Putusan MK dan Penemuan Hukum


Putusan MK dan Penemuan Hukum
Kekuasaan negara yang berwenang membentuk peraturan hukum adalah lembaga legislatif. Namun produk hukum yang diciptakan dan difomalkan dalam undang-undang mempunyai kelemahan yakni sering tidak sesuai dengan keadaan riil dalam masyarakat. Hal ini tak lepas dari pengaruh sistim Eropa Kontinental (civil law) yang menganut kodifikasi hukum dan tugas hakim adalah mengadili dan memutus sesuai dengan undang-undang.

Fungsi utama perundang-undangan adalah untuk mengatur dan melindungi kepentingan masyarakat. Kepentingan masyarakat yang sedemikian luas harus diatur oleh seperangkat aturan hukum. Namun kerap aturan hukum yang ada (dalam hal ini undang-undang) tidak sesuai dengan realitas masyarakat. Undang-undang kerap kali tertinggal oleh peristiwa konkret yang terjadi dalam pergaulan masyarakat dan undang-undang tersebut sama sekali tidak mengatur mengenai peristiwa tersebut.

Untuk mengatasi keadaan tersebut maka lahirlah penemuan hukum. Penemuan hukum erat kaitannya dengan peranan hakim dalam pengadilan. Hakimlah yang nantinya akan memutus suatu sengketa hukum berdasarkan undang-undang. Bilamana hakim tidak menemukan aturan hukumnya sedangkan dihadapkan pada sebuah sengketa maka hakim dapat berkreasi dengan melakukan penemuan hukum. Menurut Utrech hakim harus dapat menentukan apa yang merupakan hukum meskipun tidak diatur dalam undang-undang sekalipun. Hal inilah yang disebut sebagai penemuan hukum.

Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa:
“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”

Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan:
“Ketentuan dimaksud agar putusan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat”

Dalam Pasal 10 ayat (1) juga menentukan bahwa:
“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”

Merujuk pada pasal tersebut kita dapat menemukan pedoman bagi para hakim dan hakim konstitusi untuk melakukan penemuan hukum. Penemuan hukum pada dasarnya menurut Sudikno Mertokusumo merupakan proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas hukum lain yang diberi tugas melaksanakan hukum atau menerapkan pereaturan hukum umum terhadap peristiwa hukum yang konkret.

Hukum tata negara juga mempunyai sumber hukum. Sumber hukum dalam hukum tata negara meliputi:

  1. Undang-Undang Dasar dan peraturan perundangan tertulis lainnya;
  2. Yurisprudensi peradilan;
  3. Konvensi ketatanegaraan;
  4. Hukum internasional tertentu atau traktat; dan
  5. Doktrin ahli hukum.
Dari sumber hukum yang ada salah satunya adalah yurisprudensi peradilan. Meskipun dalam sistim peradilan Indonesia tidak menganut azas preseden (ajaran stare decisis) namun kerap kali pengadilan mengikuti beberapa putusan pengadilan berupa yurisprudensi tetap (vaste jurisprudentie). Yurisprudensi peradilan mengenai hukum tata negara masih tergolong sedikit lantaran lembaga peradilan konstitusi yakni MK tergolong sebagai lembaga baru.

Kekosongan hukum dimungkinkan terjadi apabila suatu undang-undang tidak dapat menjangkau sebuah permasalahn hukum. Hal ini akan dapat diatasi melalui hakim pengadilan yang melakukan penemuan hukum. Sehingga putusan yang dibuat oleh pengadilan dapat mengisi celah ruang kosong yang ditinggalkan oleh undang-undang. Dalam menghadapi kekosongan undang-undang (wet vacuum) atau kekosongan hukum (rechts vacuum) dapat melakukan konstruksi hukum.

Praktik dalam peradilan konstitusi juga tidak menutup kemungkinan bagi hakim untuk melakukan konstruksi hukum meskipun belum ada undang-undang atau aturan hukum yang mengaturnya. Sebagaimana inti dari sebuah hukum yang mewakili tiga aspek yakni keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Melalui penemuan hukum hakim dapat memberikan keadilan dan kemanfaatan.

Pada akhirnya proses panjang penemuan hukum tersebut akan bermuara pada putusan hakim. Putusan hakim merupakan akhir segala sengketa yang terjadi dalam peradilan. Terlebih pada putusan MK yang sifatnya final and binding dan tidak dapat dilakukan upaya hukum. Dalam memutus perkara hakim mempunyai kewenangan dan pertimbangan tersendiri. Dalam memutus hakim dapat merujuk pada teori ratio decidendi. Sehingga hakim tak hanya memberikan jaminan akan kepastian hukum namun juga keadilan dan kemanfaatan.

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Putusan MK dan Penemuan Hukum"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!