HAM dan Kebebasan Beragama di Indonesia
Apa
saja dasar-dasar hukum yang menjamin kebebasan seseorang beragama dan
melaksanakan ibadahnya? Apa yang dimaksud dengan SURAT KEPUTUSAN BERSAMA atau
biasa disebut SKB? Sebenarnya siapakah yang berwenang menyimpulkan suatu ajaran
agama/aliran agama itu sesat? Apakah ada dasar hukumnya? Adakah dasar hukum
yang menegaskan bahwa agama di Indonesia hanya ada 6 (Islam, Khatolik, Kristen,
Buddha, Hindu dan Khong Hu Chu? Terima Kasih atas tanggapan dan jawabannya.
Jawaban:
Dasar
hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita,
yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
“Setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal
28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945
juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal
29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Akan
tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1)
UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal
28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut
wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi
manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan
yang diatur dalam undang-undang.
Lukman
Hakim Saifuddin dan Patrialis Akbar, selaku mantan anggota Panitia Ad Hoc I
Badan Pekerja MPR, dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi pernah
menceritakan kronologis dimasukkannya 10 pasal baru yang mengatur tentang HAM
dalam amandemen kedua UUD 1945, termasuk di antaranya pasal-pasal yang kami
sebutkan di atas. Menurut keduanya, ketentuan-ketentuan soal HAM dari Pasal 28A
sampai 28I UUD 1945 telah dibatasi atau “dikunci” oleh Pasal 28J UUD 1945.
Pembatasan
pelaksanaan HAM ini juga dibenarkan oleh Dr. Maria Farida Indrati, pakar ilmu
perundang-undangan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Maria yang juga
hakim konstitusi menyatakan bahwa hak asasi manusia bisa dibatasi, sepanjang
hal itu diatur dalam undang-undang.
Kami
asumsikan Surat Keputusan Bersama (“SKB”) yang Anda maksud dalam pertanyaan
adalah: SKB Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri No. 03 Tahun
2008, No. KEP-033/A/JA/6/2008 dan No. 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan
Perintah Kepada Penganut, Anggota dan/atau Pengurus JAI dan Warga Masyarakat
(“SKB Tiga Menteri”).
Dasar
hukum penerbitan SKB Tiga Menteri tersebut antara lain:
- Pasal
28E, Pasal 281 ayat (1), Pasal 28J, dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
- Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 156 dan Pasal 156a;
- Undang-Undang
Nomor 1/PnPs/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama jo.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden
dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang (“UU Penodaan Agama”)
Dalam
pasal 2 ayat (1) UU Penodaan Agama dinyatakan, dalam hal ada yang melanggar
larangan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, diberi perintah dan peringatan
keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama
Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Contohnya adalah SKB
“Perintah terhadap Penganut dan Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia” yang
diterbitkan tanggal 9 Juni 2008, seperti kami cantumkan di atas.
Siapa
yang menyimpulkan aliran tertentu itu sesat? Menurut pasal 2 ayat (2) UU
Penodaan Agama, kewenangan menyatakan suatu organisasi/aliran kepercayaan yang
melanggar larangan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama sebagai
organisasi/aliran terlarang ada pada Presiden, setelah mendapat pertimbangan
dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Pada prakteknya,
ada Badan Koordinasi Pengawasan Kepercayaan Masyarakat atau biasa disingkat
Bakor Pakem. Sebenarnya yang dimaksud Bakor Pakem adalah Tim Koordinasi
Pengawasan Kepercayaan yang dibentuk berdasar Keputusan Jaksa Agung RI No.:
KEP004/J.A/01/1994 tanggal 15 Januari 1994 tentang Pembentukan Tim Koordinasi
Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM).
Tim
Pakem ini bertugas mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang tumbuh dan hidup di
kalangan masyarakat. Tim Pakem ini kemudian akan menghasilkan suatu surat
rekomendasi untuk Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri, tindakan
apa yang harus diambil. Dalam kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (“JAI”),
misalnya, Tim Pakem memberikan rekomendasi agar JAI diberi peringatan
keras sekaligus perintah penghentian kegiatan.
Adakah
dasar hukum yang menegaskan bahwa agama di Indonesia hanya ada enam? Dalam Penjelasan
pasal 1 UU Penodaan Agama dinyatakan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh
penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu
(Confusius). Tapi, hal demikian tidak berarti bahwa agama-agama lain dilarang
di Indonesia. Penganut agama-agama di luar enam agama di atas mendapat jaminan
penuh seperti yang diberikan oleh Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dan mereka
dibiarkan keberadaanya, selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
Demikian
pandangan kami, semoga menjawab hal-hal yang ditanyakan.
Sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-di-indonesia
saya sendiri jg sepakat ketika agama selain Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu masuk dalam negara indonesia, akan tetapi selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia.
ReplyDelete