Persepsi Kontras Penegakkan Hukum


Persepsi Kontras Penegakkan Hukum
Akhir-akhir ini pemberitaan korupsi merupakan issue yang paling actual, hampir setiap lorong Gang, dan lorong Mall tahu tentang pemberitaan korupsi di negeri ini. Yang paling gencar diberitakan oleh media saat ini yaitu Nunun Nurbaiti yang terlibat dengan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada tahun 2004 dan M.Nazarudin. sebagai saksi terkait penyelidikan atas pengadaan barang di Kementerian Pendidikan Nasional dan proyek pembangunan wisma atlet yang saat ini entah dimana keberadaannya.

Parahnya berita yang beredar bukanlah berupa pertasi dan kesigapan aparat penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan, Polisi, dan KPK, dalam proses penegakan hukum yang adil sehingga membuat Negara dan bangsa ini aman dan tentram. Melainkan pemberitaan yang ada merupaknan berita tentang buruknya kinerja para penegak hukum yang terkesan lambat dalam merespon dan menangani kasus-kasus Korupsi, Mafia Hukum, dan Mafia Peradilan.

Sebagai mahasiswa saya tergelitik melihat kenyataan yang terjadi ini, memang di era keterbukaan informasi yang terjadi sekarang ini memungkinkan semua orang untuk mendapatkan gelombang informasi yang berasal dari hampir seluruh dunia, bahkan tidak mungkin rasanya membendung informasi yang ada. Tugas kita adalah memilah-milih mana berita yang baik dan yang tidak, namun apa yang terjadi bila kita kebanjiran informasi negatif tentang gagalnya upaya pemberantasan korupsi yang terjadi saat ini. Kita akan kebingungan dengan banyaknya informasi yang beredar, sehingga kadang kita sulit untuk memilih mana yang baik atau buruk, mana yang benar atau salah, mana yang layak di tonton atau tidak. Semua menjadi sangat bias.

Terkait dengan maraknya informasi dan porsi pemberitaan tentang korupsi masih di rating teratas, mungkin saja yang terjadi adalah pengkondisian masyarakat terhadap berita tentang korupsi sehingga terkesan praktek korupsi adalah sesuatu yang lumrah dan biasa terjadi. Kemudian terkait dengan nominal, terkesan bahwa kini korupsi uang sejumlah 500 Juta atau 1 Milyar bukianlah lagi jumlah yang besar. Karena masyarakat kita telah terkena semacam “prinsip kontras” yang di gembar-gemborkan oleh berbagai pemberitaan yang dilakukan oleh media saat ini, terutama saat kasus Mega Skandal Bank Century yang diduga telah merugikan keuangan negara sekitar Rp6,7 triliun. Coba kita berhenti sejenak, dan perhatikan Rp6,7 Triliyun = 6.700.000.000.000,00 Rupiah, penyederhanaan yang berbahaya menurut saya, memang secara sadar tidak berpengaruh namun alam bawah sadar kita menangkap semua informasi ini. Banyaknya korupsi yang terjadi dan berita yang bertubi-tubi juga merupakan salah satu metode yang hampir sama dengan yang tadi. Jadi seakan dugaan suap hakim MK sebesar sebesar 120 ribu dolar Singapura, dan suap deputi gubernur dimana para penerimanya mendapatkan uang kurang lebih 500 juta rupiah. menjelma menjadi angka yang kecil.

 Sungguh ironi yang terjadi, mengungkap sebuah kebenaran malah menjadi semacam “boomerang” bagi persepsi masyarakat. Oleh karena itu proporsionallah dalam menyampaikan informasi bukan malah menyulut kontrofersi atau sekedar hanya ingin mencari sensasi, bangsa ini sudah bosan dengan sandiwara politik yang disuguhkan oleh elit-elit, masyarakat sudah bosan dengan sinetron-sinetron politik yang dimainkan, seolah tiada berakhir. Saya juga lelah menunggu kepastian tegaknya proses hukum di bangsa Indonesia yang tercinta ini, dan saya yakin kita semua juga sudah lelah, alangkah  bijaknya bila energy kita digunakan untuk membangun kembali peradaban bangsa dan persatuan bangsa demi menciptakan bagsa yang berdaulat dan bermartabat di mata dunia.

Oleh: Tri “Anzaw” Aryadi, Mahasiswa Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Persepsi Kontras Penegakkan Hukum"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!