Sulitnya Untuk Merasa Adil di Hadapan Hukum
Bermula dari
pergerakan mahasiswa tahun 1998 yang menginginkan reformasi total di segala
aspek kehidupan bernegara. Mulai dari tahun 1998 sampai sekarang Indonesia
menjadi negara yang demokratis dan tidak terpaku secara penuh oleh kekuasaan
satu orang saja, yaitu Presiden. Kekuasaan pusat untuk mengatur keberadaan
lembaga-lembaga negara dibatasi agar seakan-akan tidak membentuk warna Orde
Baru pada kanvas Orde Reformasi saat ini. Tidak terkecuali kontrol terhadap
penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan yang dirasa tidak dapat penuh dan
hanya berupa dorongan kata tanpa daya memaksa.
Seiring
berjalannya Reformasi sampai sekarang, banyak istitusi negara yang berjalan
lebih demokrasi dan lepas dalam menentukan kehidupannya sendiri. Kurangnya
penekanan yang sebenarnya akan membuat lembaga negara semacam penegak hukum
menjadi angin-anginan dalam pengabdiannya kepada mayarakat. Seakan memberi
antibodi pada tubuh hukum di Indonesia, penegak hukum saat ini malah tak kuasa
untuk mengakui luka yang dideritanya saat ini. Keadaan ini semakin diperparah
dengan sikap penegakkan hukum yang didirikan setegak-tegaknya, entah bagaimana
cara yang dipakai hingga jelas perkaranya dan baru saat itu hukum mampu
digunakan untuk mengadili seseorang yang diduga bersalah.
Reformasi yang
dibutuhkan sekarang hanyalah pada bagian tubuh di beberapa lembaga negara, tak
terkecuali tubuh si penegak hukum. Beda dengan reformasi yang berlangsung di
tahun 1998, di akhir tahun 2009 ini reformasi sangat perlu untuk dikonsumsi
oleh tubuh penegak hukum. Tentu dengan takaran yang pas sesuai anjuran ahlinya
agar tidak terluka lagi seperti keadaan yang terdahulu atau bahkan lebih parah
lagi. Hijrahnya institusi penegak hukum harus diikuti oleh seluruh aspek
pembentuknya, dimulai dari hulu yang kemudian berakhir pada hilir kekuasaan.
“Sulitnya untuk
merasa adil di hadapan hukum” harus diluruskan oleh istitusi penegak hukum itu
sendiri agar pernyataan tersebut tidak berkembang pesat dan berujung pada
matinya kepercayaan masyarakat pada institusi ini. Jika sikap apatis tersebut
benar-benar terjadi maka pajak yang dibayarkan oleh rakyat untuk negara tak
lebih dari sekedar pemberat kehidupan semata. Dengan kinerja yang selama ini
ditampilkan oleh institusi penegak hukum, tentu tanpa meninggalkan segala
keberhasilan yang telah dicapai, sudah cukup untuk membuat rakyat lebih dewasa
dan dapat melindungi diri dari segala bentuk pembodohan yang ada.
Banyak cara
untuk melakukan reformasi pada tubuh institusi penegak hukum, mulai dari
pembenahan personal diri sampai kinerja yang mengakibatkan bentuk timbal balik
dari masyarakat berupa rasa percaya akan wajah keadilan di muka penegak hukum
Indonesia. Moral yang berasas keadilan bagi rakyat harus dimiliki oleh para
penegak hukum sampai tingkat terbawah. Keadilan tentu harus diutamakan karena
unsur tersebut yang membentuk berjuta halaman tulisan dengan judul hukum. Tanpa
memperdulikan celah yang ada, kinerja harus optimal dan menghasilkan rasa adil
bagi ukuran manusia.
Sumber:
http://wungkar.wordpress.com/2009/11/25/sulitnya-untuk-merasa-adil-di-hadapan-hukum/
aminnnn,, semoga bisa istiqomah dlm keadilan..
ReplyDeletesalam kenal juga.