Penegakan Hukum yang Gamang


Penegakan Hukum yang Gamang
Lemahnya penegakan hukum di Indonesia hingga saat ini seakan menjadi permasalahan yang tak kunjung berhenti mengemuka. Sorotan pun menjadi semakin tajam terutama sejak munculnya berbagai kasus besar dan menyita perhatian masyarakat secara luas.

Anehnya,sekalipun diawasi rakyat, penanganan proses hukum terhadap kasus-kasus tersebut dirasakan belum tuntas. Fenomena lemahnya penegakan hukum ini menimbulkan beragam pertanyaan.Pada dasarnya institusi yang bergerak dalam lingkup penegakan hukum sejauh ini dianggap memiliki otoritas yang mumpuni untuk melakukan hal itu.

Berbeda misalnya dengan situasi di masa Orde Baru ketika otoritas institusi penegak hukum justru terpasung dalam lingkaran kepentingan kekuasaan yang sentralistik. Meski demikian, kita tentu senantiasa berupaya untuk mendorong perbaikan kinerja penegakan hukum.Jika diabaikan, dikhawatirkan akan memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat.

Becermin pada Kasus Gayus
Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan bersama yang diidealkan.Cita-cita hukum itu baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi ataupun negara hukum dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum (Prof Dr Jimly Asshiddiqie SH).Namun, dalam perjalanannya terdapat berbagai faktor yang memberi pengaruh sehingga akhirnya menghambat peran hukum dalam mendorong terwujudnya kesejahteraan umum itu.

Mengacu pada pengertian hukum sebagai sistem (Friedman, 1975) berbagai faktor yang memberi pengaruh terhadap lemahnya penegakan hukum tersebut di atas coba dikenali. Pertama,dari aspek struktur. Keberadaan institusi yang menjalankan wewenang untuk melaksanakan penegakan hukum di negara kita pada dasarnya telah memadai. Meski demikian, pertanyaan masyarakat masih tetap saja muncul ketika kesemua institusi tersebut yakni kepolisian,kejaksaan,KPK, maupun badan-badan peradilan ternyata belum dapat menjalankan kewenangan yang dimilikinya itu secara efektif.

Namun, institusi yang beragam menciptakan permasalahan seperti konflik horizontal. Dapat kita lihat misalnya pada kasus yang dikenal sebagai pertarungan “cicak vs buaya”. Selain itu, kondisi internal institusi yang tidak pernah imun dari tindakan penyalahgunaan wewenang oleh aparaturnya juga menjadi beban produktivitas kinerja institusi bersangkutan. Ini dapat kita lihat pada penanganan kasus pajak Gayus misalnya. Celakanya, kesungguhan institusi untuk menindak tegas keterlibatan aparaturnya yang korup tidak terlihat dan terkesan menutupi penyimpangan yang terjadi.

Kedua, dipandang dari aspek kultur, kasus Gayus mengindikasikan telah hilangnya perasaan dan kesadaran hukum dalam menghadapi proses hukum dan tergantikan oleh nilai material berupa kekuatan finansial. Nilai penegakan hukum pun berubah menjadi bersifat transaksional. Kasus Gayus memang fenomenal, rangkaian permasalahan hukum yang membelitnya mendorong pemberlakuan “pembuktian terbalik”melalui dua belas instruksi presiden.

Delik pembuktian terbalik ini merupakan salah satu dari lingkup substansi hukum terkait sistem penegakan hukum. Pengenaan delik pembuktian terbalik merupakan salah satu metode pembuktian yang cukup relevan dalam penanganan kasus-kasus besar sekarang ini, terutama menyangkut kasus korupsi dan perpajakan. Namun, pemberlakuan delik tersebut tampaknya menemui hambatan mengingat ketentuan undang-undang yang melandasi pelaksanaannya belum ditetapkan.

Pembenahan Sistem
Berkah demokratisasi semestinya memberi kesempatan bagi peningkatan kinerja penegakan hukum. Terutama karena semakin terbukanya partisipasi masyarakat dalam mendorong kinerja dan kemampuan institusi agar melaksanakan penegakan hukum secara optimal dan senantiasa dilandasi asas profesionalisme. Terungkapnya rekayasa penanganan kasus Gayus memberi pelajaran berharga dan menjadi cerminan bagi upaya pembenahan sistem penegakan hukum.

Antara lain menyangkut aspek substansial berupa pemenuhan kerangka peraturan perundang-undangan yang dibuat secara komprehensif dan terumuskan ke dalam visi penegakan hukum yang mampu menopang asas-asas keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Sementara menyangkut aspek struktur, perlu ada penguatan dan peningkatan kapasitas institusi serta terfasilitasinya jalinan komunikasi yang baik antarinstitusi agar tidak terulang kembali benturan kepentingan.

Sedangkan dari aspek kultur, sikap dan tindakan tegas yang tidak dapat ditawar terhadap perilaku oknum aparat yang telah melakukan penyalahgunaan wewenang sekalipun berasal dari unsur pimpinan demi untuk menjaga integritas dan kredibilitas institusi baik dalam lingkup internal maupun hadapan masyarakat. Satu hal dari upaya pembenahan adalah menyangkut perluasan dan penguatan kewenangan pengawasan eksternal yang telah terintegrasi di dalam kerangka sistem penegakan hukum itu sendiri sebagaimana yang dilakukan melalui Komisi Kejaksaan,Komisi Kepolisian, dan Komisi Yudisial.

Hal ini penting karena faktanya hingga saat ini upaya pengawasan eksternal oleh ketiga komisi tersebut masih sangat terbatas karena tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan penyimpangan yang dilakukan oknum aparat penegak hukum yang berasal dari institusi yang secara khusus dalam pengawasannya. Selain itu, sebagai catatan khusus untuk keanggotaan Komisi Kejaksaan periode 2010- 2014 hingga saat ini belum juga terbentuk, padahal keanggotaan Komisi Kejaksaan yang telah bertugas di periode sebelumnya sejak 2005 telah habis masa jabatannya terhitung sejak Maret 2010.

Aspek utama dari upaya pembenahan sistem penegakan hukum adalah political will untuk menjamin terjaganya independensi ini baik yang berasal dari unsur pemerintah maupun parlemen. Sayangnya, konsentrasi kedua lembaga politik tersebut justru terpecah di tengah kegaduhan politik yang mengemuka saat ini.Apalagi di antara kasus hukum besar dan mendapat perhatian masyarakat saat ini dan semestinya dilakukan proses penegakan hukumnya disinyalir malah bersinggungan dengan konstelasi kedua kekuatan politik tersebut.

Meski demikian, kita tetap berupaya untuk melakukan pembenahan sistem penegakan hukum yang berlaku di negara kita tercinta ini dan tetap berharap upaya penegakan hukum secepatnya lepas dari “kegamangan”. Semata demi keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

Oleh: Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III,Fraksi PAN DPR RI

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Penegakan Hukum yang Gamang"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!