Memilih Dalam Pemilu Bukan Merupakan Kewajiban Melainkan Hak
Memilih Dalam
Pemilu Bukan Merupakan Kewajiban Melainkan Hak
Dalam
beberapa pemilu di Indonesia soal penggunaan hak pilih dan soal golput selalu
menjadi perdebatan publik dan bahkan menjadi salah tolok ukur keberhasilan
pemilu, apakah pemilukada, pileg dan pipres. Bagaimana sebenarnya kedudukan
dari hak memilih itu ?
Mahkamah Konstitusi
memutus menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta UU No. 8 Tahun 2012
tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD terkait frasa “hak memilih”. Permohonan
agar memilih dalam Pemilu bukan sekedar sebagai hak, tetapi menjadi kewajiban
setiap warga negara ini dianggap oleh Mahkamah tidak beralasan hukum.
“Menyatakan menolak
permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Hamdan Zoelva mengucapkan
amar putusan di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Kamis (16/10).
Dalam
pertimbangannya, Mahkamah menyatakan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 UU 42/2008
serta Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 20 UU 8/2012 telah diuji dan diputus ditolak
Mahkamah dalam Putusan Nomor 61/PUU-XI/2013, bertanggal 18 Maret 2014. Menurut
Mahkamah, pada hakikatnya alasan-alasan Pemohon dalam permohonan Nomor
61/PUU-XI/2013 sama dengan alasan Pemohon dalam permohonan tersebut. “Terhadap
materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam Undang-Undang yang telah
diuji, kecuali dengan alasan lain atau batu uji yang berbeda, tidak dapat
dimohonkan pengujian kembali,” ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati
membacakan pertimbangan hukum.
Dalam
Putusan Nomor 61/PUU-XI/2013, Mahkamah menegaskan, “...pemilihan yang bersifat
umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku bagi semua warga negara
tanpa terkecuali. Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan
pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Oleh karena itulah maka
memilih dalam pemilihan umum merupakan hak bagi warga negara. Hal tersebut juga
telah ditegaskan dalam Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap
orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa,dan negaranya”.
Pertimbangan itu,
sepanjang mengenai pasal-pasal yang telah diuji dengan dasar pengujian yang
sama, mutatis mutandis (berlaku sama) menjadi pertimbangan pula dalam putusan
perkara nomor 39/PUU-XII/2014 tersebut.
Lebih lanjut,
menurut Mahkamah, “hak memilih” merupakan hak warga negara yang bebas
menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun sebagaimana
dianut dalam prinsip negara hukum. Memilih bukan merupakan kewajiban karena
jika menjadi kewajiban maka negara dapat memaksa dan memberikan sanksi kepada
warga negara yang tidak melaksanakan kewajiban untuk memilih.
“Walaupun bukan
merupakan kewajiban, memilih adalah tanggung jawab warga negara untuk ikut
menentukan masa depan bangsa dan negaranya dengan memilih pemimpinnya dalam
pemilihan umum,” imbuh Maria.
Sebelumnya, Taufiq
Hasan sebagai pemohon prinsipal menilai aturan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28
UU 42/2008 dalam UU 42/2008 serta Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 20 UU 8/2012
bertentangan dengan konstitusi. Menurutnya, memilih pada Pemilu bukan sekadar
hak. Pemilih juga punya kewajiban dalam Pemilu, yakni untuk mencoblos apa yang
dipilih.
“Pada permohonan
ini kami memohonkan yakni pengujian Undang-Undang Pemilu baik Pileg mau pun
Pilpres karena Pemilu yang dilaksanakan sudah beberapa kali oleh bangsa
Indonesia ini jelas-jelas menyimpang dari Undang-Undang Dasar tahun 1945 atau
inkonstitusional karena tidak ada kewajiban yang dibebankan kepada rakyat
padahal dalam konstitusi mengamanatkan hal tersebut,” ujar Taufiq dalam sidang
perdana perkara nomor 39/PUU-XII/2014 tersebut.
Batu uji yang
digunakan Taufiq adalah Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dalam
penjelasan tersebut, menurutnya sudah jelas dalam Pemilu rakyat punya
kedaulatan tanggung jawab, hak, dan kewajiban untuk memilih pemimpin dan wakil
rakyat. “Jadi, punya hak dan kewajiban bukan cuma punya hak seperti yang
dipahami selama ini seharusnya UU Pemilu harus bisa menjelaskan mana yang itu
hak rakyat dan mana yang kewajibannya,” imbuhnya. (Lulu Hanifah/mh)
Sumber: www.boyyendratamin.com
| 10/17/2014
0 Response to "Memilih Dalam Pemilu Bukan Merupakan Kewajiban Melainkan Hak"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!