Pertanggungjawaban Hukum Jika Menabrak Hewan di Jalan Raya
Pertanyaan:
Saya mau tanya,
bagaimana pertanggungjawaban hukum apabila sebuah kendaraan bermotor menabrak
sebuah kerbau yang sedang melintas di jalan raya saat kendaraan tersebut melaju
kencang pada jalan tersebut sehingga menghasilkan kerbau tersebut mati dan
kendaraan tersebut mengalami kerusakan berat? Apakah tuan dari kerbau tersebut
yang menuntut ganti rugi atau pengendara kendaraan tersebut?
Jawaban:
Untuk menjawab
pertanyaan di atas, saya akan menggunakan Undang-Undang
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU
No. 22/2009”) dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Menurut kronologi
yang Anda jabarkan di atas, sebuah kendaraan bermotor menabrak hewan (bukan
hewan liar karena memiliki tuan) yang sedang melintas di jalan raya sehingga
terjadi kecelakaan yang menyebabkan kerbau tersebut mati dan kendaraan
mengalami kerusakan berat.
Dalam Pasal
1 angka 24 UU No. 22/2009 dinyatakan bahwa:
“Kecelakaan
Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak
disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang
mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.”
Mengenai
kewajiban dan tanggung jawab dalam suatu kecelakaan lalu lintas diatur lebih
lanjut dalam Pasal 234 ayat (1) UU No 22/2009 mengatur bahwa
pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik
barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi. Namun, pengecualian
terhadap pasal ini diatur dalam Pasal 234 ayat (3) UU No. 22/2009 yang
menyatakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika:
a. Adanya
keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
b. Disebabkan
oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau
c. Disebabkan
gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Dari
pengecualian di atas, maka dalam kasus ini, pemilik kendaraan bermotor memenuhi
unsur dalam pengecualian yang diatur dalam Pasal 234 ayat (3) UU No. 22/2009
karena kecelakaan disebabkan gerakan hewan walaupun telah diambil tindakan
pencegahan atau dapat pula dikategorikan sebagai adanya keadaan memaksa yang
tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi. Hal ini merujuk pada penjelasan
Pasal 234 ayat (3) huruf a UU No. 22/2009 yang menyatakan bahwa: Yang
dimaksud dengan “keadaan memaksa” termasuk keadaan yang secara teknis tidak
mungkin dielakkan oleh Pengemudi, seperti gerakan orang dan/atau hewan secara
tiba-tiba. Mengingat bahwa pemilik kendaraan bermotor sesuai kronologi kasus di
atas masuk dalam pengecualian yang diatur dalam Pasal 234 ayat (3) UU No.
22/2009, maka pemilik kendaraan bermotor tidak dapat diminta
pertanggungjawabannya atas matinya kerbau tersebut. Namun, perlu diingat bahwa
hal ini hanya berlaku jika kerbau tersebut menyeberang jalan secara tiba-tiba
(tidak sedang digiring) atau pemilik kendaraan bermotor tersebut telah
melakukan pencegahan atas terjadinya kecelakaan itu.
Berbeda halnya
jika kerbau yang menyebrang jalan tersebut sedang digiring oleh pemiliknya.
Dalam Pasal 116 ayat (2) huruf b UU No. 22/2009 dinyatakan bahwa
Pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika akan melewati kendaraan tidak
bermotor yang ditarik oleh hewan, hewan yang ditunggangi atau hewan yang
digiring. Oleh sebab itu, jika dihubungkan ke kasus di atas, Pengemudi
sepatutnya melakukan kewajiban untuk memperlambat kendaraannya jika melihat
kerbau yang melintas tersebut sedang digiring oleh tuannya untuk menyeberang
jalan. Seandainya kewajiban ini tidak diindahkan, maka pemilik kendaraan
bermotor tetap dapat diminta pertanggungjawaban atas matinya kerbau tersebut.
Pemilik kerbau dapat menuntut ganti rugi terhadap pemilik kendaraan bermotor
sesuai dengan Pasal 236 ayat (1) UU No. 22/2009 yang menyatakan bahwa
pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 229 UU 22/2009 yaitu wajib mengganti kerugian yang
besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.
Pertanyaan
selanjutnya, apakah pemilik kendaraan bermotor dapat menuntut ganti rugi kepada
pemilik kerbau atas kerusakan yang dialami kendaraannya. Dalam Pasal 1368
KUHPerdata diatur bahwa pemilik binatang, atau siapa yang memakainya,
selama binatang itu dipakainya, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan
oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah pengawasannya maupun
binatang tersebut tersesat atau terlepas dari pengawasannya. Berangkat dari
pasal tersebut maka pemilik kerbau dapat dikategorikan sebagai pihak yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas dan dapat dituntut ganti rugi
sesuai dengan Pasal 236 ayat (1) UU No. 22/2009. Mengenai kewajiban
mengganti kerugian, menurut Pasal 236 ayat (2) UU No. 22/2009, para pihak
dapat membuat kesepakatan damai di luar pengadilan mengenai hal penggantian
kerugian.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Undang-Undang
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Sumber: www.hukumonline.com
0 Response to "Pertanggungjawaban Hukum Jika Menabrak Hewan di Jalan Raya"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!