Qardhawi: Hukum Wanita Memandang Laki-Laki
Di antara hal yang
telah disepakati ialah bahwa melihat kepada aurat itu hukumnya haram, baik
dengan syahwat maupun tidak, kecuali jika hal itu terjadi secara
tiba-tiba, tanpa sengaja.
Sebagaimana
diriwayatkan dalam hadits sahih dari Jarir bin Abdullah, ia berkata, "Saya
bertanya kepada Nabi SAW tentang memandang (aurat orang lain) secara tiba-tiba
(tidak disengaja). Lalu beliau bersabda, 'Palingkanlah pandanganmu." (HR
Muslim)
Lantas, apakah
aurat laki-laki itu? Bagian mana saja yang disebut aurat laki-laki? Kemaluan
adalah aurat mughalladzah (besar/berat) yang telah disepakati akan keharaman
membukanya di hadapan orang lain dan haram pula melihatnya, kecuali dalam
kondisi darurat seperti berobat dan sebagainya. Bahkan kalau aurat ini ditutup
dengan pakaian tetapi tipis atau menampakkan bentuknya, maka ia juga terlarang
menurut syara'.
Mayoritas
fuqaha berpendapat bahwa paha laki-laki termasuk aurat, dan aurat laki-laki
ialah antara pusar dengan lutut. Mereka mengemukakan beberapa dalil dengan
hadits-hadits yang tidak lepas dari cacat. Sebagian mereka menghasankannya dan
sebagian lagi mengesahkannya karena banyak jalannya, walaupun masing-masing
hadits itu tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum syara'.
Sebagian fuqaha
lagi berpendapat bahwa paha laki-laki itu bukan aurat, dengan berdalilkan
hadits Anas bahwa Rasulullah SAW pernah membuka pahanya dalam beberapa
kesempatan. Pendapat ini didukung oleh Muhammad Ibnu Hazm.
Menurut mazhab
Maliki sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab mereka bahwa aurat mughalladzah
laki-laki ialah qubul (kemaluan) dan dubur saja, dan aurat ini bila dibuka dengan
sengaja membatalkan shalat.
Dalam hal ini
terdapat rukhshah (keringanan) bagi para olahragawan dan sebagainya yang biasa
mengenakan celana pendek, termasuk bagi penontonnya, begitu juga bagi para
pandu (pramuka) dan pecinta alam. Meskipun demikian, kaum Muslimin berkewajiban
menunjukkan kepada peraturan internasional tentang ciri khas kostum umat Islam
dan apa yang dituntut oleh nilai-nilai agama semampu mungkin.
Perlu diingat
bahwa aurat laki-laki itu haram dilihat, baik oleh perempuan maupun sesama
laki-laki. Ini merupakan masalah yang sangat jelas. Adapun terhadap bagian
tubuh yang tidak termasuk aurat laki-laki, seperti wajah, rambut, lengan,
bahu, betis, dan sebagainya, menurut pendapat yang sahih boleh dilihat, selama
tidak disertai syahwat atau dikhawatirkan terjadinya fitnah. Ini merupakan
pendapat jumhur fuqaha umat, dan ini diperlihatkan oleh praktek kaum muslim
sejak zaman Nabi dan generasi sesudahnya, juga diperkuat oleh beberapa hadits
sharih (jelas) dan tidak bisa dicela.
Adapun masalah
wanita melihat laki-laki, maka dalam hal ini terdapat dua riwayat. Pertama, ia
boleh melihat laki-laki asal tidak pada auratnya. Kedua, ia tidak boleh melihat
laki-laki melainkan hanya bagian tubuh yang laki-laki boleh melihatnya.
Pendapat ini yang dipilih oleh Abu Bakar dan merupakan salah satu pendapat di
antara dua pendapat Imam Syafi'i.
Hal ini
didasarkan pada riwayat Az-Zuhri dari Ummu Salamah, yang berkata,
"Aku pernah duduk di sebelah Nabi SAW, tiba-tiba Ibnu Ummi Maktum
meminta izin masuk. Kemudian Nabi saw bersabda, 'Berhijablah kamu daripadanya.
'Aku berkata, wahai Rasulullah, dia itu tuna netra.' Beliau menjawab dengan
nada bertanya, 'Apakah kamu berdua (Ummu Salamah dan Maimunah) juga buta
dan tidak melihatnya?" (HR Abu Daud dan lain-lain)
Larangan bagi
wanita untuk melihat aurat laki-laki didasarkan pada hipotesis bahwa Allah
menyuruh wanita menundukkan pandangannya sebagaimana Dia menyuruh laki-laki
berbuat begitu. Juga didasarkan pada hipotesis bahwa wanita itu adalah salah
satu dari dua jenis anak Adam (manusia), sehingga mereka haram melihat (aurat)
lawan jenisnya. Haramnya bagi wanita ini dikiaskan pada laki-laki (yang
diharamkan melihat kepada lawan jenisnya).
Alasan utama
diharamkannya melihat itu karena dikhawatirkan terjadinya fitnah. Bahkan
kekhawatiran ini pada wanita lebih besar lagi, sebab wanita itu lebih besar
syahwatnya dan lebih sedikit (pertimbangan) akalnya.
Nabi SAW
bersabda kepada Fatimah binti Qais, "Beriddahlah engkau di rumah Ibnu Ummi
Maktum, karena dia seorang tuna netra, engkau dapat melepas pakaianmu sedangkan
dia tidak melihatmu." (Muttafaq alaih)
Aisyah berkata,
"Adalah Rasulullah SAW melindungiku dengan selendangnya ketika aku melihat
orang-orang Habsyi sedang bernain-main (olahraga) dalam masjid." (Muttafaq
alaih)
Dalam riwayat
lain disebutkan, pada waktu Rasulullah SAW selesai berkhutbah shalat Id, beliau
menuju kepada
kaum wanita dengan disertai Bilal untuk memberi peringatan kepada mereka, lalu
beliau menyuruh mereka bersedekah.
Seandainya wanita
dilarang melihat laki-laki, niscaya laki-laki juga diwajibkan berhijab
sebagaimana wanita diwajibkan berhijab, supaya mereka tidak dapat melihat
laki-laki.
Jadi, memandang
itu hukumnya boleh dengan syarat jika tidak dibarengi dengan upaya
"menikmati" dan bersyahwat. Jika dengan menikmati dan bersyahwat,
maka hukumnya haram. Oleh sebab itu, Allah menyuruh kaum mukminah menundukkan
sebagian pandangannya sebagaimana Dia menyuruh laki-laki menundukkan sebagian
pandangannya.
Firman Allah: "Katakanlah
kepada laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada
wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya." (QS An-Nur: 30-31)
Memang benar
bahwa wanita dapat membangkitkan syahwat laki-laki lebih banyak daripada
laki-laki membangkitkan syahwat wanita, dan memang benar bahwa wanita lebih
banyak menarik laki-laki, serta wanitalah yang biasanya dicari laki-laki. Namun
semua ini tidak menutup kemungkinan bahwa di antara laki-laki ada yang menarik
pandangan dan hati wanita karena kegagahan, ketampanan, keperkasaan, dan
kelelakiannya, atau karena faktor-faktor lain yang menarik pandangan dan hati
perempuan.
Al-Qur'an telah
menceritakan kepada kita kisah istri pembesar Mesir dengan pemuda pembantunya,
Yusuf, yang telah membuatnya dimabuk cinta. Lihatlah, bagaimana wanita itu
mengejar-ngejar Yusuf, dan bukan sebaliknya, serta bagaimana dia menggoda Yusuf
untuk menundukkannya seraya berkata, "Marilah ke sini." Yusuf
berkata, "Aku berlindung kepada Allah." (QS An-Nur: 23)
Apabila seorang
wanita melihat laki-laki lantas timbul hasrat kewanitaannya, hendaklah ia
menundukkan pandangannya. Janganlah ia terus memandangnya, demi menjauhi
timbulnya fitnah, dan bahaya itu akan bertambah besar lagi bila si laki-laki
juga memandangnya dengan rasa cinta dan syahwat.
Akhirnya, untuk
mendapat keselamatan, lebih baik kita menjauhi tempat-tempat dan hal-hal yang
mendatangkan keburukan dan bahaya. Kita memohon kepada Allah keselamatan
dalam urusan agama dan dunia. Amin.
0 Response to "Qardhawi: Hukum Wanita Memandang Laki-Laki"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!