Perkawinan Menurut Hukum Perdata
Menurut Hukum
Perdata, Pengertian Perkawinan adalah perbuatan hukum dari seseorang
laki-laki dan seorang perempuan, yang dilangsungkan dengan cara seperti yang
ditetapkan di dalam undang-undang dengan maksud untuk hidup bersama. Hukum
Perkawinan menurut hukum Barat dipandang sebagai perbuatan perdata, yang
berarti, bahwa sah atau tidaknya ditinjau dari sudut hukum perdata.
Seorang laki-laki hanya diperkenankan kawin dengan 1 (satu) perempuan saja dan
sebaliknya (monogaam). Syarat-syarat yang penting adalah :
1. Kata sepakat yang bebas
2. Umur 15 tahun bagi perempuan dan 18 tahun bagi laki-laki. Dengan perkawinan
ini anak yang tadinya dibawah umur menjadi cakap untuk melakukan perbuatan
hukum.
3. Izin orang tua, dalam hal calon suami/isteri yang masih berumur 30 tahun.
Apabila izin ini tidak diperoleh dapat diganti dengan perantara hakim dalam hal
calon-calon itu berumur diantara 21 tahun dan 30 tahun. Apabila calon-calon itu
masih di bawah 21 tahun, perantara ini tidak mungkin.
Perkawinan tersebut harus diketahui dan dicatat oleh seseorang pegawai negeri,
yaitu pegawai pencatatan sipil (burgelijke stand). Setelah perawinan, maka
suami adalah kepala perkawinan. Isteri harus tunduk kepada suami. Atas
dasar ketentuan bahwa isteri tunduk pada suami, maka :
1. Suami bertanggungjawab mengenai isi rumah tangga;
2. Suami atau istri harus memelihara dan mendidik anak-anak yang masih di bawah
umur. Suami atau isteri memiliki kuasa orang tua, yang meliputi anak-anaknya
sendiri yang sah. Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan, kuasa orang tua
itu dilakukan oleh seseorang wali yang ditetapkan oleh hakim. Kuasa orang tua
itu meliputi pula harta benda anak-anaknya;
3. Isteri harus diam dalam rumah suami;
4. Dari ikatan keluarga ini timbul kewajiban-kewajiban saling memberi nafkah (alimentasi).
Kewajiban alimentasi ini mengenai : (a) suami terhadap isteri, (b) keluarga
dalam garis lurus yang bersifat timbal balik.
Hukum perdata
ini mengatur segala ketentuan mengenai perkawinan, baik itu mengenai syarat
perkawinan, akibat-akibat yang ditimbulkan saat terjadi perkawinan, khususnya
pada harta dan status anak. Tidak hanya itu hukum perdata juga mengatur
mengenai perceraian yang terjadi dan pembagian harta dan kepengurusan anak
setelah perceraian terjadi.
Referensi:
-Achmad
Ichsan, 1967. HUKUM PERDATA IA. PT Pembimbing Masa: Jakarta.
0 Response to "Perkawinan Menurut Hukum Perdata"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!