Kewenangan Hakim Mengubah Status Saksi Menjadi Tersangka
Pertanyaan:
Dapatkah hakim langsung menetapkan seorang saksi menjadi
tersangka setelah di persidangan ditemukan bukti keterlibatan saksi tersebut
atas suatu perkara? Terima kasih.
Jawaban:
Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), seseorang
ditetapkan sebagai tersangka manakala ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Untuk membuktikan terjadinya tindak pidana, penyidik menghadirkan saksi-saksi.
Saksi adalah orang yang ‘sangat dekat’ dengan peristiwa pidana karena ia
mendengar, melihat, atau mengalami sendiri tindak pidana. Adakalanya saksi
adalah tersangka untuk perkara yang sama, sehingga dikenal istilah saksi mahkota.
HIR dan KUHAP pada dasarnya menganut
prinsip yang sama, hanya keterangan saksi yang disumpah yang bisa dijadikan
alat bukti. Karena begitu pentingnya peranan saksi dalam mengungkap suatu
tindak pidana, KUHAP banyak mengatur kehadiran saksi di persidangan.
Keterangan saksi adalah alat bukti pertama yang disebut
dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. KUHAP juga meminta hakim
‘bersungguh-sungguh memperhatikan’ keterangan saksi demi kepentingan penilaian
kebenaran keterangan tersebut. Hal ini menunjukkan begitu pentingnya keterangan
saksi. Ada empat hal yang perlu sungguh-sungguh diperhatikan hakim, yaitu:
a) Persesuaian keterangan satu
saksi dengan saksi lain.
b) Persesuaian keterangan saksi
dengan alat bukti lain.
c) Alasan yang mungkin
dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan tertentu; dan
d) Cara hidup dan kesusilaan saksi
serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan
itu dipercaya.
Pada dasarnya status tersangka bisa diterapkan kepada
orang yang diduga melakukan tindak pidana. Bisa jadi, sebelumnya yang
bersangkutan berstatus sebagai saksi. Putusan Mahkamah Agung No.
205K/Kr/1957 tertanggal 12 Oktober 1957 menyebutkan, untuk menentukan
siapa yang akan dituntut melakukan suatu tindak pidana semata-mata dibebankan
kepada penuntut umum. Namun, di dalam ruang sidang, hakimlah yang paling
berkuasa, termasuk memilah-milah siapa saksi yang harus dimintai keterangan
(lihat SEMA No. 2 Tahun 1985 tentang Seleksi Terhadap Saksi-Saksi
yang Diperintahkan Untuk Hadir di Sidang Pengadilan).
Jika dalam persidangan ditemukan bukti keterlibatan saksi
dalam suatu perkara, hakim dapat meminta aparat penegak hukum lain untuk
menindaklanjuti dugaan keterlibatan saksi tersebut. Sesuai pertanyaan Anda, jika
ditemukan bukti yang cukup dalam perkara yang sama, maka kepada saksi dapat
dikenakan status tersangka. Hakim biasanya menyarankan dan tidak langsung menetapkan
status tersangka.
Kewenangan hakim untuk secara langsung menetapkan saksi
menjadi tersangka dikenal KUHAP, tetapi untuk tindak pidana memberikan keterangan
palsu. Kewenangan itu diatur dalam Pasal 174 KUHAP. Sebelum status
tersangka ditetapkan, hakim lebih dahulu memperingatkan saksi berupa ancaman
sanksi memberikan keterangan palsu. Jika tetap memberikan keterangan yang
diduga hakim palsu, maka hakim langsung memerintahkan saksi ditahan dan
dituntut oleh penuntut umum karena sumpah palsu. Jika hakim menetapkan
demikian, maka Panitera langsung membuat berita acara pemeriksaan sidang untuk
diserahkan ke penuntut umum sebagai dasar menuntut tersangka.
Contoh lain juga disebut Prof. Wirjono Prodjodikoro dalam
bukunya Hukum Acara Pidana di Indonesia. Status tersangka kepada
saksi dapat ditetapkan jika saksi yang dipanggil secara patut secara sadar
tidak mau datang ke pengadilan. Menurut Wirjono, saksi semacam itu mungkin
dapat ditetapkan melanggar Pasal 224 KUHP. Hakim tinggal memerintahkan
panitera membuat berita acara, lalu dikirim ke jaksa, untuk dilakukan
penuntutan.
Demikian jawaban kami, mudah-mudahan bermanfaat.
Referensi
1. Wirjono Prodjodikoro. Hukum Acara Pidana di
Indonesia. Cet-2. Bandung: Vorkink-Van Hoeve Bandung-S’Gravenhage, tanpa tahun.
2. Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika, 2001.
3. Leo Suryadarmawan. Himpunan
Keputusan-Keputusan dari Mahkamah Agung RI. Jilid 1. Jakarta: Tjerdas,
1962.
Dasar hukum:
1. Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R) (S. 1941-44);
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
3. SEMA No. 2 Tahun 1985 tentang Seleksi
Terhadap Saksi-Saksi yang Diperintahkan Untuk Hadir di Sidang Pengadilan.
Sumber: hukumonline.com
0 Response to "Kewenangan Hakim Mengubah Status Saksi Menjadi Tersangka"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!