Keadilan di Bawah Naungan Hukum
Kisruh hukum di
negeri ini semakin membuktikan lemahnya sistem hukum buatan manusia di samping
kebobrokan oknum-oknum penegak hukum itu sendiri. Tidak ada solusi selain
penegakan hukum Islam secara kaafah. Karena hanya dengan syariah Islamlah
keadilan yang sejati bisa dicapai dan jargon Islam sebagai Rahmatan lil Alamien
menemui wujudnya. Insya Allah.
Sistem Hukum Islam Yang Unik
Jika Anda melihat bagaimana uniknya sistem peradilan dalam Negara Islam
dijalankan, Anda akan melihat bahwa pengadilan bukan semata-mata faktor yang
mengekang naiknya tingkat kejahatan, melainkan ia adalah batas pertahanan
terakhir. Anda akan menyaksikan bagaimana negara menjamin hak-hak Anda, dan
memastikan bahwa keadilan adalah satu-satunya wasit (yang adil) dalam
perselisihan-perselisihan Anda. Tidak seperti peradilan di bawah hukum buatan
manusia, dimana keadilan hanya menjadi milik orang-orang yang berduit,
sementara bagi rakyat miskin keadilan hanyalah mimpi indah yang takkan pernah
terwujud. Keunikan sistem peradilan Islam dibangun di atas tiga pilar berikut
ini.
A. Taqwa, Garis Pertahanan Anda
Sebagai seorang muslim, Anda menilai bahwa keyakinan Anda dalam Islam dan
kondisi keta'aan terhadap Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta’ala, menyebabkan
Anda berbuat dengan cara-cara tertentu. Ketaqwaan Anda (takut kepada Allah)
akan memotivasi Anda untuk meninggalkan apa-apa yang dilarang (haram) dan
melaksanakan hal-hal yang diwajibkan (fardhu). Sehingga secara otomatis hal ini
akan membantu mencegah Anda dan muslim yang lain di sekitar Anda dari tindak
kejahatan seperti pencurian, perampokan, penyalahgunaan narkoba, dan lain-lain,
karena itu semua adalah haram.
Bagi muslim, persoalan tersebut kemudian menjadi tidak bisa menimbulkan resiko
tindak kriminal sebab ada kemungkinan ia akan tertangkap. Lebih-lebih masih
akan menghadapi hukuman di neraka, dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala, Yang Maha
Mengetahui, Maha Melihat menyiapkan hal itu bagi orang-orang yang tersesat,
yang melakukan tindak kejahatan.
B. Tekanan Dari Publik
Faktor kedua berkenaan dengan masyarakat itu sendiri. Dalam negara Islam,
Anda berada di sebuah lingkungan yang hanya berlandaskan pada Islam dan
menyerukan nilai-nilai dan perasaan Islam. Tidak akan ada pengaruh-pengaruh
media yang bertujuan menjauhkan Anda dari keta'atan kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, ataupun ambisi-ambisi yang tidak Islami yang dimiliki oleh masyarakat
di sekitar kita, seperti sukses dengan segala cara atau meningkatkan status,
mempengaruhi kita.
Anda akan merasakan bahwa diri Anda dikelilingi oleh orang-orang yang memandang
rendah perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan Islam dan sebaliknya memuji
orang-orang yang amalnya sesuai dengan Islam. Semua ini akan menciptakan sebuah
opini publik melawan tindakan kejahatan yang akan berfungsi sebagai
"pengawas" terhadap orang-orang yang berniat melakukannya (tindak
kejahatan).
C. Keadilan Dalam Islam
Manusia sangat terbatas pengetahuannya dan bisa keliru (salah). Mereka
cenderung salah dan bersifat menduga-duga (berprasangka). Islam tidak
menyerahkan pembuatan undang-undang peradilan kepada kehendak dan hawa nafsu
manusia sebagaimana yang terjadi di Barat dan negara-negara yang menerapkan
hukum sekuler. Namun kebolehan membuat undang-undang (hukum) hanya bagi Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Pencipta manusia dan satu-satunya Yang Maha Mengetahui
tentang manusia. Siapakah yang lebih pantas dalam perkara ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala, berfirman: "Menetapkan hukum itu hanyalah hak
Allah" [QS. al-An'am:57]
Sehingga Anda tinggal menyakini bahwa dalam peradilan Islam, faktor-faktor
seperti hakim berkolusi dengan terdakwa, atau mengalami hari-hari yang tidak
menyenangkan, semuanya tidak akan ada sangkut pautnya dengan kerasnya hukuman
yang telah ditentukan oleh petugas.
Jika Anda adalah korban kejahatan dan Anda miskin sedangkan lawan Anda kaya,
tidak akan ada pengaruhnya terhadap putusan pengadilan. Meskipun Anda diijinkan
untuk menunjuk seorang wakil untuk berbicara atas nama Anda, juga tidak ada
sejumlah besar uang yang harus dipertaruhkan.
Oleh karena itu, tidak masalah siapa pun yang mengajukan kasus Anda, atau
seberapa persuasifnya dia bicara, melainkan hal tersebut diserahkan kepada
hakim untuk memastikan fakta-fakta yang ada dan mengevaluasinya.
Dalam Islam, kesalahan yang terbukti nyata sudah cukup untuk pelaksanaan sebuah
hukuman. Sehingga, tidak ada konsep juri dimana anggota-anggotanya mungkin
tidak setuju satu sama lain terhadap suatu putusan, yang tentu saja didasarkan
atas kehendak pribadi.
Bukti-bukti tidak langsung, yang bersifat tidak pasti dan cenderung memiliki
penafsiran yang berbeda-beda, tidak cukup seluruh bukti dihadirkan kepada
seorang hakim yang ahli di bidang hukum, dan dia menjatuhkan hukuman sesuai
dengan hukum-hukum yang berasal dari Islam.
Maka, hanya mereka yang terbukti sebagai pelaku tindak kejahatanlah yang akan
dihukum. Bisa saja kejahatan-kejahatan tersebut tidak mendapat putusan hukum
secara langsung, namun ia tidak bisa lari dari hukum di hari pembalasan nanti
(Hari Akhirat).
Bukti Hukum
Ada beberapa cara dimana suatu tindak kejahatan bisa dibuktikan di
pengadilan, namun hal itu terbatas hanya pada masalah yang dapat menyakinkan
kesalahan yang nyata. Sebagai contoh, bukti tidak langsung sepereti sidik jari
pada sebuah senjata pembunuhan tidak dengan sendirinya cukup memberikan
kepastian 100 % tentang bersalahnya si pemilik sidik jari tersebut. Oleh karena
itu, jenis bukti yang seperti ini tidak dapat diterima dalam pengadilan Islam.
Ada 2 macam kesaksian yang dapat memberikan bukti kesalahan yang nyata:
1. Kesaksian karena melihat (Syahadah)
Kesaksian seseorang yang telah benar-benar melihat terjadinya sebuah
kejahatan adalah bukti yang valid. Namun, ini hanya bisa diambil dalam
kasus-kasus dimana kejujuran saksi terbukti (Tidak seperti saat ini dimana
banyak orang bersumpah bohong).
Ada pengadilan khusus yang bertujuan menguji karakter, ingatan, kecerdasan dan
lain-lain dari para saksi yang dihadapkan ke pengadilan. Contoh dari kasus ini
adalah kasus zina dimana kesaksian dari 4 orang saksi dibutuhkan untuk
membuktikan kejahatan itu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala, berfirman: Dan (terhadap) para wanita yang
mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada 4 orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya)."
[QS. An-Nisaa':15]
Jika beberapa saksi gagal untuk membawa kesaksian yang menguatkan, atau
seseorang yang menuduhkan keahatan tidak dapat menghadirkan 4 orang saksi, maka
mereka akan dikenai hukuman tentang Qazaf (tuduhan palsu).
2. Pengakuan (Iqrar)
Disepakati bahwa pengakuan kejahatan dianggap cukup untuk pengadaan
kesalahan dan dengan demikian, berdasarkan pengakuan pelakunya
(laki-laki/perempuan), hukuman yang layak dapat diberikan.
Tetapi, apabila orang yang mengaku itu menarik pengakuannya, maka hukuman itu
pun akan segera dihentikan, sebab kesalahan tidak bisa lagi karena bersifat
tidak pasti. Hal ini juga berlaku jika, sebagi contoh, selama hukuman
dilaksanakan orang tersebut melarikan diri atau mulai protes. Wallahu'alam
bish-showab.
Sumber:
-http://risalahjihad.blogspot.com/2009/11/keadilan-di-bawah-naungan-islam.html
0 Response to "Keadilan di Bawah Naungan Hukum"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!