Kewajiban Nafkah Suami Menurut Fuqaha

Kewajiban Nafkah Suami Menurut Fuqaha
Keempat Imam madzhab yaitu Maliki, Hanafi, Shafi'i, dan Hambali sepakat bahawa memberikan nafkah itu hukumnya wajib setelah adanya ikatan dalam sebuah perkawinan. Akan tetapi keempat imam madzhab memiliki perbedaan mengenai kondisi, waktu dan tempat, perbedaan tersebut terletak pada waktu, ukuran, siapa yang wajib mengeluarkan nafkah dan kepada siapa saja nafkah itu wajib diberikan. Keempat imam madzhab sepakat bahawa nafkah meliputi sandang, pangan dan tempat tinggal.
Adapun pendapat dari masing-masing fuqaha sebagai berikut :
a. Madzhab Maliki
Menurut Imam Malik mencukupi nafkah keluarga merupakan kewajiban ketiga dari seorang suami setelah membayar mahar dan berlaku adil kepada istri. Kalau terjadi perpisahan antara suami dan istri, baik karena cerai atau meninggal dunia maka harta asli istri tetap menjadi milik istri dan harta asli milik suami tetap menjadi milik suami, menurut madzhab Maliki waktu berlakunya pemberian nafkah wajib apabila suami sudah mengumpuli istrinya. Jadi nafkah itu tidak wajib bagi suami sebelum ia berkumpul dengan istri.
Sedangkan mengenai ukuran atau banyaknya nafkah yang harus dikeluarkan adalah disesuaikan dengan kemampuan suami. Nafkah ini wajib diberikan kepada istri yang tidak nusuz. Jika suami ada atau masih hidup tetapi dia tidak ada ditempat atau sedang bepergian suami tetap wajib mengeluarkan nafkah untuk istrinya.
b. Madzhab Hanafi
Menurut Imam Hanafi mencukupi nafkah istri merupakan kewajiban kedua dari suami setelah membayar mahar dalam sebuah pernikahan. Nafkah diwajibkan bagi suami selama istri sudah baligh. Mengenai jumlah nafkah yang wajib dipenuhi oleh suami terhadap istri disesuaikan dengan tempat kondisi dan masa. Hal ini dikarenakan kemampuan antar satu orang dengan orang yang lain berbeda. Pembedaan jumlah nafkah itu berdasarkan pada pekerjaan suami, jadi kadar atau jumlah nafkah bisa berbeda-beda antara keluarga yang satu dengan yang lain. Pendapat Imam Hanafi menyebutkan bahwa nafkah wajib diberikan kepada istri yang tidak nusuz. Tetapi jika suami masih hidup dia tidak berada ditempat maka suami tidak wajib memberikan nafkah kepada istri.
c. Madzhab Syafi'i
Menurut Imam Syafi'i hak istri sebagai kewajiban suami kepada istrinya adalah membayar nafkah. Nafkah tersebut meliputi, pangan, sandang, dan tempat tinggal. Nafkah wajib diberikan kepada istrinya yang sudah baligh. Sedangkan mengenai ukuran nafkah yang wajib diberikan kepada istri berdasarkan kemampuan masing-masing. Adapun perinciannya yakni jika suami orang mampu maka nafkah yang wajib dikeluarkan setiap hari adalah 2 mud, menengah 1 ½ mud, dan jika suami orang susah adalah 1 mud. Nafkah tersebut wajib diberikan kepada istri yang tidak nusuz selama suami ada dan merdeka.
d. Madzhab Hambali
Menurut Hambali suami wajib membayar atau memenuhi nafkah terhadap istrinya jika pertama istri tersebut sudah dewasa dan sudah dikumpuli oleh suami, kedua, istri (wanita) menyerahkan diri sepenuhnya kepada suaminya. Nafkah yang wajib dipenuhi oleh suami meliputi makanan, pakaian, dan tepat tinggal. Memberikan makanan ini wajib, setiap harinya yaitu dimulai sejak terbitnya matahari. Sedangkan mengenai nafkah yang berwujud pakaian itu disesuaikan dengan kondisi perekonomian suami. Bila istri memakai pakaian yang kasar maka diwajibkan bagi suami memberi kain yang kasar juga untuk tempat tinggal kewajiban disesuaikan menurut kondisi suami.

Referensi:
Al Jaziri, Abdur Rohman, Kitab Fiqh al madzahib al Arba'ah, Juz 4, Al Maktabah Al Tijariyyah   Al Kubro, Mesir, 1969.
Bin Ahmad, Imam Qodzi Abu Walid Muhammad, Bidayatul Mujtahid, Juz 3, Dar Al Fikr,

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Kewajiban Nafkah Suami Menurut Fuqaha"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!