Perceraian Menurut Hukum Perdata
Menurut
Ketentuan dalam Hukum Perdata, Perkawinan ini dapat dihentikan karena suami
atau isteri meninggal atau karena alasan-alasan penting lainnya seperti :
1. Zinah;
2. meninggalkan dengan maksud tidak baik;
3. dipenjara selama 5 tahun atau lebih;
4. penganiayaan antara suami dan isteri, sehingga hidup salah seorang terancam.
Penghentian
perkawinan karena alasan-alasan penting tersebut di atas yang diputuskan oleh
hakim, harus juga dicatat di dalam kantor pencatatan sipil (burgelijke stand).
Tujuan pencatatan perceraian ini untuk kepentingan administrasi negara, agar
nantinya hak-hak yang timbul dari perkawinan ini, contohnya pembuatan akta
kelahiran, KK (Kartu Keluarga) dan lain sebagainya yang memerlukan akta nikah
sebagai bukti adanya suatu perkawinan ini dapat terjamin kepastian hukumnya.
Sesudah
penghentian perkawinan, isteri memperoleh kembali hak untuk mengurus dan
mempergunakan harta bendanya. Apa yang menjadi milik bersama dibagi dua atau
menurut perjanjian. Adapun mengenai keperluan-keperluan kematian seperti
ongkos-ongkos kubur dan sebagainya tidak dibebankan pada benda perkawinan,
tetapi pada ahli waris yang meninggal.
Pemisahan harta benda dari pengumpulan benda perkawinan semua dapat terjadi :
1. Apabila perkawinan dihentikan;
2. apabila suami telah meninggalkan isteri selama 10 tahun pemisahan mana harus
ada izin dari hakim;
3. sebagai akibat hidup berpisah (scheiding van tafel en bed) antara suami dan
isteri;
4. karena tuntutan pihak isteri, disebabkan suami dalam urusan harta benda merugikan
pihak isteri.
Disampingnya penghentian perkawinan tersebut di atas, KUH Perdata mengenal pula
suatu “lembaga” ialah hidup berpisah. Dalam hal ini maka akibat perbedaannya
hampir sama dengan dengan penghentian perkawinan. Perbedaannya ialah, bahwa
dalam “hidup berpisah” perkawinan masih tetap berlangsung hanya tidak ada
kewajiban hidup berkumpul. Sesudah “hidup berpisah” selama 5 tahun, dapat
diadakan penghentian perkawinan. Selama “hidup berpisah” ini, kuasa orang tua
terhadap anak-anaknya tetap berlaku, lain dari pada penghentian perkawinan.
Disini kuasa orang tua tidak tedapat lagi dan berganti menjadi : perwalian.
Referensi:
-Achmad
Ichsan, 1967. HUKUM PERDATA IA. PT Pembimbing Masa: Jakarta.
0 Response to "Perceraian Menurut Hukum Perdata"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!