Hukum Menggunakan Insulin
Hukum Menggunakan Insulin - Dengan semakin meningkatnya usia harapan
hidup manusia, maka kebutuhan hidup manusia terhadap insulin semakin bertambah.
Karena secara alami, dengan bertambahnya usia, maka fungsi pankreas akan
semakin menurun. Dengan menurunnya fungsi pankreas, maka menurun pula fungsi
insulin yang dapat dihasilkan tubuh manusia. Dengan menurunnya insulin dalam
tubuh manusia, maka kemampuan tubuh manusia untuk memecah gula dalam darah akan
semakin turun. Pada saat itulah manusia terkena penyakit yang disebut kencing
manis (diabetes melitus), dan memerlukan suntikan insulin.
Pernah dicoba membuat insulin dari
ekstraksi pankreas sapi. Namun hasilnya kurang menggembirakan, meskipun gennya
cocok dengan sapi. Dari seekor sapi, hanya dihasilkan insulin 1/2 cc saja, yang
berarti tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seorang sekali suntik. Percobaan
pembuatan insulin dari pankreas kera, menunjukkan gennya tidak cocok dengan
manusia. Akhirnya dicoba membuat insulin dengan ekstraksi pankreas babi, dan
ternyata hasilnya selain gennya cocok dengan manusia, jumlah cc-nya pun
mencukupi.
Mula-mula insulin dibuat dari gen
pankreas babi yang diklon dalam bakteri. Dalam waktu 24 jam, dari satu gen
menghasilkan milyaran gen. Kini insulin dibuat dari gen pankreas babi yang
diklon dalam ragi. Karena organisme ragi lebih kompleks dari bakteri, maka
hasilnya lebih baik. Dari satu gen pankreas babi yang diklon dalam ragi pada
tabung fermentor kapasitas 1.000 liter dihasilkan 1 liter insulin. Insulin dari
bahan dan proses seperti itulah yang kini beredar di seluruh dunia.
Hal ini boleh-boleh saja selama tidak
ditemukan obat yang lain. Yahya bin Syaraf an-nawawi menerangkan dalam
Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab
وَأَمَّا
التَّدَاوِي بِالنَّجَاسَاتِ غَيْرِ الْخَمْرِ فَهُوَ جَائِزٌ سَوَاءٌ فِيهِ
جَمِيعُ النَّجَاسَاتِ غَيْرُ الْمُسْكِرِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَالْمَنْصُوصُ
وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ
Adapun berobat dengan bahan-bahan najis
selain khamr itu boleh. Hal ini berlaku pada seluruh jenis najis selain yang
memabukkan. Ini adalah pendapat al-Madzhab, al-Manshush dan Jumhur ulama
memastikannya (sebagi keputusan hukum tunggal).
Sebagai pertimbangan dapat pula
diqiyaskan apa yang termaktub dalam Al-Iqna’ fi Hill Alfazh Abi Syuja’ karangan
Muhammad Khatib as-Syirbini yang membolehkan seseorag menggunakan tulang najis
sebagai pengganti atau penyambung tulang yang telah rusak.
وَلَوْ
وَصَلَ عَظْمَهُ لِحَاجَةٍ بِنَجَسٍ مِنْ عَظْمٍ لَا يَصْلُحُ لِلْوَصْلِ غَيْرُهُ
عُذِرَ فِي ذَلِكَ فَتَصِحُّ صَلَاتُهُ مَعَهُ
Dan bila seseorang menyambung tulangnya karena dibutuhkan, dengan tulang najis
yang selainnya tidak layak untuk dijadikan penyambung, maka ia dianggap udzur
dalam hal itu. Oleh karenanya, shalatnya sah besertaan tulang tersebut (berada
di tubuhnya).
Atau juga apa yang disampaikan oleh
Muhammad Khatib as-Syirbini dalam Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh
al-Minhaj mengenai kesucian barang najis yang telah berubah bentuknya
وَيَطْهُرُ
كُلُّ نَجَسٍ اِسْتَحَالَ حَيَوَانًا كَدَمِ بِيْضَةٍ اِسْتَحَالَ فَرَخًا عَلَى
الْقَوْلِ بِنَجَاسَتِهِ وَلَوْ كَانَ دُوْدَ كَلْبٍ لِأَنَّ لِلْحَيَاةِ أَثَرًا
بَيِّنًا فِيْ دَفْعِ النَّجَاسَةِ وَلِهَذَا تَطْرَأُ بِزَوَالِهَا وَ لِأَنَّ
الدُّوْدَ مُتَوَلَّدٌ فِيْهِ لاَ مِنْهُ
Dan semua najis yang telah berubah
bentuk menjadi hewan itu suci, seperti darah telor yang telah berubah menjadi
anak ayam, menurut qaul yang menganggapnya najis, meski ulat dari anjing.
Sebab, sifat hidup itu mempunyai dampak nyata dalam menghilangkan najis. Oleh
karenanya, maka najis itu hilang karena hilangnya sifat hidup. Selain itu,
karena ulat itu lahir dalam diri anjing, bukan berasal darinya.
Sumber: nu.or.id
0 Response to "Hukum Menggunakan Insulin"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!