Mengambil Kayu Dari Kawasan Yang Dilindungi
Mengambil Kayu Dari Kawasan
Yang Dilindungi
Diskripsi Masalah:
Masyarakat sekitar telah lama hidup dengan bergantung
pada kawasan dengan mengambil berbagai potensi dialamnya (flora Fauna) namun
sebenarnya kawasan meru betiri telah dilindungi oleh undang-undang sejak jaman
Hindia Belanda sampai sekarang.
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya mengambil kayu
atau binatang dari kawasan yang di lindungi untuk kebutuhan keluarga?
Jawaban:
Hukumnya adalah tidak boleh
kecuali ada izin dari imam. Khusus hal-hal yang seperti ikhtitub (mengambil
ranting pohon ), ishtiyad (berburu) dan mengambil air maka diperbolehkan selama
tidak merusak ekosistem yang ada.
Pengambilan ibarat:
1. Al Fiqh Al Islam Wa Adillatuh
: 3/72
2. Mughni Al Muhtaj : 2/361
3. Majmu’ Syarh Al Muhaddzab :
15/223
كما في الفقه الإسلامي وأدلته الجزء الثالث صحيفة 72 ما
نصه :
وأما الأجام فهي من الأموال المباحات
إن كانت في الأرض غير مملوكة فلكل واحد حق الاستيلاء عليها وأخذ ما يحتاجه منها
وليس لأحد منع الناس منها وإذا استولى شخص على شيئ منها وأحرزه صار ملكا له لكن
للدولة تقييد المباح يمنع قطع الأشجار رعاية للمصلحة وإيقاع على الشروة الشجرية
المقيدة. اهـ.
Artinya :
“Rimba
merupakan kekyaan alam yang mubah, dengan catatan rimba tersebut terdapat
dilahan yang tak bertuan, setiap orang berhak untuk menguasai rimba tersebut
dan mengambil sesuatu yang di butuhkanya tidak seorangpun yang berhak mencegah
manusia dari rimba tersebut. Jika seorang menguasai dengan memeliharanya. Maka
ia menjadi pemiliknya. Yang bisa dilakukan oleh negara adalah membatasi
kemubahan, misalnya dengan melarang menebang pohon pohon karena memperhatikan kemaslahatan
dan melestarikan kekayaan hutan yang
terbatas.“
كما في مغني المحتاج الجزء الثاني صحيفة 361 ما نصه :
قال ابن الرفعة وهو قسمان أصلي وهو
ما لم يعمر قط وطارىء وهو ما خرب بعد عمارة الجاهلية ولا يشترط في نفي
العمارة التحقق بل يكفي عدم تحققها بأن لا
يرى أثرها ولا دليل عليها من أصل شجر ونهر وجدر وأوتاد ونحوها وحكمها إن كانت تلك
الأرض ببلاد الإسلام فللمسلم أي يجوز له تملكها بالإحياء وإن لم يأذن له فيه
الإمام اكتفاء بإذن رسول الله صلى الله عليه وسلم كما وردت به الأحاديث المشهورة
ولأنه مباح كالإحتطاب والإصطياد لكن يستحب استئذانه خروجا من الخلاف نعم لو حمى
الإمام لنعم الصدقة موضعا من الموات فأحياه شخص لم يملكه إلا بإذن الإمام لما فيه
من الإعتراض على الأئمة. اهـ.
Artinya:
“Ibnu
Rif’ah berkata : Untuk menentukan bahwa sebuah lahan masih belum dianggap (dimakmurkan)
tidak dipersaratkan adanya tahqquq (sebuah keyakinan bulat yang didasarkan pada
penelitian yang mendalam) tidak disyaratkan adanya pembukuan riil, tetapi cukup
dengan adanya tanda-tanda adanya bahwa
lahan tersebut pernah dimanfaatkan, misalnya dengan adanya batang-batang
pohon/tebangan-tebangan, selokan-selokan, bekas-bekas tembok, pasak dan lain
sebagainya. Sedang hukum nya adalah jika lahan tersebut ada di negara islam,
maka boleh bagi orang muislim untuk memilikinya dengan cara mengolah lahan tersebut,
meskipun tidak di perbolehkan oleh penguasa.hal ini disamping ada izin
rosulullah, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits-hadits mashur, juga karena
membuka lahan merupakan hal yang mubah seperti mecari kayu bakar dan memburu.
akan tetapi di sunnahkan bagi orang muslim untuk meminta izin terlebih dahulu
pada penguasa. Kasus seperti diatas lain dengan apabila
seorang penguasa melindungi sebuah kawasan yang
masih mati (belum tersentuh manusia). Kalau pengolahan itu diperuntutkan
peternakan maka harus dengan izin penguasa.“
كما في المجموع شرح المهذب الجزء الخامس عشرة صحيفة
223 ما نصه :
قال الرملي وللإجماع على منع إقطاع
مشارع الماء وهذا مثلها بجامع الحاجة العامة وأخذها بغير عمل. ويمتنع أيضا إقطاع
وتحجر أرض لأخذ نحو حطبها وصيدها وبركة لأخذ سمكها وظاهر كلام الأصحاب المنع من
التملك والارتفاق ولكن الزركشي قيد المنع بالتملك. اهـ.
Artinya:
Imam
romli berkata : dan karena adanya ijma’ (kesepakatan para ulama’) atas wajibnya
mencegah prilaku menguasai pada jalan-jalan menuju sumber air. Hal ini sama halnya dengan segala persoalan yang berkaitan dengan
kepentingan umum, dimana untuk mengambil manfaatnya tanpa dituntut untuk
melakukan kerja, begitu juga dilarang untuk menguasai dan mengklaim
(Intoleransi) bumi/suatu wilayah untuk maksud mengambil kayu bakarnya dan hewan
buruanya, dan mengklaim sebuah empang untuk mengambil ikan nya.
Tampaknya pendapat dikalangan
syafi’iyah menegaskan tidak diperkenankanya untuk memiliki dan mengklaim hak
umum. Tapi imam zarkasi hanya mengkoyyidi/membatasi pencegahan tersebut pada
maksud untuk memiliki.“
Sumber:
Hasil Bahtsul Masail (Loka Karya)
Fiqih Lingkungan, Di PP. Roudhotul Ulum Sumber Wringin Jember. Tanggal 28-29
Januari 2002
0 Response to "Mengambil Kayu Dari Kawasan Yang Dilindungi"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!