MUI: Kutuk Pemecatan Karyawan Berjilbab
Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Jatim mengutuk manajemen BPR Bank Angga Kota Probolinggo yang
melakukan pemecatan karyatawatinya karena memakai jilbab. MUI meminta
pemerintah segera memanggil dan memberikan sanksi kepada pihak bank tersebut
karena telah melanggar UU Dasar 45 pasal 29 yang memberikan keleluasaan warga
negara untuk melaksanakan perintah agamanya.
''Wanita Muslim
menggunakan jilbab itu karena menjalankan perintah agamanya. Kalau zaman
reformasi saja masih terjadi seperti ini bagaimana keberadaan UU Dasar sebagai
rujukan segala undang-undang dilaggar secara fulgar seperti ini,'' ujar KH
Abdushomad Buchori.
Abdhushomad
meminta kepada karyawati yang menjadi korban pemecatan tersebut untuk segera
melaporkan ke pihak-pihak yang mempunyai kewenangan agar segera
ditindaklanjuti. Karena jika hal ini tidak segera ditindaklanjuti, maka akan
melegalkan pelarangan tersebut.
''Ini adalah
tindakan kesewenang-wenangan yang merugikan umat Muslim yang hendak menunaikan
ajaran agamanya yang dilindungi oleh undang-undang. Kalau direkturnya itu
agamanya bukan Islam tolong pemerintah segera mengingatkan,'' tegasnya.
Karena
berjilbab itu adalah ciri khas Muslimah, bukan tidak mungkin pemecatan ini
adalah bentuk kebencian terhadap Islam yang ditumpahkan kepada karyawanya. Dan
apa yang dilakukan direktur bank swasta itu adalah melanggar hak asasi manusia
yang selalu di kedepankan semua lapisan masyarakat.
''Mungkin saja
mereka benci dengan Islam tetapi ditumpahkan kepada karyawanya. Ini namanya
penindasan terhadap umat Muslim,'' imbuhnya.
Karyawati BPR
Bank Angga Kota Probolinggo yang dipecat itu adalah Tanty Wijiastuti (36),
warga Jalan Mastrib kota setempat. Wanita ini menggunakan jilbab sejak tanggal
23 November 2009 lalu tetapi karena berjilbab inilah dia menjadi korban
penindasan oleh direkturnya.
"Saya
dipaksa membuat surat pengunduran diri oleh pihak perusahaan. Saya kemudian
dipanggil oleh Kepala Cabang dan disuruh menghadap Dirut BPR Bank Angga pada
tanggal 26 November 2009 terkait pakaian jilbab yang saya pakai itu,"
katanya.
Salah satu
alasan pihak perusahaan melarang karyawannya memakai pakaian jilbab, ungkap
Tanty, karena 90 persen pemegang sahamnya berasal dari non-Muslim. "Salah
satu alasannya katanya begitu. Sehingga semua karyawan merasa takut,"
tandas Tanty.
bagus,, jadi setiap pimpinan perusahaan harus memberi kebebasan kepada karyawan yg berjilbab, karena jilbab sebagai identitas agama mereka.
ReplyDeletesepakat mbak dwi, kita harus bisa saling menghormati antar pemeluk agama..
ReplyDelete