Makan Dulu, Baru Shalat
Makan Dulu, Baru Shalat
Apabila shalat telah didirikan dan jamuan malam telah dihidangkan, maka dahulukan jamuan malam. (HR: As-Syaikhaani)
Hadits ini menjadi salah satu bukti betapa Rasulullah SAW betul-betul sayang kepada ummatnya. Rasulullah SAW tidak ingin kalau ummatnya yang sedang menahan lapar dan ingin makan dipaksa untuk melakukan shalat. Rasulullah SAW juga tidak ingin kalau syariat agama Islam itu memberatkan pada ummatnya. Allah SWT berfirman: Sungguh telah datang seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS: At-Taubah: 128).
Berdasar dhahirnya hadits ini juga para ulama berfatwa apabila jamuan makan telah dihidangkan dan kita ingin segera makan sementara kita mendengarkan iqamah shalat, maka kita sunnah untuk mendahulukan makan, kemudian setelah itu kita menyusul shalat jama’ah.
Dalam masalah ini, tentunya tergantung pada mentalitas seseorang. Bergantung pada tingkatan rasa lapar yang dirasakan, dan juga tergantung kepada situasi dan kondisi. Misalnya, kalau waktu shalat tinggal sedikit dan kita mendahulukan makan maka kita akan kehabisan waktu shalat, meskipun kita merasa lapar asalkan tidak sampai mengakibatkan kematian, maka kita tetap wajib mendahulukan shalat. Atau kita tidak terlalu lapar dan makanan sudah dihidangkan dan andaikan kita shalatpun juga tidak sampai memikirkan makanan, maka dalam kontek seperti ini kita tetap harus mendahulukan shalat jama’ah daripada makan. Bisa juga kondisi lumayan lapar tapi yang bersangkutan itu orang yang memang sangat perhatian terhadap shalat dan ketika menghadap kepada Allah SWT dia bisa konsentrasi secara maksimal dan tidak ingat sesuatu yang lain, sehingga meski kondisi perut lumayan lapar tidak sampai mengganggu kekhusyuan shalat, maka orang seperti ini meskipun makanan sudah siap dihidangkan dia harus shalat jama’ah terlebih dahulu daripada kehilangan 27 derajat pahala shalat berjama’ah.
Bisa jadi, bagi seorang imam shalat, dan kondisi perut juga tidak terlalu lapar, kalau dia makan dulu ketika shalat mau didirikan, maka para jama’ah akan bubar yang mana hal ini akan mengakibatkan timbulnya fitnah dan masyarakat tidak mau diajak shalat berjama’ah. Bahkan mereka tidak ingin kalau masjid itu dipimpin oleh orang tersebut. Kalau kondisinya seperti itu, maka fitnah dari masyarakat itu lebih berat daripada sekedar makruhnya shalat dalam keadaan lapar. Sehingga yang lebih baik itu jama’ah kita utamakan daripada timbulnya fitnah dan seterusnya.
Apabila shalat telah didirikan dan jamuan malam telah dihidangkan, maka dahulukan jamuan malam. (HR: As-Syaikhaani)
Kalau
kita sudah mendengarkan iqamah shalat, perut kita lapar, sementara makanan juga
sudah dihidangkan, maka menurut anjuran Rasulullah SAW yang memang begitu kasih
sayang kepada ummatnya, dan tidak ingin ummatnya itu merasa keberatan, kita
dianjurkan makan terlebih dahulu kemudian menjalankan shalat.
Hadits ini menjadi salah satu bukti betapa Rasulullah SAW betul-betul sayang kepada ummatnya. Rasulullah SAW tidak ingin kalau ummatnya yang sedang menahan lapar dan ingin makan dipaksa untuk melakukan shalat. Rasulullah SAW juga tidak ingin kalau syariat agama Islam itu memberatkan pada ummatnya. Allah SWT berfirman: Sungguh telah datang seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS: At-Taubah: 128).
Berdasar dhahirnya hadits ini juga para ulama berfatwa apabila jamuan makan telah dihidangkan dan kita ingin segera makan sementara kita mendengarkan iqamah shalat, maka kita sunnah untuk mendahulukan makan, kemudian setelah itu kita menyusul shalat jama’ah.
Situasi dan
Mentalitas
Dalam masalah ini, tentunya tergantung pada mentalitas seseorang. Bergantung pada tingkatan rasa lapar yang dirasakan, dan juga tergantung kepada situasi dan kondisi. Misalnya, kalau waktu shalat tinggal sedikit dan kita mendahulukan makan maka kita akan kehabisan waktu shalat, meskipun kita merasa lapar asalkan tidak sampai mengakibatkan kematian, maka kita tetap wajib mendahulukan shalat. Atau kita tidak terlalu lapar dan makanan sudah dihidangkan dan andaikan kita shalatpun juga tidak sampai memikirkan makanan, maka dalam kontek seperti ini kita tetap harus mendahulukan shalat jama’ah daripada makan. Bisa juga kondisi lumayan lapar tapi yang bersangkutan itu orang yang memang sangat perhatian terhadap shalat dan ketika menghadap kepada Allah SWT dia bisa konsentrasi secara maksimal dan tidak ingat sesuatu yang lain, sehingga meski kondisi perut lumayan lapar tidak sampai mengganggu kekhusyuan shalat, maka orang seperti ini meskipun makanan sudah siap dihidangkan dia harus shalat jama’ah terlebih dahulu daripada kehilangan 27 derajat pahala shalat berjama’ah.
Bisa jadi, bagi seorang imam shalat, dan kondisi perut juga tidak terlalu lapar, kalau dia makan dulu ketika shalat mau didirikan, maka para jama’ah akan bubar yang mana hal ini akan mengakibatkan timbulnya fitnah dan masyarakat tidak mau diajak shalat berjama’ah. Bahkan mereka tidak ingin kalau masjid itu dipimpin oleh orang tersebut. Kalau kondisinya seperti itu, maka fitnah dari masyarakat itu lebih berat daripada sekedar makruhnya shalat dalam keadaan lapar. Sehingga yang lebih baik itu jama’ah kita utamakan daripada timbulnya fitnah dan seterusnya.
Demi
Kekhusyu’an Shalat
Yang
jelas, hukum asalnya, kalau perut kita lapar, dahulukan makan. Utamanya bagi
orang yang waktu shalatnya masih banyak, perutnya sangat lapar, dan
mentalitasnya tidak begitu kuat, maka yang lebih baik makan dahulu kemudian
shalat.
Jadi,
perintah makan dahulu itu mengandung hikmah. Pertama, menunjukan betapa rasa
kasih sayangnya Rasulullah SAW terhadap ummatnya Rahmatan lil ‘alamin.
Kedua, Rasulullah SAW memahami dan memperhatikan kemaslahatan ummatnya.
Rasulullah SAW tidak menginginkan hanya karena shalat, kesehatan ummatnya
mejadi berkurang. Misalnya kalau kita lapar kemudian memaksakan shalat kita
bisa terkena penyakit magh dan sebagainya. Islam itu sehat, melaksanakan ibadah
dalam Islam itu tidak boleh kalau pada akhirnya membuat badan kita rusak. Allah
SWT berfirman: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah
memperbaikinya. (QS: Al-A’raf: 56), dan ayat: Dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah.(QS: Al-Baqarah: 195).
Ketiga,
sebetulnya dalam kontek kita makan dahulu itu juga untuk kepentingan Islam dan
shalat. Dengan makan dahulu, tidak merasa lapar, tenang dan pada akhirnya bisa
menciptakan kekhusyu’an shalat. Kalau dengan agak lapar kita bisa merasa khusyu’
maka kita shalat dahulu, dan kalau benar-benar tidak bisa khusyu’ maka makan
dahulu agar bisa khusyu’. Karena khusyu’ itu merupakan substansinya daripada
shalat.
Sumber:
mediaummat.co.id/makan-dulu-baru-shalat/
0 Response to "Makan Dulu, Baru Shalat"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!