Sepotong Roti di Akhir Hayat
Sedekahnya sebelum meninggal mengalahkan perbuatan
maksiatnya selama tujuh hari.
Abu Burdah bin Musa al-Asyari meriwayatkan, ketika menjelang wafatnya Abu Musa
pernah berkata kepadanya, "Wahai anakku, ingatlah kamu akan cerita tentang
seseorang yang mempunyai sepotong roti."
Kisah ini berawal dari jazirah Arab. Abu Musa al-Asyari sendiri adalah orang
kepercayaan dan kesayangan Rasulullah SAW dan para khalifah serta
sahabat-sahabatnya.
Ketika Rasulullah SAW masih hidup, Abu Musa diangkat bersama Mu'adz bin
Jabal sebagai penguasa di Yaman.
Dan setelah Rasulullah wafat, ia kembali ke Madinah untuk
memikul tanggung jawab dalam jihad besar yang sedang dijalani oleh tentara
Islam melawan Persia dan Romawi.
Pada pemerintahan Umar bin al-Khathab, ia diangkat sebagai gubernur di Bashrah.
Sedangkan Khalifah Usman bin Affan menunjuknya sebagai gubernur di Kufah.
Semasa hidupnya, ia mengenal seorang laki-laki yang sangat tekun beribadah.
Selama tujuh puluh tahun laki-laki itu selalu beribadah di jalan Allah.
Tak pernah pula ia meninggalkan tempat ibadah. Hari-harinya dihabiskan untuk
mengabdi kepada Allah SWT di tempat ibadah itu karena ia memang tinggal dan
menjaganya.
Hingga suatu hari datanglah godaan pada laki-laki tersebut. Ia digoda oleh
seorang wanita. Ia masuk dalam jebakan dosa dari wanita tersebut.
Selama tujuh hari ia bergelimang dalam dosa melakukan perzinahan. Ia tak punya
hubungan apa-apa dengan wanita penggoda tersebut, tetapi melakukan hubungan
suami-istri dengan wanita itu.
Tak lama kemudian ia pun tersadar akan dosa-dosanya. Ia pergi meninggalkan sang
wanita, dan kembali bertaubat.
Namun, untuk kembali pada rumah ibadah yang selama ini
dijaganya, ia tak sanggup. Ia bertaubat, kembali beribadah di jalan Allah,
tetapi ia merasa tak pantas lagi berada di tempat tersebut.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengembara. Ke mana pun kakinya melangkah, shalat,
sujud, zikir, dan ibadah lainnya tak pernah ditinggalkannya.
Dalam pengembaraannya tersebut, akhirnya sampailah ia ke
sebuah pondok reyot yang di dalamnya telah tinggal dua belas fakir miskin.
Ia bermaksud bermalam di sana karena badannya letih melakukan perjalanan yang
sangat jauh. Ia pun jatuh tertidur bersama penghuni lainnya di tempat tersebut.
Rupanya, di dekat pondok tinggallah seorang dermawan yang setiap malamnya
selalu membagi makanan bagi fakir miskin yang tinggal di lingkungan sekitarnya.
Biasanya ia membagi-bagikan roti. Ia pun selalu adil membagikan satu potong
roti untuk masing-masing orang yang tinggal di pondok tersebut.
Malam itu, laki-laki pengembara yang sedang bertobat tersebut juga mendapatkan
jatah pembagian roti dari sang dermawan karena dianggap penghuni tetap pondok
tersebut.
Namun, ternyata salah seorang dari fakir miskin penghuni pondok tidak mendapat
pembagian jatah roti. "Mengapa saya tidak mendapatkan roti," ujar
sang penghuni pondok pada sang dermawan.
Pertanyaan tersebut dijawab oleh sang dermawan. "Kamu lihat sendiri, roti
yang aku bagikan telah habis, padahal aku telah membaginya secara adil,
masing-masing satu potong roti untuk setiap orang yang tinggal di sini, seperti
hari-hari sebelumnya aku membawa dua belas potong roti," ujarnya.
Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, lelaki yang sedang
bertaubat itu lalu mengambil roti yang telah diberikan kepadanya dan
memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bagian tadi.
Padahal, perjalanan jauh sebenarnya telah menguras energinya. Apalagi, ia
menjalaninya dengan perut kosong. Di tangannya telah ada satu makanan yang bisa
mengisi perutnya.
Namun, karena ia merasa itu bukan haknya, lelaki itu pun rela kembali merasakan
lapar dan memberikan sepotong roti tersebut pada yang berhak.
Keesokan harinya, laki-laki pengembara yang sedang bertaubat itu meninggal
dunia. Di hadapan Allah, ditimbanglah amal ibadah yang pernah dilakukan oleh
orang yang bertaubat itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang
dilakukannya selama tujuh malam.
Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadah yang dilakukan selama tujuh
puluh tahun dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam.
Akan tetapi, timbangan kebaikannya ditambahkan dengan perbuatan baiknya
menjelang ajalnya, yaitu memberikan sepotong roti pada fakir miskin yang sangat
memerlukannya.
Ternyata amal tersebut dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam.
Kepada anaknya Abu Musa berkata, "Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang
yang memiliki sepotong roti itu!"
Amal sedekah bisa menyelamatkan umat manusia dari api neraka. Apalagi, yang
bersedekah tersebut merupakan orang yang juga sebenarnya sangat membutuhkan
harta tersebut.
Rasulullah SAW bersabda, "Satu dirham bisa mengalahkan 100 ribu dirham."
Para sahabat bertanya, "Bagaimana bisa demikian?"
"Ada orang yang memiliki dua dirham, kemudian dia
sedekahkan satu dirham. Sementara itu ada orang yang memiliki banyak harta,
kemudian dia mengambil seratus ribu dirham untuk sedekah." (HR an-Nasai).
Abu Hurairah radiyallahu anhu berkata, "Wahai Rasulullah, sedekah yang
bagaimana yang paling utama?" Rasulullah pun bersabda, "Kesungguhan
seorang muqil, dan mulailah dengan orang yang menjadi tanggunganmu." Muqil
adalah orang yang sedikit hartanya, tetapi dia bersedekah sesuai dengan
kemampuannya.
Sumber: www.republika.co.id
0 Response to "Sepotong Roti di Akhir Hayat"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!