Hikmah Iktikaf di Malam-malam Ramadhan


Hikmah Iktikaf di Malam-malam Ramadhan
Periode ketiga dalam ibadah puasa Ramadhan adalah sepuluh hari terakhir. Periode yang disebut dalam hadis sebagai hari-hariitqun minannar (pembebasan dari neraka) ini sarat dengan ibadah yang makin intens.

Bahkan, Nabi Muhammad SAW tak pernah lepas menjalankan iktikaf didalamnya dan membangunkan keluarganya. Sepuluh hari terakhir itu benar-benar menjadi saat-saat yang paling berkesan dalam beribadah.

Aisyah RA, istri Nabi berkata, "Rasulullah saw. beriktikaf sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan sampai beliau wafat.” (HR Bukhari Muslim).

Iktikaf menurut pengertian lughah (bahasa) adalah berdiam diri. Kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Muslim, melainkan juga kaum kafir Quraisy, yaitu saat mereka berdiam diri di samping berhala-berhala sesembahan mereka untuk mendapatkan berkahnya.
Sementara itu, iktikaf menurut ajaran Islam seperti difirmankan Allah dalam Surat Albaqarah ayat 185 dilakukan di dalam mesjid. "Dan jangan kamu campuri mereka selama kamu iktikaf di mesjid-mesjid."

Inilah mengapa, saat-saat iktikaf itu benar-benar menjadikan seluruh aktivitas tubuh dicurahkan hanya untuk Allah SWT. Menurut banyak riwayat, orang yang beriktikaf tidak diperbolehkan keluar dan masjid, kecuali jika ada keperluan yang tidak dapat dikerjakan di dalam masjid seperti buang hajat.

Demikian juga dengan larangan bercampur (jimak) dengan istri seperti disebutkan dalam ayat tersebut. Kalau sampai jimak, iktikafnya batal dan berarti orang tersebut tidak mampu memimpin dirinya sendiri selama iktikaf.

lktikaf ini banyak sekali faedahnya bagi orang- orang yang mau berpikir. Sehingga, Nabi Muhammad SAW saja sebagai orang yang paling sibuk mengurusi umat selalu menyempatkan diri ber-iktikaf sejak ibadah puasa ini disyariatkan hingga wafatnya. Padahal, iktikaf ini tidak wajib, melainkan mandhub (sunah) saja. Terkecuali jika dinazarkan, hal itu menjadi wajib hukumnya.

Di antara faedah yang akan diperoleh oleh muta'akkifin (orang-orang yang ber-iktikaf) adalah mendapat malam lailatul qadar, yaitu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan (QS Al-Qadr:3).

Adapun Rasulullah merahasiakan jatuhnya malam lailatul qadar pada salah satu dari sepuluh hari terakhir Ramadhan jelas mengandung hikmah. Salah satunya agar kita makin meningkatkan ibadah dan meramaikan mesjid mulai malam 21 Ramadhan.

Sumber: ramadhan.republika.co.id

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Hikmah Iktikaf di Malam-malam Ramadhan"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!