Ketika Hati Bermaksiat

Manusia dilengkapi oleh Allah dua hal pokok, yaitu jasmani dan rohani. Dua hal ini memiliki keperluan masing-masing. Jasmani membutuhkan makan, minum, pelampiasan syahwat, keindahan, pakaian, perhiasan-perhiasan dan kemasyhuran. Rohani, pada sisi lain, membutuhkan kedamaian, ketenteraman, kasih-sayang dan cinta.

Para sufi menegaskan bahwa hakikat sesungguhnya manusia adalah rohaninya. Ia adalah muara segala kebajikan. Kebahagiaan badani sangat tergantung pada kebahagiaan rohani. Sedang, kebahagiaan rohani tidak terikat pada wujud luar jasmani manusia. Sebagai inti hidup, rohani harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi. Semakin tinggi rohani diletakkan, kedudukan manusia akan semakin agung. Jika rohani berada pada tempat rendah, hina pulalah hidup manusia.

Fitrah rohani adalah kemuliaan, sedang jasmani pada kerendahan. Badan yang tidak memiliki rohani tinggi, akan selalu menuntut pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rendah hewani. Rohani hendaknya dibebaskan dari ikatan keinginan hewani, yaitu kecintaan pada pemenuhan syahwat dan keduniaan. Hati manusia yang terpenuhi dengan cinta pada dunia, akan melahirkan kegelisahan dan kebimbangan yang tidak berujung. Hati adalah cerminan ruh. Kebutuhan ruh akan cinta bukan untuk dipenuhi dengan kesibukan pada dunia. Ia harus bersih.


Pembersihan Hati
Dalam rangkaian metode pembersihan hati, para sufi menetapkan dengan tiga tahap : Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.

Pada peringkat takhalli, kita mesti melawan dan membuang dengan memaksa terus-menerus semua kehendak-kehendak nafsu yang rendah (jahat) dan dilarang oleh Allah. Selagi kita tidak memaksa diri untuk membenci, memusuhi dan membuangnya jauh-jauh secara terus-menerus dari diri kita, selagi itulah nafsu jahat akan sentiasa menguasai dan memperhambakan kita. Rasulullah SAW bersabda: “Sejahat-jahat musuh engkau ialah nafsu engkau yang terletak di antara dua lambung engkau.” (Riwayat Al-Baihaqi)

Karena kejahatannya itu, telah banyak manusia yang ditipu dan diperdaya untuk tunduk dan bertuhankan hawa nafsu. Ini diceritakan oleh Allah dengan firman-Nya: “Apakah engkau tidak perhatikan orang-orang yang mengambil hawa nafsu menjadi Tuhan, lalu dia dibiarkan sesat oleh Allah berdasarkan ilmu-Nya.” (QS. Al Jasiyah: 23)

Apabila nafsu jahat itu dibiarkan menguasai hati, iman tidak akan ada tempatnya. Bila iman tidak ada, manusia bukan lagi menyembah Allah, Tuhan yang sebenarnya tetapi dia akan menyembah hawa nafsunya. Oleh karena itu usaha melawan hawa nafsu janganlah dimudah-mudahkan dan dianggap ringan. Melawan nafsu adalah satu jihad yang besar. Ingatlah sabda Rasulullah SAW kepada para Sahabat ketika baginda berangkat pulang dari satu medan peperangan: “Kita baru selesai dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang besar.” Para Sahabat bertanya: “Peperangan apakah itu?” Rasulullah berkata: “Peperangan melawan nafsu.” (Riwayat Al Baihaqi)

Melawan hawa nafsu sangatlah susah. Barangkali kalau nafsu itu ada di luar jasad kita dan dapat dipegang, senanglah kita tekan dan membunuhnya sampai mati. Tetapi nafsu kita itu ada dalam diri kita, mengalir bersama aliran darah, menguasai seluruh tubuh kita. Bahkan ia menjadi bagian daripada jasad kita yaitu tubuh yang halus (jismul-latif). Karena itu, tanpa kesadaran, kemauan dan paksaan yang sungguh-sungguh, kita pasti dikalahkannya, kemudian akhirnya nafsu memperalat kita semaunya.

Takhalli berarti mengkosongkan atau membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan dari kotoran penyakit hati yang merusak. Hal ini akan dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dengan segala bentuk dan berusaha melepaskan dorongan hawa nafsu jahat. Menurut ulama sufi, maksiat dibagi menjadi dua: maksiat lahir dan batin. Maksiat batin yang terdapat pada manusia tentulah lebih berbahaya lagi, karena ia tidak kelihatan tidak seperti maksiat lahir, dan kadang-kadang begitu tidak disadari. Maksiat ini lebih sukar dihilangkan. 

Perlu diketahui bahwa maksiat batin itu pula yang menjadi penggerak maksiat lahir. Selama maksiat batin itu belum bisa dihilangkan pula maksiat lahir tidak bisa di bersihkan. Maksiat lahir adalah segala maksiat tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir. Sedangkan maksiat batin adalah segala sifat tercela yang dilakukan oleh anggota batin dalam hal ini adalah hati, sehingga tidak mudah menerima pancaran nur Illahi.

Sumber: http://www.facebook.com/media.ummat/posts/385132484893399

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

Sarana Belajar Hukum Islam dan Hukum Positif

0 Response to "Ketika Hati Bermaksiat"

Post a Comment

Terimah Kasih Telah Berkunjung Ke blog yang sederhana ini, tinggalkan jejak anda di salah satu kolom komentar artikel blog ini! jangan memasang link aktif!