KH. Didin Hafidhuddin: Keimanan dan Rasa Malu
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Hakim dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya rasa malu (untuk melakukan perbuatan buruk) dan keimanan adalah
dua hal yang selalu digandengkan dan dikaitkan. Apabila diangkat salah satunya
maka akan diangkat pula yang lainnya.”
Sabda Rasulullah SAW tersebut menggambarkan dengan jelas tentang salah satu
konsekuensi iman yang sangat penting, yakni terbangunnya rasa malu dengan kuat
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela dan merusak. Apabila rasa malu
itu hilang, akan hilang pula kekuatan keimanan yang menyertainya.
Koruptor yang merampok dan meng-gashab uang negara untuk kepentingan dirinya
dan kelompoknya, sesungguhnya adalah orang yang kehilangan rasa malunya. Dengan
demikian, hilang pula keimanan yang ada pada dirinya.
Karena itu, tidaklah mengherankan jika para koruptor yang jelas-jelas melakukan
kejahatan itu masih berkelit dari dosa yang dilakukannya, mencari pembelaan dan
pembenaran, dan berpenampilan seperti orang yang tidak pernah melakukan kesalahan,
bahkan masih bisa mengumbar senyum dan tertawa di depan umum (misalnya di depan
kamera).
Para pelajar yang tawuran dengan brutal dan berani melakukan perbuatan merusak
itu, juga karena hilangnya rasa malu dan keimanan yang dimilikinya. Tidak heran
jika setelah melakukan penusukan dan pembunuhan, dia merasa puas terhadap
perbuatannya tersebut.
Para wanita yang membuka auratnya lebar-lebar di depan publik (untuk maksud dan
tujuan apa pun), dan tampak berbangga dengan perbuatannya itu pada dasarnya
telah kehilangan rasa malunya dan kehilangan pula keimanan yang dimilikinya.
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW
menyatakan, “Apabila engkau sudah tidak punya rasa malu, maka engkau akan
melakukan berbagai macam perbuatan tanpa kendali apa pun (sekehendak hati).”
Dari hadis tersebut dan jika dikaitkan dengan berbagai kejadian di Tanah Air
saat ini, maka pendidikan di dalam keluarga maupun di sekolah seyogianya
ditekankan pada penguatan keimanan yang melahirkan rasa malu untuk melakukan
perbuatan yang merusak, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Ibadah-ibadah yang disyariatkan oleh ajaran Islam, seperti tergambar dalam
rukun Islam, hakikatnya adalah membangun kesadaran beriman dan bertauhid,
merasa terus-menerus dilihat dan diawasi Allah (muraqabah), sehingga akan
merasa malu (karena Allah) jika melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
syariat dan ketentuan-Nya.
Tentu semua ini harus berjalan beriringan dengan contoh dan keteladan yang baik
dari para orang tua, para guru, para tokoh masyarakat, maupun para pejabat
publik lainnya. Wallahu a’lam bish shawab.
0 Response to "KH. Didin Hafidhuddin: Keimanan dan Rasa Malu"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!