perniagaan Modern"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!