Kitab-Kitab Sunan Metode Dan Peringkatnya

Kitab-Kitab Sunan Metode Dan Peringkatnya
Kitab sunan banyak yang telah dikarang oleh para ahli hadis, seperti Sunan Ahmad bin Ubaid, Sunan Ismail al-Qadhi, Sunan Baihaqi, Sunan Ibn Juraij, dan lain sebagainya. Pertanyannya kemudian bagaimana bila kitab-kitab sunan yang pernah ada kurang diakui validitasnya atau kebenaran hadis yang ada di dalamnya? Sebagai umat Islam dari sumber kitab apa kita dapat mengambil manfaat hadis dan sekaligus meyakini yakini kebenarannya?
Permasalahan sebagian dari kita berpendapat atau mengikuti asumsi bahwa hadis Nabi adalah benar adanya tanpa meneliti terlebih dahulu apakah sudah dipastikan proses periwayatan hadits hingga sampai pada keabsahan sebuah hadits dengan memperhatikan syarat-syarat keberadaan hadits.
Sedangkan yang menjadi bahasan dalam makalah ini adalah hadits yang tekategorikan dalam empat kitab pokok hadits setelah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, yaitu : Sunan Nasa’i, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Turmudzi dan Sunan Ibn Majah. Kitab,. Keempat kitab Sunan tersebut memiliki keunikan dan kelebihan masing-masing. Sedangkan para ahli hadits menamakan dua hadits shohih dan empat hadits dari kitab-kitab sunan di atas dengan istilah kutubus Sittah.
Sehingga untuk semakin mengenal lebih jauh tentang kitab sunan tersebut perlu dijalaskan dalam makalah ini, beberapa metode yang digunakan dalam penulisan hadits dari keempat kitab sunan tersebut.
Sengaja penulis tidak memasukkan kitab sunan yang lainnya, dari beberapa ahli hadits. Kitab sunan tidak hanya terbatas hanya empat saja, meski demikian ada kecenderungan dari ahli hadits untuk menggolongkan sitab sunan yang terakui keunggulannya atau lebih merkualitas dibanding lainnya.
Sedangkan yang mendekati kesempurnaan adalah keempat macam sunan yang sedang dibahas ini. Hal ini lebih memudahkan bagi umat Islam menentukan pedoman kitab hadits. Sehingga umat Islam terhindar dari tulisan-tulisan hadits yang dipalsukan dengan maksud tertentu. Pada akhirnya empat kitab sunan sebagai rujukan kitab hadits setelah kitab Shahih
Ulama-ulama Mutaakhirin sependapat menetapkan, bahwa kitab pokok, lima buah yaitu:
1.       Shahih Al Bukhary
2.       Shahih Muslim
3.       Sunan Abu Dawud
4.       Sunan An Nasa’i
5.       Sunan At turmudzy
Kitab yang kelima di atas mereka namai “ Al Ushulu ‘l-Khamsah” atau Al Kutubu al-Khamsah”. Pendapat ini menjadi tema perdebatan tersendiri oleh ahli hadits pada masa berikutnya. Yaitu pendapat yang berusaha untuk lebih mengurangi kreteria kualitas dan persyaratan kitab hadits untuk ditetapkan status keistimewaannya. Sedangkan perkembangan keilmuan hadits setelah pendapat muta'akhirin memasukkan kitab sunan Ibnu Majjah sebagai kitab pokok berikutnya. Juga ada yang menambah kitab Muwatha' Imam Malik sebagai kitab ke enam yang digolongkan sebagai kutubut tis'ah.
Tokoh hadits yang menempatkan kitab Ibn Majah sebagai salah satu diantara enam kitab hadis yang pokok salah satu diantaranya adalah, Abul Fadli ibn Thahir yang selanjutnya diikuti oleh Abdul Ghani Al Maqdisi, Al Mizzi, Al Hafidh Ibnu Hajar dan Al Khazraji. Sedangkan pendapat kedua, menyatakan bahwa kitab hadis pokok yang keenam setelah sunan At-Turmudzi adalah kitab Al Muwatha'-nya Imam Malik. Dan masih terdapat beberapa pendapat ulama hadits yang menempatkan kitab hadits lainnya yang memasukkan peringkat keenam selain kitab Sunan Ibn Majah dan Sunan At-Turmudzi.
Sebagai peminat kajian tentang hadits sunan, perbedaan dari para ahli hadits adalah sah-sah saja, asalkandengan bukti serta alasan yang tepat. Pengaruh dari pandangan yang bersifat subyektif semata tidak dapat diikuti. Terkecuali apabila berdasarkan kajian yang semaksimal mungkin. Di dalam konteks ini, kepakaran ahli hadits akan membawa pengaruh besar terhadap keputusannya untuk menentukan kitab hadits apasaja yang bisa dan sah secara keilmuan di bidang ilmu hadits.
Menurut hemat saya adalah penting untuk menentukan kitab pokok dalam ilmu hadits. Alasannya di dunia ini semakin sedikit orang yang kemampuan, keahliannya dalam menjelaskan ilmu hadits. Apalagi kebutuhan masyarakat, umat Islam dalam menegakkan syariat agama Allah amat mutlak membutuhkan penjelasan dari nabinya. Karena Al Qur an sendiri menjelaskan hal-hal keagamaan dengan mencukupkan konsep dan garis besarnya saja.
Hadits menjadi alternatif setelah al Quran ssebagai penunjuk dan penjelas makna-makna yang tersurat maupun tersirat sebagaimana yang dikehendaki oleh aturan Allah. Pada ending-nya kitab hadits yang pokok telah ditetapkan oleh para ulama hadits menjadi pedoman bagi umat Islam yang awam tentang ilmu hadits.
Terlepas dari beberapa claim ulama tentang lima atau enam kitab pokok atau bahkan lebih, umat Islam tidak boleh menafikan atau enggan mempelajari hadits-hadits selain dari kitab sunan di atas. Sebagaimana pengalaman sebelumnya, bahwa dengan berkembangnya peradaban dan keilmuan hadits pada masa ulama muta'akhirin yang sepakat hanya menyebut lima kitab pokok. Namun pada masa berikutnya ditambah satu lagi, menjadi enam kitab pokok hadits. Juga pada masa sekarang ini dikalangan umat Islam meyakini ada sembilan kitab pokok hadits. Kesembilan kitab pokok tersebut menjadi rujukan dalam berbagai disipllin ilmu dikalangan umat Islam saat ini.
Pada masa sekarang menurut pendapat saya, pengefaluasian sebuah hadits Nabi tidak cukup hanya pada dari kitab apa sebuah hadits ditulis, akan tetapi harus lebih cenderung pada kajian tentang takhrijul hadits. Alasannya, sesuai penelitian lewat beberapa pentakhrij-an oleh ulama hadits, tidak semua hadits yang telah dibukukan oleh pengarang kitab shahih dan sunan terbukti shahih atau hasan.
Bila dilihat dari metode takhrij maka yang utama bukan kitab hadits, tetapi keabsahan sebuah hadits melewati proses yang benar. Kesimpulannya apapun hadits adalah kemungkinan benar dari Nabi tidak hanya ditentukan ditulis oleh siapa, tetapi dari hakekat hadits itu sendiri.

Kitab Sunan
Telah kita ketahui sebelumnya arti kata sunnah (jamak: Sunan). Tapi, bila para penulis kitab hadis menjuluki kitab mereka dengan “sunan”, maka yang mereka maksudkan ialah bahwa kitab itu dibagi menurut bab-bab hukum, seperti thaharah, shalat, zakat, dan seterusnya, yang bersumber dari Nabi.
Pengistilahan sunan adalah sebuah langkah kemudahan untuk senyebut sebuah kumpulan hadits yang telah dibukukan oleh penulisnya. Terdapat ruang perbedaan sebuah istilah sesuai dengan kajian sebuah ilmu. Perbedaan dalam istilah dalam ilmu hadits, dan fikih dalam istilah masing-masing terdapat pada kata sunnah. Kalau dalam pembahasan ilmu fikih, sunnah adalah salah satu hukum syari'ah agama. Sunnah dalam fikih adalah suatu perbuatan yang dianjurkan oleh agam Islam yang apabila dilaksanakan mendapat fahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa, seperti berpuasa tujuh hari setelah hari raya Idul Fitri.
Adapun istilah sunnah dalam ilmu hadits memiliki arti kitab-kitab hadits yang susunan babnya mengikuti bab-bab dalam ilmu fikih. Perbedaan ini hanya merupakan istilah. Agar memudahkan untuk memahami kajian ilmu hadits ini, maka tiap istilah yang memiliki perbedaan mesti dijelaskan dengan sesuai bidang keilmuannya masing-masing.
Sedangkan istilah "kitab" yang selanjutnya diikuti dengan kata shahih , gabungan dua kat ini mengarah pada suatu kitab di mana si penyusun menyusun kitabnya itu hanya memasukkan hadits-hadits yang shahih saja, dan bab-bab yang ada didalamnya biasanya disusun menurut permasalahannya sebagaimana penyusunan bab-bab dalam kitab fikih.
Menurut pendapat Moh. Anwar kitab Sunan juga disusun sebagaimana kitab shahih hanya saja didalamnya memuat hadits-hadits hasan dan juga kadang-kadang terdapat hadits dlaif.
Hadits shahih adalah
Mengenal adanya kitab shahih yang menurut kepahaman kita adalah kitab yang berisi hadis shahih, padahal kalau dikaji dengan kritik bahasa di atas secara lebih kasuistik maka memberi kepahaman yang tidak tepat, karena dalam kitab shahih bukhari dan muslim masih terdapat hadis-hadis yang tidak tergolong shahih. Sehingga perlu diluruskan, bahwa pengertian kitab shahih mengarah pada kebanyakan dalam kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim berisikan hadis-hadis shahih.
  1. Kitab sunan An Nasa’i
Nasa’i begitulah ia dikenal, lahir pada tahun 215 H, nama lengkapnya Abu ‘Abd Al-Rahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sina bin Bahr Al-Khurasani Al-Nasa’i. karyanya yang paling masyhur adalah al-Sunan al-Mujtaba yang ternyata merupakan seleksi dari al-Sunan al-Kubra dengan beberapa perubahan. Imam Nasa’i berkomentar tentang kitab ini dengan mengatakan “Kitab Sunan seluruhnya shahih dan sebagiannya ma’lul dan yang kami namakan al Mujtaba, semua hadisnya shahih”.
            Kitab Mujtab ini adalah merupakan kitab yang paling sedikit hadis-hadis dla’ifnya demikian pula perawi yang dicacat oleh ulama lain. Derajatnya lebih tinggi dari sunan Abu Dawud, sunan At Turmudzi, bahkan ada yang mengatakan rijalul hadits yang dipakai lebih tinggi nilainya daripada yang dipakai Imam Muslim.
Sedangkan metode yang dipakai dalam penulisan kitab sunan An Nasa’i adalah:
               1. Mencatat berbagai isnad hadis
               2. Mencatat isnad yang mengandung kesalahan dari perawinya
               3. Menjelaskan mana yang benar
Ia memang mencatat hadis dha’if, tapi kebanyakan hanya untuk menunjukkan cacat hadis tersebut. Syarat Nasa’i lebih rendah dari syarat shahihain karena menurut Abu Abdillah bin Mandah.  Kitab Sunan An Nasa’i adalah kitab yang kurang mendapat syarah dibandingkan kitab sunan yang lain. Dan kitab Al Mujtaba adalah merupakan kitab pokok yang ketiga.

  1. Kitab Sunan Abu Dawud
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani adalah salah seorang murid al Bukhari. Abu Dawud lahir pada tahun 202H, ia menyusun al Sunan-nya saat tinggal di Tarsus selama dua puluh tahun. Ia memilih sekitar empat ribu delapan ratus dari 500.000 hadis untuk menulis kitabnya ini. Ia puas dengan hanya menulis satu atau dua hadis dalam tiap bab. Sebagaimana perkataannya “Saya tidak mencatat lebih dari satu atau dua hadis dalam tiap bab, kendati ada hadis otentik lain yang menyangkut bab yang sama, agar tidak terlalu banyak dan dapat digunakan dengan mudah”
Ia menjelaskan metode penyusunan kitabnya itu secara ringkas sebagai berikut :
a. Hadits yang kualitasnya sangat rendah yang terdapat dalam kitabku aku jelaskan kondisinya.
b. Hadits yang tidak saya komentari sama sekali adalah hadits shalih (patut, baik)
c. Sebagian hadits-haditsnya lebih shahih dari pada sebagian yang lain.
d. Memasukkan hadis-hadis dla’if
e. Kadang beliau memasukkan hadis shahih menurutnya dan dla’if  versi ulama’ hadis lainnya.
   Alasan beliau memasukkan hadis dha’if adalah hadis dla’if  jika tidak amat lemah, seperti murid yang memiliki nilai 50 lebih baik ketimbang pendapat pribadi. Karena itu, ia lebih suka memasukkan hadis dla’if.
  1. Kitab sunan At-Turmudzi.
Abu Isa Muhammad Ibn Isa Surah As Silmy At Turmudzi, ia lahir pada tahun 209H.

1. Metodologi penulisan
a.       Mengumpulkan hadis Nabi secara sistematis.
b.      Membicarakan pendapat hukum para imam sebelumnya. Karena itu, ia hanya mencantumkan hadis-hadis yang dijadikan dasar penetapan hukum oleh para ulama terdahulu. Namun, ada segelintir hadis, mungkin tiga atau empat, yang dikecualikan dari aturan ini.
c.       Membicarakan kualitas hadis. Jika ada suatu illah, kelemahan, atau cacat, akan ia jelaskan.
2. Metode Penyusunan bahan
Tirmidzi meletakkan judul, lalu mencantumkan satu atau dua hadis sebagai sumber penarikan judul tersebut. Sesudah itu, ia memberi pendapatnya tentang kualitas hadis: shahih, hasan, atau dha’if. Untuk maksud ini, ia juga mencantumkan pendapat para fakih, kadi, dan imam awal berkenaan dengan persoalan yang dibahas. Bahkan ia juga menunjukkan, jika ada, hadis yang diriwayatkan sahabat lain berkaitan dengan persoalan yang sama, sekalipun kaitannya itu dalam rangka yang lebih luas.
  1. Kitab Sunan Ibn Majah
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al rab’i lahir pada tahun 209H, ia dikenal sebagai Ibn Majah al-Qazwani. Kitab karangannya yang masyhur bernama al-Sunan. Dalam periode belakangan, kitabnya (al-Sunan) menjadi salah satu dari enam kitab masyhur yang disebut Kitab Pokok Yang Enam (al- Ushul al-Sittah)
1. Metodologi Pemilihan Bahan.
Kitab sunan Ibn Majah menempati urutan paling rendah dalam koleksi Kitab Pokok Yang Enam, kitab ini berisi 4341 hadis, 3002 di antaranya dicatat penulis lima kitab lainnya, baik oleh kelimanya ataupun oleh salah satunya. Sisanya , 1339 hadis, dicatat olehIbn Majah sendiri, dan dapat digolongkan sebagai berikut: 428 shahih, 199 hasan, 613 isnad-nya lemah, dan 99 munkar atau makdzub.
2. Ciri utama Sunan Ibn Majah
Kitab ini menyajikan sedikit sekali pengulangan, dan merupakan salah satu yang terbaik dalam pengaturan bab dan sub bab, suatu kenyataan yang diakui oleh banyak ulama. Kitab ini dibagi menurut edisi M. Fuad Abd al Baqi dalam 37 bab (kitab), dan berisi 4341 hadis.

Peringkat Kitab Sunan
Kita mewarisi banyak sekali kitab hadis. Sebagian di antaranya sampai kepada kita, sebagian yang lain tidak. Sebagian besar kitab-kitab tersebut justru tersimpan di perpustakaan-perpustakaan dunia. Jumlahnya memang banyak sekali. Oleh sebab itulah, para ulama membagi kitab-kitab hadis dalam beberapa tingkatan: yang shahih, yang hasan, dan yang dla’if.
Thabaqat tingkat pertama: terbatas hanya pada shahih Al Bukhari dan Muslim, serta Muatha’ Malik bin Anas. Di sana diberi klasifikasi hadis: yang mutawatir, yang shahih ahad, dan yang hasan.
Thabaqad kedua: terdiri dari Jami’ Imam Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Musnad-nya Imam Ahmad bin Hambal, dan Mujtaba’ Imam Nasa’i. tingkatan kitab-kitab tersebut tentu di bawah Shahih Bukhari dan Muslim, serta Muatha. Tetapi para penulisnya menolaknya. Sekalipun tidak terlepas dari kelemahan, kitab-kitab tersebut menelurkan serta menjabarkan banyak ilmu dan hukum.
Thabaqat ketiga: terdiri dari beberapa kitab yang mengandung banyak kelemahan, yaitu berupa keganjilan, kemungkaran dan keragu-raguan, di samping keadaan para tokohnya yang tertutup. Lagi pula tidak ada upaya mengatasi semua kelemahan tadi, seperti misalnya musnat ibnu Abi Syaibat dan lain-lain sejenisnya. Thabaqat ketiga ini belum dapat diorientasikan serta dijabarkan dari segi ilmu dan hukum.
Thabaqat keempat: terdiri dari karangan-karangan yang ditulis dengan tidak sungguh-sungguh, pada akhir abad-abad terakhir. Yaitu dari sumber cerita dari mulut ke mulut, dari orang-orang yang senang menasehati, kaum sufi dan para sejarawan yang tidak adil, suka membuat bid’ah dan menurut nafsu. Didalamnya termasuk tulisan-tulisan Ibnu Mardawaih, Ibnu Syahin dan Ubai Asy-Syaikh. Tentunya thabaqat keempat ini tidak akan dijadikan sebagai pedoman oleh seseorang yang memahami hadis Nabi, karena merupakan sumber nafsu dan bid’ah.

Kelebihan Empat Kitab Sunan Dengan Lainnya
Kitab sunan milik keempat imam yaitu Tirmudzi, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah, tentunya berbeda di bawah kedua shahih Bukhari dan Muslim, seperti juga segi kecermatannya. Masing-masing pemilik keenam kitab sunan (plus kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim) memiliki kelebihan tersendiri yang bisa dikenali. Siapa yang ingin memperdalam pendalaman pemahaman, dia harus membaca shahih Bukhari. Siapa yang ingin menghindari hal-hal yang sifatnya ta’lik hendanya mempelajari shahih Muslim. Yang hendak menambah pengetahuan dalam ilmu hadis, dia harus menelaah koleksi-koleksi imam Tirmidzi. Yang menginginkan ikhtisar hadis-hadis hukum, sebaiknya membaca-sunan-sunan Imam Abu Dawud. Dan siapa yang menghendaki pembahasan fiqih yang sistematis merujuklah pada karya Ibnu Majah.akan halnya imam An-Nasa’I keistimewaannya tidak perlu disangsikan.
Dari berbagai kekhususan yang dimiliki oleh beberapa kitab pokok di atas, maka kita hendaknya memberikan apresiasi dari kelebihan masing-masing untuk mengambil manfaat darinya. Namun meskipun demikian pemikiran kritis tetap harus dijalankan, sesuai dengan keilmuan dan keabsahan sebuah isi hadis yang ada di dalam keenam kitab hadis yang menjadi pedoman bagi umat Islam di dunia ini.

Referensi:
-Abu Dawud,1395,  His Letters To Meccans,ed. M. Sabbagh, Beirut.
-Al Hafidzh al-Iraki, 1359H , Mukhadimah Ibn Shalah. Haleb.
-Hasbi Ash Shiddiqy,1953 , Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang.
-Ibn Rajab, Syarh al-‘ilal-Tirmidzi, Ms. Damaskus, perpus Zhahiriyah.
-Muhammad Musthafa Azami, 1977, Memahami Ilmu Hadis Telaah Metodologi dan Literature
-Moh. Anwar, 1897, Ilmu Musthalahah Hadits, Surabaya: Al Ikhlas.
-Nuruddin ‘Itr, 1994, Ulumul Hadis, Bandung: Rosdakarya.
-Shubhi As-Shalih, 1993 , Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus.

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Kitab-Kitab Sunan Metode Dan Peringkatnya"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!