Menunda Penguburan Jenazah
Menunda Penguburan Jenazah - Pengurusan
jenazah hukumnya fardhu kifayah, dan anjuran Rasulullah Saw. dalam hal ini
adalah disegerakan. Namun, kadangkala pada praktiknya muncul beberapa masalah
karena berkenaan dengan kepentingan studi, penyelidikan hukum atau adat.
Seperti penyelidikan terhadap pembunuhan, pelatihan medis untuk operasi bedah
atau karena kecelakaan. Bahkan dalam dunia kedokteran terdapat program
pengawetan jenazah untuk kepentingan studi, di mana pihak calon jenazah telah
berwasiat dan disetujui oleh keluarganya untuk menjadi bahan latihan tenaga
medis. Kemudian setelah meninggal dunia, jenazahnya tersebut diawetkan dalam
batas waktu tertentu untuk bahan latihan para calon dokter. Setelah digunakan
untuk latihan, kemudian jenazah tersebut dirapikan kembali dan dilakukan
prosesi penguburan jenazah sebagaimana mestinya menurut ajaran Islam. Dengan
demikian, otomatis hal ini menimbulkan masalah tertundanya penguburan jenazah,
baik karena otopsi, pengawetan jenazah atau karena ikut adat setempat.
Mengakhirkan
penguburan jenazah pada dasarnya tidak diperbolehkan kecuali; (a) untuk
mensucikan jenazah berpenyakit menular yang menurut dokter harus ditangani
secara khusus; (b) untuk dilakukan otopsi dalam rangka penegakan hukum atau
juga keterangan lainnya; (c) untuk menunggu kedatangan wali jenazah dan atau
menunggu terpenuhinya empat puluh orang yang akan menyolati dengan segera
selama tidak dikhawatirkan ada perubahan pada jenazah.
Muhammad
Khatib as-sirbini dalam Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj
berpendapat:
(وَلَا تُؤَخَّرُ) الصَّلَاةُ (لِزِيَادَةِ مُصَلِّينَ) لِلْخَبَرِ
الصَّحِيحِ أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ وَلَا بَأْسَ بِانْتِظَارِ الْوَلِيِّ عَنْ
قُرْبٍ مَا لَمْ يُخْشَ تَغَيُّرُ الْمَيِّتِ تَنْبِيهٌ شَمِلَ كَلَامُهُ
صُورَتَيْنِ إحْدَاهُمَا إذَا حَضَرَ جَمْعٌ قَلِيلٌ قَبْلَ الصَّلَاةِ لَا
يُنْتَظَرُ غَيْرُهُمْ لِيَكْثُرُوا نَعَمْ قَالَ الزَّرْكَشِيُّ وَغَيْرُهُ إذَا
كَانُوا دُونَ أَرْبَعِينَ فَيُنْتَظَرُ كَمَالُهُمْ عَنْ قُرْبٍ لِأَنَّ هَذَا
الْعَدَدَ مَطْلُوبٌ فِيهَا وَفِي مُسْلِمٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ يُؤَخِّرُ
الصَّلَاةَ لِلْأَرْبَعِينَ قِيلَ وَحِكْمَتُهُ أَنَّهُ لَمْ يَجْتَمِعْ
أَرْبَعُونَ إلَّا كَانَ للهِ فِيهِمْ وَلِيٌّ وَحُكْمُ الْمِائَةِ
كَالْأَرْبَعِينَ كَمَا يُؤْخَذُ مِنْ الْحَدِيثِ الْمُتَقَدِّمِ
(Dan
tidak tunda) pelaksanaan shalat jenazah (karena memperbanyak orang yang
menyolatinya) berdasarkan hadits shahih: “Bersegeralah kalian dengan urusan
jenazah.” Dan boleh menanti walinya sebentar selama tidak dikhawatirkan
perubahan kondisinya. Peringatan. Ungkapan al-Nawawi tersebut meliputi
dua kasus. Pertama, ketika sebelum shalat jenazah telah hadir beberapa orang,
maka yang belum hadir tidak perlu ditunggu. Meskipun demikian, al-Zarkasi dan
ulama selainnya berpendapat: “Bila mereka belum mencapai 40 orang, maka
ditunggu sebentar agar mencapai jumlah tersebut. Sebab, jumlah jamaah 40 orang
ini dianjurkan dalam menyolati jenazah. Dalam kitab Shahih Muslim, terdapat
riwayat dari Ibn Abbas, bahwa sungguh beliau menunda shalat jenazah karena
menanti jumlah jamaah 40 orang. Disebutkan hikmahnya adalah tiada berkumpul 40
orang jamaah melainkan salah seorangnya adalah wali Allah. Dan hukum 100 orang
sama dengan 40 orang, seperti kesimpulan yang diambil dari hadits tadi.
Sedangkan
pembedahan jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi hanya
dibolehkan dalam kondisi darurat atau hajat saja. Seperti yang diterangkan oleh
Wahbah al-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh
وَبِنَاءً
عَلَى هذِهِ الْآرَاءِ الْمُبِيحَةِ يَجُوزُ التَّشْرِيحُ عِنْدَ الضَّرُورَةِ
أَوِ الْحَاجَةِ بِقَصْدِ التَّعْلِيمِ لِأَغْرَاضٍ طِبِّيَّةٍ أَوْ لِمَعْرِفَةِ
سَبَبِ الْوَفَاةِ وَإِثْبَاتِ الْجِنَايَةِ عَلَى الْمُتَّهَمِ بِالْقَتْلِ
وَنَحْوِ ذلِكَ لِأَغْرَاضٍ جِنَائِيَّةٍ إِذَا تَوَقَّفَ عَلَيْهَا الْوُصُولُ
إِلَى الْحَقِّ فِي أَمْرِ الْجِنَايَةِ لِلْأَدِلَّةِ الدَّالَّةِ عَلَى وُجُوبِ
الْعَدْلِ فِي الْأَحْكَامِ حَتَّى لَا يُظْلَمَ بِرَأْيٍ وَلَا يَفْلِتُ مِنَ
الْعِقَابِ مُجْرِمٌ أَثِيمٌ
Berdasarkan
pendapat (Syafi’iyah dan Malikiyah) yang memperbolehkan (pembedahan mayit
karena menelan harta) ini, maka diperbolehkan melakukan otopsi (operasi) pada
tubuh mayit dalam kondisi darurat atau dibutuhkan, untuk kepentingan pendidikan
kedokteran, mengetahui sebab kematian, menetapkan pidana atas tersangka kasus
pembunuhan dan kepentingan pidana semisalnya. Yaitu ketika otopsi (operasi) tersebut
menjadi satu-satunya jalan dalam mengungkap kasus kriminalitas berdasarkan
dalil-dalil wajibnya penegakan keadilan hukum. Sehingga seseorang tidak
terzalimi berdasarkan suatu asumsi (saja) dan seorang penjahat tidak bisa
berkelit dari hukuman yang setimpal.
Demikianlah
keterangan mengenai diperbolehkannya mengakhirkan penguburan jenazah dari
berbagai sumber.
Disarikan
dari Hasil Keputusan Muktamar NU ke-XXXII di Asrama Haji Sudiang Makassar
Tanggal 7-11 Rabi’ul Akhir 1431 H/22 – 27 Maret 2010 M
Sumber:
nu.or.id
0 Response to "Menunda Penguburan Jenazah"
Post a Comment
Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!