Traktat dan Kebiasaan (custom) Sebagai Sumber Hukum Formal
Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh 2 negara atau lebih yang
mengikat tidak saja kepada masing-masing negara itu melainkan mengikat pula
warga negara-negara dari negara-negara yang berkepentingan.
- Traktat adalah perjanjian yang dibuat
antara negara, 2 negara atau lebih
- Merupakan perjanjian internasional yang
dituangkan dalam bentuk tertentu
- Perjanjian terjadi karena adanya kata
sepakat dari kedua belah pihak (negara) yang mengakibatkan pihak-pihak
tersebut terikat pada isi perjanjian yang dibuat.
- Trakat ini juga mengikat
warganegara-warganegara dari negara-negara yang bersangkutan
- Dapat dijadikan hukum formal jika memenuhi
syarat formal tertentu, misalnya dengan proses ratifikasi.
- Asas Perjanjian “Pacta Sun Servanda” = perjanjian harus dihormati dan ditaati
Macam-macam Traktat :
a. Traktat bilateral,
yaitu traktat yang diadakan hanya oleh 2 negara, misalnya perjanjian
internasional yang diadakan diadakan antara pemerintah RI dengan pemerintah RRC
tentang “Dwikewarganegaraan”.
b.Traktat multilateral,
yaitu perjanjian internaisonal yang diikuti oleh beberapa negara, misalnya
perjanjian tentang pertahanan negara bersama negara-negara Eropa (NATO) yang
diikuti oleh beberapa negara Eropa
c. Traktat Kolektif / Traktat terbuka,
adalah traktat multilateral yang memberikan kesempatan kepada negara-negara
yang pada permulaannya tidak turut mengadakannya, tetapi kemudian juga ikut
menjadi pihak yang menyepakatinya. Misalnya, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Taktat dalam hukum Internasional juga dibedakan menjadi :
a. Treaty, perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR unutk disetujui sebelum
diratifikasi oleh kepala negara
b. Agreement, perjanjian yang
diratifikasi terlebih dahulu oleh kepala negara baru disampaikan kepada DPR
untuk diketahui.
Menurut E. Utrecht ada empat fase pembuatan perjanjian antar negara
1. Penetapan (sluiting) oleh delegasi
2. Persetujuan oleh DPR
3. Ratifikasi/pengesahan oleh Presiden
4. Pelantikan/pengumuman (afkondiging)
Kebiasaan (custom)
Dapat diartikan sebagai sumber hukum dalam arti formal yang tidak tertulis.
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang
dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat
dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikan rupa, sehingga
tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran
perasaan hukum, maka dengan demikian timbullah suatu kebiasaan hukum, yang oleh
pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Merupakan sumber hukum yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat dan
dipatuhi sebagai nilai-nilai hidup yang positif. Namun tidak semua kebiasaan
itu mengandung hukum yang adil dan mengatur tata kehidupan masyarakat sehingga
tidak semua kebiasaan dijadikan sumber hukum.
Selain kebiasaan dikenal pula adat istiadat yang mengatur tata pergaulan
masyarakat. Adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial yang sudah sejak lama
ada dan merupakan tradisi yang umumnya bersifat sakral, mengatur tata kehidupan
sosial masyarakat tertentu.
Kebiasaan dan Adat istiadat hidup dan berkembang di masyarakat tertentu
sehingga kekuatan berlakunya terbatas pada masyarakat tersebut. Adat istiadat
dapat menjadi hukum adat jika mendapat dukungan sanksi hukum.
Menurut Mr. J.H.P. Bellefroid, hukum kebiasaan disebut “kebiasaan” saja,
meliputi semua peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan pemerintah,
tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, karena mereka yakin bahwa peraturan itu
berlaku sebagai hukum.
Prof. Soepomo dalam catatan mengenai pasal 32 UUD 1950 berpendapat bahwa “
Hukum adat adalah synonim dengan hukum tidak tertulis dan hukum tidak tertulis
berarti hukum yang tidak dibentuk oleh sebuah badan legislatif yaitu hukum yang
hidup sebagai konvensi di badan–badan hukum negara (DPR, DPRD, dsb), hukum yang
timbul karena putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan yang hidup dalam
masyarakat.”
Perbedaan prinsipil antara hukum kebiasaan dan hokum adat yaitu,
1. hukum kebiasaan seluruhnya tidak tertulis sedangkan hukum adat, ada yang
tertulis dan ada yang tidak
2. Hukum kebiasaanberasal dari kontrak social sedangkan hokum adapt berasal
dari kehendak nenek moyang agama dan tradisi masyrakat.
Namun demikian tdk semua kebiasaan itu pasti mengandung hukum yg baik dan
adil oleh sebab itu belum tentu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi
sumber hukum formal.
Adat kebiasaan tertentu di daerah hukum adat tertentu yg justru sekarang
ini dilarang untuk diberlakukan karena dirasakan tidak adil dan tidak
berperikemanusiaan sehingga bertentangan denagan Pancasila yang merupakan
sumber dari segala sumber hukum, misalnya jika berbuat susila/zinah, perlakunya
ditelanjangi kekeliling kampung.
Selanjutnya kebiasaan akan menjadi hukum kebiasaan karena kebiasaan
tersebut dirumuskan hakim dalam putusannya. Selanjutnya berarti kebiasaan
adalah sumber hukum.
Kebiasaan adalah bukan hukum apabila UU tidak menunjuknya (pasal 15 AB) =
Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia = ketentuan2 umum tentang
peraturan per UU an untuk Indonesia
Suatu adat istiadat dan kebiasaan dapat menjadi hokum kebiasaan atau hokum
tidak tertulis apabila telah memenuhi syarat-syarat yaitu :
1. Syarat
materiil , kebiasaan itu
berlangsung terus menerus, dilakukan berulang2 di dalam masyarakat tertentu dan
dilakukan dengan tetap.
2. Syarat
psikologis, ada keyakinan warga
masyarakat bahwa perbuatan atau kebiasaan itu masuk akal sebagai suatu
kewajiban (opinio necessitatis = bahwa perbuatan tsb merupakan kewajiban hukum
atau demikianlah seharusnya) = syarat intelektual
Keyakinan hukum itu memili 2 arti :
a. Keyakinan hukum dalam arti materiil (isinya baik)
b. Keyakinan hukum dalam arti formil (tidak dilihat isinya tetapi ditaati)
3. Syarat sanksi, adanya sanksi apabila kebiasaan itu dilanggar atau
tidak ditaati oleh warga masyarakat.
Menurut Pasal 15 AB : “Kebiasaan tidaklah menimbulkan hukum, hanya kalau
undang-undang menunjuk pada kebiasaan untuk diperlakukan”.
Contoh : Pasal 1339 KUHS/KUHPerdata.
“Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk apa yang telah
ditetapkan dengan tegas oleh persetujuan-persetujuan itu, tetapi juga untuk
segala sesuatu menurut sifat persetujuan-persetujuan itu didiwajibkan oleh kebiasaan”.
0 Response to "Traktat dan Kebiasaan (custom) Sebagai Sumber Hukum Formal"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!