Menelusuri Hakikat Tawasul
Tawasul tak
lebih dari sekadar upaya untuk mendekatkan diri keada Allah SWT melalui sebuah
media. Media itu disebut wasilah. Sedangkan tujuan utama adalah untuk mendekat
diri kepada Allah SWT. Tidak ada tujuan lain. Tawasul dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah SWT ini bisa dilakukan dengan beberapa cara:
Pertama, bertawasul dengan Rasulullah SAW saat beilau masih hidup. Dalam sebuah
Hadis dinyatakan: Suatu ketika ada orang buta datang kepada Rasulullah SAW. Ia
berkata, “Rasulullah, doakanlah agar aku dapat disembuhkan dari kebutaan ini.”
Rasulullah SAW menjawab, “Kalau engkau mau, hendaklah bersabar. Hal itu lebih
baik bagimu.” Ia menjawab, “Aku tidak mempunyai orang yang dapat menuntunku,
sedangkan aku merasa sangat berat sekali.” Rasulullah SAW menyuruhnya berwudu
dan berdoa dengan kalimat: “Ya Allah, aka meminta kepada-Mu, dan menghadap-Mu,
melalui perantara Nabi-Mu Muhammad SAW, Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad,
aku menharap kepada Tuhanku melalui engkau, dalam memenuhi keinginanku, agar
terkabul keinginanku. Ya Allah, berilah pertolongan.” Lalu, orang itu berdiri
(melaksanakan) dan ia sembuh. (HR. Al-Baihaqi).
Kedua, bertawasul dengan Rasulullah SAW setelah beliau wafat. Hal ini
berdasarkan Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim: “Barangsiapa berziarah ke
makamku, maka akan mendapat syafaat (pertolongan) ku.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim). Juga, berdasarkan pernyataan dan perbuatan para sahabat. Imam
al-Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan: Telah terjadi krisis pangan pada
masa Khalifah Umar. Kemudian Bilal bin al-Harts mendatangi makam Rasulullah
SAW. Ia bertawasul kepada beliau agar Allah SWT menurunkan hujan. Maka, malam
harinya ia bermimpi kabar bahwa hujan sebentar lagi akan segera turun.
Ketiga, bertawasul dengan orang-orang saleh. Rasulullah SAW bersabda, “Bertawasullah
kalian dengan aku dan dengan para keluargaku.” (HR. Ibnu Hibban).
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas: Ketika terjadi krisis pangan karena tak
ada hujan, Umar bin al-Khatthab berdoa agar diturunkan hujan dan bertawasul dengan
Abbas, paman Rasulullah. Dalam doanya, beliau berkata, “Ya Allah, dulu kami
bertawasul kepada-Mu dengan Nabi kami, lalu Engkau menurunkan hujan. Dan,
sekarang kami bertawasul dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan kepada
kami.” Tak lama kemudian, turunlah hujan.
Keempat, bertawasul dengan perbuatan baik yang telah dilakukan. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Hadis masyhur yang menceritakan tiga orang
yang terperangkap dalam gua. Mereka meminta kepada Allah SWT agar dibukakan
pintu gua yang tertutup batu. Mereka bertawasul dengan amal baik masing-masing,
maka terbukalah gua tersebut.
Berdasarkan
beberapa dalil ini serta sekian banyak dalil lainnya, maka ulama Ahlusunah wal
Jamaah sepakat bahwa tawasul dianjurkan. Dan kenyataannya, ulama salaf juga
sering kali melakukan tawasul, baik dengan Rasulullah SAW atau orang-orang
saleh. Imam asy-Syafi’i ketika berada di Baghdad, beliau selalu menyampatkan
diri mengunjungi makam Abu Hanifah dan bertawasul kepada beliau. Imam Ahmad bin
Hanbal juga sering bertawasul dengan Imam asy-Syafi’i dan Imam Malik. Imam
Ahmad bin Hanbal, bahkan sering menyerukan kepada semua orang, terutama
santrinya, agar bertawasul dengan Imam Malik ketika punya hajat. Imam Abu Hasan
asy-Syadzili berkata, “Barangsiapa mempunyai hajat, maka bertawasullah dengan
Imam al-Ghazali.”
Beberapa ulama menyimpulkan bahwa orang yang bertawasul dengan Rasulullah SAW
atau orang-orang saleh, hakikatnya ia bertawasul dengan amal kebaikannya
sendiri. Sebab, tawasul itu dilakukan, tidak lain karena kecintaannya kepada
orang yang ditawasuli. Sedangkan mencintai mereka merupakan bagian dari amal
kebaikan.
Dari sekelumit uraian ini, dapat diambil benang merah bahwa kegiatan tawasul
sama sekali tidak bertentangan dengan syariat Islam. Tawasul sangat jauh dari
perbuatan syirik (menyekutukan Allah SWT). Tidak ada maksud sedikitpun dari
orang yang bertawasul untuk memanjatkan doa kepada selain Allah SWT, apalagi
menyembah. Justru sebaliknya, dengan bertawasul mereka berusaha mendekatkan
diri kepada Allah SWT melalui wasilah. Jika betawasul merupakan perbuatan
syirik, tentu Rasulullah SAW tidak akan mengajarkan kepada umatnya, begitu pula
para sahabat dan ulama salaf.
Oleh : A.
Qusyairi Ismail
www.sidogiri.net
0 Response to "Menelusuri Hakikat Tawasul"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!