Rukhshah Bagi Si Sakit untuk Mengeluarkan Deritanya
Rukhshah Bagi Si Sakit untuk
Mengeluarkan Deritanya
Tidak mengapa bagi si sakit untuk
mengeluhkan rasa sakit dan penderitaannya kepada
dokter atau perawatnya, kerabat atau temannya, selama hal itu
dilakukan tidak untuk menunjukkan kebencian
kepada takdir, atau untuk menunjukkan keluh kesah dan kekesalannya.
Hal ini
disebabkan orang yang dijadikan tempat mengaduh
lebih-lebih jika ia dokter atau perawat
kadang-kadang punya obat yang dapat menghilangkan
rasa sakitnya, atau minimal meringankannya.
Disamping itu, menyampaikan keluhan kepada orang yang
dipercayainya dapat meringankan beban psikologis,
lebih-lebih jika orang itu mau menanggapinya,
merasa iba padanya, dan ikut merasakan
penderitaan yang dialaminya. Seorang penyair kuno mengatakan: "Aku
mengaduh dan mengeluh Padahal mengeluh seperti ini tak biasa kulakukan Tapi
memang Bila gelas sudah penuh isinya Ia akan tumpah keluar."
Pujangga lain mengatakan: "Tak
apalah engkau mengaduh Kepada orang yang berbudi luhur Agar ia iba padamu Atau
menenangkan jiwamu Atau turut merasakan penderitaanmu."
Diriwayatkan dari al-Qasim
bin Muhammad bahwa Aisyah r.a. pernah
berkata, "Aduh, kepalaku sakit."
Dan Nabi saw. menimpali, "Aduh, kepalaku juga sakit!"
Dan diriwayatkan dari
Sa'ad, ia berkata, "Rasulullah saw. datang
menjenguk saya ketika penyakit saya bertambah berat pada
waktu haji wada', lalu saya berkata, 'Saya
menderita sakit sebagaimana yang engkau lihat ..."
Imam Bukhari
meriwayatkan dalam al-Adabul-Mufrad dari Urwah bin Zuber, ia berkata,
Saya dan Abdullah bin Zuber pernah
menjenguk Asma' binti Abu Bakar yang nota bene ibu mereka
sendiri lalu Abdullah bertanya kepada Asma',
'Bagaimana keadaan Ibunda?' Asma' menjawab, 'Sakit.'"
Riwayat-riwayat ini
menolak anggapan sebagian ulama yang mengatakan bahwa
orang sakit dimakruhkan mengeluh/mengaduh. Imam
Nawawi mengomentari pendapat sebagian ulama tersebut
dengan mengatakan, "Ini adalah pendapat yang lemah atau batil,
karena sesuatu yang makruh ditetapkan dengan adanya larangan
yang dimaksud, sedangkan yang demikian
tidak didapati." Kemudian beliau berhujjah dengan hadits
Aisyah dalam bab ini, lalu berkata, "Barangkali yang mereka
maksud dengan karahah (makruh) disini adalah
khilaful-aula (menyalahi sesuatu yang lebih utama), sebab
tidak diragukan lagi bahwa melakukan dzikir lebih utama
(daripada mengaduh/mengerang)."
Al-Qurthubi berkata,
"Sebenarnya tidak seorang pun yang dapat menolak rasa sakit, dan memang
jiwa manusia diciptakan untuk dapat merasakan yang demikian,
maka apa yang telah diciptakan Allah pada manusia tidaklah dapat diubah. Hanya
saja, manusia dibebani tugas untuk melepaskan diri dari
sesuatu yang dapat ditinggalkan apabila ditimpa
musibah, misalnya berlebihan dalam mengeluh dan mengaduh,
karena orang yang berbuat begitu berarti telah keluar dari artian sebagai
ahli sabar. Adapun semata-mata mengaduh tidaklah tercela, kecuali
ia membenci apa yang ditakdirkan atas dirinya."
Bahkan Imam Muslim
meriwayatkan dari Utsman bin Abil 'Ash
bahwa dia mengeluhkan rasa sakit
pada tubuhnya kepada Rasulullah saw., lalu beliau bersabda
kepadanya: "Letakkan tanganmu pada badan tubuhmu yang sakit, dan ucapkan
'bismillah' (dengan nama Allah) tiga kali, dan ucapkan doa ini sebanyak tujuh
kali: 'Aku berlindung dengan kebesaran Allah dan kekuasaan-Nya dari apa yang aku
derita dan aku khawatirkan.'"
Para ulama mengatakan,
"Dari riwayat ini dirumuskan hukum
sunnahnya menyampaikan keluhan kepada
orang yang bisa memohonkan berkah, karena mengharapkan keberkahan
doanya"
Imam Ahmad biasanya memuji Allah
terlebih dahulu, baru setelah itu beliau memberitahukan
apa yang dideritanya, mengingat riwayat dari Ibnu Mas'ud yang
mengatakan, "Apabila menyampaikm syukur terlebih dahulu
sebelum menyampaikan keluhan, maka tidaklah dia dinilai berkeluh
kesah."
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengomentari
perkataan Nabi saw. dalam hadits Aisyah ("kepala saya
juga sakit") dengan mengatakan: "Riwayat ini menunjukkan bahwa
mengatakan sakit tidak termasuk berkeluh kesah. Sebab betapa banyak orang yang
hanya berdiam tetapi hati mereka merasa jengkel (marah), dan betapa banyak
orang yang mengadukan sakitnya tetapi hatinya merasa ridha. Maka yang perlu
diperhatikan di sini adalah amalan hati, bukan amalan lisan.
Wallahu a'lam. Disisi lain, bagi orang yang menerima keluhan
hendaklah ia berusaha meringankan penderitaan si sakit dengan
membelainya atau menyentuhnya dengan penuh kasih sayang, dengan perkataan
yang menyejukkan hati, dan dengan doa yang baik, sebagaimana yang
dilakukan Rasulullah saw. terhadap Sa'ad. Aisyah binti
Sa'ad meriwayatkan bahwa ayahnya bercerita, "Ketika saya
di Mekah, saya mengadukan sakit yang berat, kemudian
Nabi saw menjenguk saya. Kemudian beliau
menaruh tangan beliau dan mengusapkannya pada muka dan perut saya, seraya
berdoa: "Ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad, dan sempurnakanlah hijrahnya."
Sa'ad berkata, "Maka saya senantiasa
merasakan dinginnya tangan beliau di hati saya menurut
perasaan saya hingga hari kiamat." Ibnu Mas'ud juga
berkata, "Saya pernah masuk ke tempat
Rasulullah saw. ketika beliau sedang sakit parah, lalu saya
belai beliau dengan tangan saya sembari
berkata, 'Wahai Rasulullah, sakitmu sangat berat.'
Beliau menjawab, 'Benar, sebagaimana yang diderita oleh dua orang diantara
kamu.' Saya berkata, 'Hal itu karena engkau mendapat dua
pahala?' Beliau menjawab, 'Benar.' Kemudian beliau bersabda: "Tidak
seorang muslim yang ditimpa suatu gangguan berupa penyakit atau lainnya,
melainkan Allah menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon menggugurkan
daun-daunnya."
Selain itu, hendaklah ia berusaha
meringankan penderitaan si sakit dengan
mengingatkannya akan keutamaan sabar terhadap cobaan Allah
dan ridha menerima qadha-Nya, mengingatkannya
akan pahala orang yang mendapatkan ujian lantas ia bersabar
dan rela menerimanya. Hendaklah ia mengingatkan bahwa penyakit yang
menimpanya adalah untuk
menyucikan dan menebus dosa-dosanya,
untuk menambah kebaikannya,
atau untuk meninggikan derajatnya. Disamping
itu! ia juga sebaiknya diberi pengertian bahwa
orang yang paling berat cobaannya ialah para nabi,
kemudian orang-orang yang memiliki derajat di bawahnya, dan
seterusnya. Perlu juga diingatkan kepadanya tentang
ayat-ayat dan hadits-hadits Nabi, serta biografi para shalihin yang
sekiranya dapat menenangkan dan memantapkan
hatinya, tidak menjadikannya jenuh
dan berat. Kemudian sebaiknya ia diajari dengan sesuatu
yang dapat meninggikan jiwanya, sebagaimana yang dilakukan
Nabi saw. terhadap Utsman bin Abil 'Ash.
Adapun mengenai
pengaduan kepada Sang Pencipta Yang Maha
Luhur, maka Al-Qur'an telah mengisahkan beberapa orang Nabi
a.s. yang mulia. Diantaranya Al-Qur'an mengisahkan Nabi Ya'qub a.s. yang
mengatakan: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukankesusahan
dan kesedihanku ..." (Yusuf: 86)
Demikian pula ketika mengisahkan
Nabi Ayub a.s.: "Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: '(Ya
Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Tuhan Yang
Maha Penyayang di antara semua penyayang." (al-Anbiya': 83).
Ayat-ayat ini sekaligus menyangkal
anggapan golongan sufi yang mengatakan bahwa berdoa merusak
keridhaan dan penyerahan. Dalam hal ini
sebagian mereka berkata, "Pengetahuan-Nya tentang
keadaanku tidak memerlukan aku meminta kepada-Nya." Tetapi
yang perlu ditegaskan disini bahwa berdoa dan memohon kepada
Allah adalah ibadah, sebagaimana yang disabdakan
Rasulullah saw.
Sebenarnya, menurut
kesepakatan para ulama, yang tergolong makruh dalam hal ini ialah
berkeluh kesah terhadap Tuhannya, yaitu menyebut-nyebut
penderitaannya kepada manusia dengan jalan memaki-maki.
Inilah yang dilakukan oleh sebagian orang yang melupakan nikmat
Allah, yang mereka ingat hanyalah bala dan bencana semata.
0 Response to "Rukhshah Bagi Si Sakit untuk Mengeluarkan Deritanya"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!